Politik identitas masih sering dianggap menjadi salah satu cara untuk memenangkan kontestasi Pemilu. Ironisnya hal ini masih dianggap lebih efektif meskipun pada akhirnya akan mengesampingkan kampanye mengenai ide dan gagasan serta visi misi para kontestan.
Hal ini mengemuka dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) yang digelar oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) di Swissbel Inn, Jalan Surabaya, Medan, Rabu (6/2/2019).
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana mengatakan mencuatnya politik identitas ini ternyata menjadi sebuah hal yang memicu keresahan pada hampir seluruh daerah di Indonesia.
\"Hasil survei atau pandangan banyak pihak, ini (SARA disertai berita bohong dan ujaran kebencian) menjadi kekhawatiran bersama. Sudah saatnya kita merumuskan, kira-kira ke depan kita seperti apa, dalam merumuskan persoalan ini,\" katanya.
Aditya menjelaskan penyebaran konten kampanye yang mengandung sentiment suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) merupakan persoalan yang mengemuka beberapa tahun ini. Politisasi politik identitas bahkan telah mendominasi narasi politik dalam pemilu di Indonesia, yang disertai dengan penyebaran berita bohong dan palsu (fake news and hoax) maupun ujaran kebencian (hate speech).
Maraknya penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian menjadi tantangan serius bukan saja dalam upaya mewujudkan Pemilu yang bersih, tetapi juga untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas.
\"Karena cita-cita demokrasi adalah menjadikan proses pemilu sebagai proses pendidikan politik terhadap seluruh warga negara Indonesia untuk memilih calon terbaik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil,\" ujarnya.
FGD dihadiri akademisi Faisal Riza (UIN Sumut) Faisal Mahrawa (FISIP USU), para penggiat Pemilu Nazir Salim Manik (Jaringan Demokrasi), Darwin Sipahutar dan Samsul dari JPPR. Hadir dan tim pemenangan pasangan presiden dan calon presiden Indah Tobing, Pangiar Amudi (TKD 01 Sumut) dan Sugiat Santoso (BPD 02 Sumut).
Puskapol UI mengundang berbagai pihak di Sumut untuk mendapatkan gambaran mengenai politik di Sumut. Menurutnya, Sumatera Utara (Sumut) memiliki potensi politik identitas, namun ada nilai kultural yang mengikat yang menjadi ketahanan dalam sosial politik.
Hasil FGD yang dilakukan di sejumlah provinsi di Sumut akan menjadi bahan diskusi. Hasilnya, akan disampaikan ke tim pemenangan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. \"Ini akan kita sampaikan, kita kembalikan ke mereka. Menjadi pertimbangan bersama, bagaimana kita menyikapi politik dan dampakmnya ke depan,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Politik identitas masih sering dianggap menjadi salah satu cara untuk memenangkan kontestasi Pemilu. Ironisnya hal ini masih dianggap lebih efektif meskipun pada akhirnya akan mengesampingkan kampanye mengenai ide dan gagasan serta visi misi para kontestan.
Hal ini mengemuka dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) yang digelar oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) di Swissbel Inn, Jalan Surabaya, Medan, Rabu (6/2/2019).
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana mengatakan mencuatnya politik identitas ini ternyata menjadi sebuah hal yang memicu keresahan pada hampir seluruh daerah di Indonesia.
\"Hasil survei atau pandangan banyak pihak, ini (SARA disertai berita bohong dan ujaran kebencian) menjadi kekhawatiran bersama. Sudah saatnya kita merumuskan, kira-kira ke depan kita seperti apa, dalam merumuskan persoalan ini,\" katanya.
Aditya menjelaskan penyebaran konten kampanye yang mengandung sentiment suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) merupakan persoalan yang mengemuka beberapa tahun ini. Politisasi politik identitas bahkan telah mendominasi narasi politik dalam pemilu di Indonesia, yang disertai dengan penyebaran berita bohong dan palsu (fake news and hoax) maupun ujaran kebencian (hate speech).
Maraknya penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian menjadi tantangan serius bukan saja dalam upaya mewujudkan Pemilu yang bersih, tetapi juga untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas.
\"Karena cita-cita demokrasi adalah menjadikan proses pemilu sebagai proses pendidikan politik terhadap seluruh warga negara Indonesia untuk memilih calon terbaik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil,\" ujarnya.
FGD dihadiri akademisi Faisal Riza (UIN Sumut) Faisal Mahrawa (FISIP USU), para penggiat Pemilu Nazir Salim Manik (Jaringan Demokrasi), Darwin Sipahutar dan Samsul dari JPPR. Hadir dan tim pemenangan pasangan presiden dan calon presiden Indah Tobing, Pangiar Amudi (TKD 01 Sumut) dan Sugiat Santoso (BPD 02 Sumut).
Puskapol UI mengundang berbagai pihak di Sumut untuk mendapatkan gambaran mengenai politik di Sumut. Menurutnya, Sumatera Utara (Sumut) memiliki potensi politik identitas, namun ada nilai kultural yang mengikat yang menjadi ketahanan dalam sosial politik.
Hasil FGD yang dilakukan di sejumlah provinsi di Sumut akan menjadi bahan diskusi. Hasilnya, akan disampaikan ke tim pemenangan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. \"Ini akan kita sampaikan, kita kembalikan ke mereka. Menjadi pertimbangan bersama, bagaimana kita menyikapi politik dan dampakmnya ke depan,\" pungkasnya."/>
Politik identitas masih sering dianggap menjadi salah satu cara untuk memenangkan kontestasi Pemilu. Ironisnya hal ini masih dianggap lebih efektif meskipun pada akhirnya akan mengesampingkan kampanye mengenai ide dan gagasan serta visi misi para kontestan.
Hal ini mengemuka dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) yang digelar oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) di Swissbel Inn, Jalan Surabaya, Medan, Rabu (6/2/2019).
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana mengatakan mencuatnya politik identitas ini ternyata menjadi sebuah hal yang memicu keresahan pada hampir seluruh daerah di Indonesia.
\"Hasil survei atau pandangan banyak pihak, ini (SARA disertai berita bohong dan ujaran kebencian) menjadi kekhawatiran bersama. Sudah saatnya kita merumuskan, kira-kira ke depan kita seperti apa, dalam merumuskan persoalan ini,\" katanya.
Aditya menjelaskan penyebaran konten kampanye yang mengandung sentiment suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) merupakan persoalan yang mengemuka beberapa tahun ini. Politisasi politik identitas bahkan telah mendominasi narasi politik dalam pemilu di Indonesia, yang disertai dengan penyebaran berita bohong dan palsu (fake news and hoax) maupun ujaran kebencian (hate speech).
Maraknya penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian menjadi tantangan serius bukan saja dalam upaya mewujudkan Pemilu yang bersih, tetapi juga untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas.
\"Karena cita-cita demokrasi adalah menjadikan proses pemilu sebagai proses pendidikan politik terhadap seluruh warga negara Indonesia untuk memilih calon terbaik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil,\" ujarnya.
FGD dihadiri akademisi Faisal Riza (UIN Sumut) Faisal Mahrawa (FISIP USU), para penggiat Pemilu Nazir Salim Manik (Jaringan Demokrasi), Darwin Sipahutar dan Samsul dari JPPR. Hadir dan tim pemenangan pasangan presiden dan calon presiden Indah Tobing, Pangiar Amudi (TKD 01 Sumut) dan Sugiat Santoso (BPD 02 Sumut).
Puskapol UI mengundang berbagai pihak di Sumut untuk mendapatkan gambaran mengenai politik di Sumut. Menurutnya, Sumatera Utara (Sumut) memiliki potensi politik identitas, namun ada nilai kultural yang mengikat yang menjadi ketahanan dalam sosial politik.
Hasil FGD yang dilakukan di sejumlah provinsi di Sumut akan menjadi bahan diskusi. Hasilnya, akan disampaikan ke tim pemenangan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. \"Ini akan kita sampaikan, kita kembalikan ke mereka. Menjadi pertimbangan bersama, bagaimana kita menyikapi politik dan dampakmnya ke depan,\" pungkasnya."/>
Politik identitas masih sering dianggap menjadi salah satu cara untuk memenangkan kontestasi Pemilu. Ironisnya hal ini masih dianggap lebih efektif meskipun pada akhirnya akan mengesampingkan kampanye mengenai ide dan gagasan serta visi misi para kontestan.
Hal ini mengemuka dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) yang digelar oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) di Swissbel Inn, Jalan Surabaya, Medan, Rabu (6/2/2019).
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana mengatakan mencuatnya politik identitas ini ternyata menjadi sebuah hal yang memicu keresahan pada hampir seluruh daerah di Indonesia.
"Hasil survei atau pandangan banyak pihak, ini (SARA disertai berita bohong dan ujaran kebencian) menjadi kekhawatiran bersama. Sudah saatnya kita merumuskan, kira-kira ke depan kita seperti apa, dalam merumuskan persoalan ini," katanya.
Aditya menjelaskan penyebaran konten kampanye yang mengandung sentiment suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) merupakan persoalan yang mengemuka beberapa tahun ini. Politisasi politik identitas bahkan telah mendominasi narasi politik dalam pemilu di Indonesia, yang disertai dengan penyebaran berita bohong dan palsu (fake news and hoax) maupun ujaran kebencian (hate speech).
Maraknya penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian menjadi tantangan serius bukan saja dalam upaya mewujudkan Pemilu yang bersih, tetapi juga untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas.
"Karena cita-cita demokrasi adalah menjadikan proses pemilu sebagai proses pendidikan politik terhadap seluruh warga negara Indonesia untuk memilih calon terbaik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil," ujarnya.
FGD dihadiri akademisi Faisal Riza (UIN Sumut) Faisal Mahrawa (FISIP USU), para penggiat Pemilu Nazir Salim Manik (Jaringan Demokrasi), Darwin Sipahutar dan Samsul dari JPPR. Hadir dan tim pemenangan pasangan presiden dan calon presiden Indah Tobing, Pangiar Amudi (TKD 01 Sumut) dan Sugiat Santoso (BPD 02 Sumut).
Puskapol UI mengundang berbagai pihak di Sumut untuk mendapatkan gambaran mengenai politik di Sumut. Menurutnya, Sumatera Utara (Sumut) memiliki potensi politik identitas, namun ada nilai kultural yang mengikat yang menjadi ketahanan dalam sosial politik.
Hasil FGD yang dilakukan di sejumlah provinsi di Sumut akan menjadi bahan diskusi. Hasilnya, akan disampaikan ke tim pemenangan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. "Ini akan kita sampaikan, kita kembalikan ke mereka. Menjadi pertimbangan bersama, bagaimana kita menyikapi politik dan dampakmnya ke depan," pungkasnya.
Politik identitas masih sering dianggap menjadi salah satu cara untuk memenangkan kontestasi Pemilu. Ironisnya hal ini masih dianggap lebih efektif meskipun pada akhirnya akan mengesampingkan kampanye mengenai ide dan gagasan serta visi misi para kontestan.
Hal ini mengemuka dalam Fokus Grup Diskusi (FGD) yang digelar oleh Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) di Swissbel Inn, Jalan Surabaya, Medan, Rabu (6/2/2019).
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana mengatakan mencuatnya politik identitas ini ternyata menjadi sebuah hal yang memicu keresahan pada hampir seluruh daerah di Indonesia.
"Hasil survei atau pandangan banyak pihak, ini (SARA disertai berita bohong dan ujaran kebencian) menjadi kekhawatiran bersama. Sudah saatnya kita merumuskan, kira-kira ke depan kita seperti apa, dalam merumuskan persoalan ini," katanya.
Aditya menjelaskan penyebaran konten kampanye yang mengandung sentiment suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) merupakan persoalan yang mengemuka beberapa tahun ini. Politisasi politik identitas bahkan telah mendominasi narasi politik dalam pemilu di Indonesia, yang disertai dengan penyebaran berita bohong dan palsu (fake news and hoax) maupun ujaran kebencian (hate speech).
Maraknya penyebaran berita palsu dan ujaran kebencian menjadi tantangan serius bukan saja dalam upaya mewujudkan Pemilu yang bersih, tetapi juga untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas.
"Karena cita-cita demokrasi adalah menjadikan proses pemilu sebagai proses pendidikan politik terhadap seluruh warga negara Indonesia untuk memilih calon terbaik berdasarkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil," ujarnya.
FGD dihadiri akademisi Faisal Riza (UIN Sumut) Faisal Mahrawa (FISIP USU), para penggiat Pemilu Nazir Salim Manik (Jaringan Demokrasi), Darwin Sipahutar dan Samsul dari JPPR. Hadir dan tim pemenangan pasangan presiden dan calon presiden Indah Tobing, Pangiar Amudi (TKD 01 Sumut) dan Sugiat Santoso (BPD 02 Sumut).
Puskapol UI mengundang berbagai pihak di Sumut untuk mendapatkan gambaran mengenai politik di Sumut. Menurutnya, Sumatera Utara (Sumut) memiliki potensi politik identitas, namun ada nilai kultural yang mengikat yang menjadi ketahanan dalam sosial politik.
Hasil FGD yang dilakukan di sejumlah provinsi di Sumut akan menjadi bahan diskusi. Hasilnya, akan disampaikan ke tim pemenangan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. "Ini akan kita sampaikan, kita kembalikan ke mereka. Menjadi pertimbangan bersama, bagaimana kita menyikapi politik dan dampakmnya ke depan," pungkasnya.