Pelaksanaan Pilkada Aceh 2022 dipastikan tidak bertentangan dengan aturan pusat. Hal ini juga sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016.
Hal ini disampaikan peneliti politik dan agama Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Zulfata.
"Hal ini amanah dari Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006," katanya dikutip Kantor Berita RMOLAceh, Senin (1/2).
Menurut Zulfata, dukungan itu senantiasa dapat mempengaruhi kekuatan DPRA yang selama ini cenderung asyik bersandiwara dengan rakyat Aceh.
Zulfata mengatakan semua lembaga kemasyarakatan harus mampu mengawal kinerja DPR Aceh agar Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) tidak dijadikan sebagai barang jualan politik DPR Aceh terhadap pemerintah pusat.
Hal tersebut menjadi penting, karena saat ini belum ada satu kinerja DPR Aceh yang patut diapresiasi dalam hal keteladan politik untuk Aceh. Justru, kata dia, sandiwara pemakzulan yang berujung pelantikan gubernur usai bagi-bagi “kue”.
Menurut Zulfata, UUPA memiliki akar sejarah perjuangan yang patut dirawat dan dijaga martabatnya. Sehingga Aceh tidak mudah menjadi pengekor bagi perkembangan iklim politik nasional yang saat ini dominan oligarki.
"Semangat seperti ini tentunya bukan berarti Aceh menentang pemerintah pusat, melainkan upaya itu adalah bagian kontrol dari Aceh untuk keadaban demokrasi Pancasila," tegas Zulfata.
Dengan tetap mengacu pada Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016, pun bukan berarti Pemerintah Aceh tidak tunduk aturan pemerintah pusat. Hal itu, karena Aceh adalah daerah khusus yang semestinya harus diindahkah.
Melalui Aceh, tambah Zulfata, Indonesia seharusnya belajar menghargai perbedaan, termasuk perbedaan politik karena kekhususan Aceh.
© Copyright 2024, All Rights Reserved