Aksi anggota geng motor dan pelaku begal di pelbagai wilayah belakangan kian meresahkan. Apalagi telah banyak memakan korban baik jiwa maupun aspek keamanan dan keselamatan publik yang semakin terancam. Korbannya bisa jadi manusia, barang maupun fasilitas publik. Geng motor atau kelompok begal itu adalah kumpulan anak-anak muda yang kebanyakan remaja tanggung (SMP dan SMA/SMK).
Secara individu setiap anggota geng motor/begal ini adalah anak yang polos dan terlihat biasa-biasa saja. Sehari-hari mereka adalah pelajar yang tidak terlihat nakal, apalagi brutal.
Masalahnya jika sudah berkumpul dalam kelompoknya, maka perilaku mereka dipengaruhi oleh ideologi kelompok. Musuh mereka adalah geng motor yang lain.
Jadi, sasaran mereka dalam berhuru-hara malam adalah mencari anggota geng motor lainnya, namun karena tidak bertemu, maka masyarakatlah yang jadi sasarannya?
Mengurai masalah geng motor harus dimulai dari orangtua.
Orangtua mungkin tidak mengawasi anak-anaknya, anaknya bergaul dengan siapa saja, ikut siapa saja, keluar ke mana saja. Orangtua mereka -yang rata-rata dari golongan ekonomi menengah ke bawah- habis waktunya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Untuk mengatasi masalah geng motor atau begal memang perlu digali lebih dalam apakah mereka itu adalah korban dari kesalahan didik orang tua, kurang kontrol orang tua terhadap pergaulan anak, himpitan ekonomi, kontrol pemerintah yang abai, lapangan kerja yang makin sulit, dan mudahnya akses mendapatkan narkoba atau minuman keras. Begitu pula menyangkut dampak berita kekerasan di media massa/elektronika, penyakit korupsi elit, gonjang ganjing politik nasional dan lokal, sangat mungkin memberi kontribusi signifikan dalam memengaruhi psikologi anak-anak.
Potensi masalah lain, makin sempitnya ruang terbuka untuk bermain telah mematikan kreativitas anak-anak muda.
Taman bermain anak makin langka, ruang kosong makin sempit, dan lain-lainnya. Kalaupun tersedia arena permainan modern, masih sulit diakses warga secara komprehensif. Semua masalah itu tentu bakal memengaruhi perilaku dan persepsi anak.
Menyelesaikan masalah geng motor/begal tidak dapat berdiri sendiri. Geng motor adalah fenomena sosial perkotaan dan merupakan dampak ketimpangan pembangunan. Pendekatan hukum pidana belaka takkan pernah menuntaskan soal geng motor/begal.
Coba mengurai geng motor atas dasar hanya pendekatan represif justru akan membuat penegak hukum lelah sendiri. Tindakan hukum pidana adalah langkah terakhir (ultimum remedium), sehingga perlu langkah bersama untuk menyelesaikan masalah geng motor/begal ini. Begitu pun jika pendekatan edukasi-persuasi tidak signifikan tindakan tegas terukur adalah solusi tepat untuk mengatasi masalah sosial tersebut.
Kebijakan pembangunan agar lebih ramah anak juga bagian dari solusi masalah sosial itu. Kesadaran bersama melalui pelibatan orang tua, tokoh agama, psikolog, sekolah-guru, merupakan pendekatan preventif-persuasif, dan itu jauh lebih efektif. Karena itu, sepanjang masalah sosial lain belum teratasi, maka persoalan geng motor akan tetap menjadi masalah serius.***
Penulis adalah Founder Ethics Care
© Copyright 2024, All Rights Reserved