Kantor Berita Politik RMOL, Senin (6/5).
Ditambahkannya,
Edy menggunakan metafora atau sindiran itu karena dia dibesarkan dalam
tradisi Melayu yang kaya metafora. Tentu saja, sindiran halus dan tajam
serta metafora itu ditujukan kepada orang-orang yang cerdas dan mau
berpikir.
Saidin juga merujuk kepada kitab suci umat Islam,
Alquran, yang kaya metafora dan sindiran kepada orang-orang yang tidak
mau berpikir. Karena itulah, penyebutan empat bulan ke depan, tidak bisa
ditafsirkan secara hitam-putih.
Angka itu untuk menyebutkan
waktu yang singkat agar rakyat dapat merasakan kepemimpinannya. Apalagi,
Pak Edy bertekad untuk menjadi pemimpin yang adil di Sumut. Inti pidato
Pak Edy, kalau sudah diberi kepercayaan, rakyat harus mendukung,â€
tegasnya.
Selain itu, pernyataan tersebut juga menggambarkan
demokrasi yang ideal. Kalau pemimpin sudah terpilih secara demokratis,
semua harus mengikuti pemimpin. Oposan tidak boleh berlanjut
pasca-terpilihnya pemimpin.
Sama seperti kita memilih imam salat. Kalau sudah dipilih, makmum harus ikut,\" ujarnya.
Tafsir a-contrario
Wakil
Dekan I FH USU ini menjelaskan, penyebutan jangka waktu tertentu oleh
Gubsu itu, juga harus dilihat berdasarkan penafsiran a-contrario yang
dikenal dalam ilmu hukum. Dalam penafsiran ini, jelas bahwa Edy sudah
terpilih memimpin Sumut lima tahun ke depan. Tidak mungkin mundur atau
dimundurkan hanya dengan ungkapan dalam pidato.
Berdasarkan
penafsiran a-contrario, jangka waktu empat bulan yang disebutkan Edy
bukan ditujukan kepada dirinya sendiri, tapi pada orang lain yang
dipimpinnya. Ini yang tidak dipahami banyak orang.
Menurut
tafsir a-contrario, yang dimaksudkannya adalah dalam empat bulan ke
depan jika ada orang yang di bawah kepemimpinanya tidak mau dipimpin,
silakan mengundurkan diri. Sifatnya adalah mengimbau (regelen), mengingatkan dan bukan memaksa,\" terangnya.
Dalam
penilaiannya, pernyataan Gubsu itu disampaikan dalam konteks
kepemimpinan yang baik. Rakyat yang dipimpin harus patuh kepada
pemimpinnya. Kegagalan dalam menjalankan program atau strategi, antara
lain, adalah karena yang dipimpin tidak menjalankan strategi atau tidak
patuh.
\"Itu (strategi kepemimpinan, red) adalah ilmu dan keahlian Pak Edy sebagai mantan Pangkostrad,\" ujarnya.
Di
sisi lain, Saidin mengakui, sebagai pemimpin tidak bisa membuat semua
orang senang. Untuk itu, dibutuhkan kearifan dan kesabaran. Gubsu
diyakininya sudah sampai ke tahap itu karena merupakan sosok religius.
Kalau
gaya kepemimpinan militernya terbawa, itu dapat kita maklumi. Tapi,
bukan berarti dia tidak bisa kompromi dan kaku. Pak Edy orang yang tegas
dalam prinsip,\" sebutnya.
Menurutnya, intinya ialah seorang
gubernur memerlukan dukungan dari rakyat. Gubernur ingin mengajak
seluruh masyarakat Sumut saling membahu membangun provinsi ini. Kritik
atau teguran tetap bisa dilakukan, tapi disampaikan secara bijak dengan
berdasarkan etika dan norma.
\"Hari ini Pak Edy adalah pemimpin
rakyat Sumut, baik yang pro maupun kontra. Pemimpin bagi mereka yang
kalah dan menang. Pemimpin yang kaya dan papa. Pemimpin bagi orang yang
mendapat kesempatan atau mereka yang tertindas di Sumut,†tandas dia. []" itemprop="description"/>
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (6/5).
Ditambahkannya,
Edy menggunakan metafora atau sindiran itu karena dia dibesarkan dalam
tradisi Melayu yang kaya metafora. Tentu saja, sindiran halus dan tajam
serta metafora itu ditujukan kepada orang-orang yang cerdas dan mau
berpikir.
Saidin juga merujuk kepada kitab suci umat Islam,
Alquran, yang kaya metafora dan sindiran kepada orang-orang yang tidak
mau berpikir. Karena itulah, penyebutan empat bulan ke depan, tidak bisa
ditafsirkan secara hitam-putih.
Angka itu untuk menyebutkan
waktu yang singkat agar rakyat dapat merasakan kepemimpinannya. Apalagi,
Pak Edy bertekad untuk menjadi pemimpin yang adil di Sumut. Inti pidato
Pak Edy, kalau sudah diberi kepercayaan, rakyat harus mendukung,â€
tegasnya.
Selain itu, pernyataan tersebut juga menggambarkan
demokrasi yang ideal. Kalau pemimpin sudah terpilih secara demokratis,
semua harus mengikuti pemimpin. Oposan tidak boleh berlanjut
pasca-terpilihnya pemimpin.
Sama seperti kita memilih imam salat. Kalau sudah dipilih, makmum harus ikut,\" ujarnya.
Tafsir a-contrario
Wakil
Dekan I FH USU ini menjelaskan, penyebutan jangka waktu tertentu oleh
Gubsu itu, juga harus dilihat berdasarkan penafsiran a-contrario yang
dikenal dalam ilmu hukum. Dalam penafsiran ini, jelas bahwa Edy sudah
terpilih memimpin Sumut lima tahun ke depan. Tidak mungkin mundur atau
dimundurkan hanya dengan ungkapan dalam pidato.
Berdasarkan
penafsiran a-contrario, jangka waktu empat bulan yang disebutkan Edy
bukan ditujukan kepada dirinya sendiri, tapi pada orang lain yang
dipimpinnya. Ini yang tidak dipahami banyak orang.
Menurut
tafsir a-contrario, yang dimaksudkannya adalah dalam empat bulan ke
depan jika ada orang yang di bawah kepemimpinanya tidak mau dipimpin,
silakan mengundurkan diri. Sifatnya adalah mengimbau (regelen), mengingatkan dan bukan memaksa,\" terangnya.
Dalam
penilaiannya, pernyataan Gubsu itu disampaikan dalam konteks
kepemimpinan yang baik. Rakyat yang dipimpin harus patuh kepada
pemimpinnya. Kegagalan dalam menjalankan program atau strategi, antara
lain, adalah karena yang dipimpin tidak menjalankan strategi atau tidak
patuh.
\"Itu (strategi kepemimpinan, red) adalah ilmu dan keahlian Pak Edy sebagai mantan Pangkostrad,\" ujarnya.
Di
sisi lain, Saidin mengakui, sebagai pemimpin tidak bisa membuat semua
orang senang. Untuk itu, dibutuhkan kearifan dan kesabaran. Gubsu
diyakininya sudah sampai ke tahap itu karena merupakan sosok religius.
Kalau
gaya kepemimpinan militernya terbawa, itu dapat kita maklumi. Tapi,
bukan berarti dia tidak bisa kompromi dan kaku. Pak Edy orang yang tegas
dalam prinsip,\" sebutnya.
Menurutnya, intinya ialah seorang
gubernur memerlukan dukungan dari rakyat. Gubernur ingin mengajak
seluruh masyarakat Sumut saling membahu membangun provinsi ini. Kritik
atau teguran tetap bisa dilakukan, tapi disampaikan secara bijak dengan
berdasarkan etika dan norma.
\"Hari ini Pak Edy adalah pemimpin
rakyat Sumut, baik yang pro maupun kontra. Pemimpin bagi mereka yang
kalah dan menang. Pemimpin yang kaya dan papa. Pemimpin bagi orang yang
mendapat kesempatan atau mereka yang tertindas di Sumut,†tandas dia. []"/>
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (6/5).
Ditambahkannya,
Edy menggunakan metafora atau sindiran itu karena dia dibesarkan dalam
tradisi Melayu yang kaya metafora. Tentu saja, sindiran halus dan tajam
serta metafora itu ditujukan kepada orang-orang yang cerdas dan mau
berpikir.
Saidin juga merujuk kepada kitab suci umat Islam,
Alquran, yang kaya metafora dan sindiran kepada orang-orang yang tidak
mau berpikir. Karena itulah, penyebutan empat bulan ke depan, tidak bisa
ditafsirkan secara hitam-putih.
Angka itu untuk menyebutkan
waktu yang singkat agar rakyat dapat merasakan kepemimpinannya. Apalagi,
Pak Edy bertekad untuk menjadi pemimpin yang adil di Sumut. Inti pidato
Pak Edy, kalau sudah diberi kepercayaan, rakyat harus mendukung,â€
tegasnya.
Selain itu, pernyataan tersebut juga menggambarkan
demokrasi yang ideal. Kalau pemimpin sudah terpilih secara demokratis,
semua harus mengikuti pemimpin. Oposan tidak boleh berlanjut
pasca-terpilihnya pemimpin.
Sama seperti kita memilih imam salat. Kalau sudah dipilih, makmum harus ikut,\" ujarnya.
Tafsir a-contrario
Wakil
Dekan I FH USU ini menjelaskan, penyebutan jangka waktu tertentu oleh
Gubsu itu, juga harus dilihat berdasarkan penafsiran a-contrario yang
dikenal dalam ilmu hukum. Dalam penafsiran ini, jelas bahwa Edy sudah
terpilih memimpin Sumut lima tahun ke depan. Tidak mungkin mundur atau
dimundurkan hanya dengan ungkapan dalam pidato.
Berdasarkan
penafsiran a-contrario, jangka waktu empat bulan yang disebutkan Edy
bukan ditujukan kepada dirinya sendiri, tapi pada orang lain yang
dipimpinnya. Ini yang tidak dipahami banyak orang.
Menurut
tafsir a-contrario, yang dimaksudkannya adalah dalam empat bulan ke
depan jika ada orang yang di bawah kepemimpinanya tidak mau dipimpin,
silakan mengundurkan diri. Sifatnya adalah mengimbau (regelen), mengingatkan dan bukan memaksa,\" terangnya.
Dalam
penilaiannya, pernyataan Gubsu itu disampaikan dalam konteks
kepemimpinan yang baik. Rakyat yang dipimpin harus patuh kepada
pemimpinnya. Kegagalan dalam menjalankan program atau strategi, antara
lain, adalah karena yang dipimpin tidak menjalankan strategi atau tidak
patuh.
\"Itu (strategi kepemimpinan, red) adalah ilmu dan keahlian Pak Edy sebagai mantan Pangkostrad,\" ujarnya.
Di
sisi lain, Saidin mengakui, sebagai pemimpin tidak bisa membuat semua
orang senang. Untuk itu, dibutuhkan kearifan dan kesabaran. Gubsu
diyakininya sudah sampai ke tahap itu karena merupakan sosok religius.
Kalau
gaya kepemimpinan militernya terbawa, itu dapat kita maklumi. Tapi,
bukan berarti dia tidak bisa kompromi dan kaku. Pak Edy orang yang tegas
dalam prinsip,\" sebutnya.
Menurutnya, intinya ialah seorang
gubernur memerlukan dukungan dari rakyat. Gubernur ingin mengajak
seluruh masyarakat Sumut saling membahu membangun provinsi ini. Kritik
atau teguran tetap bisa dilakukan, tapi disampaikan secara bijak dengan
berdasarkan etika dan norma.
\"Hari ini Pak Edy adalah pemimpin
rakyat Sumut, baik yang pro maupun kontra. Pemimpin bagi mereka yang
kalah dan menang. Pemimpin yang kaya dan papa. Pemimpin bagi orang yang
mendapat kesempatan atau mereka yang tertindas di Sumut,†tandas dia. []"/>