Komitmen kuat Kerajaan Maroko untuk menjaga perdamaian di kawasan Afrika Utara dibuktikan dengan keberhasilan dialog Bouznika yang mempertemukan dua faksi yang kini sedang bertarung di Libya. Kedua faksi yakni Pemerintahan Nasional yang berbasis di Tripoli dipimpin Perdana Menteri Fayez Al Sarraj dan faksi Dewan Perwakilan Rakyat yang dipimpin Marshal Khalifa Haftar berbasis di Tobruk. “Kerajaan Maroko sejak awal memiliki komitmen kuat untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Bagaimana pun juga stabilitas politik di Libya diperlukan sebagai pondasi perdamaian dan pembangunan tidak hanya di Libya tapi juga di seluruh kawasan,” demikian dikatakan Presiden Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko, Teguh Santosa, dalam keterangan Selasa malam (15/9). Teguh Santosa yang juga dosen hubungan internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah mengatakan, komitmen menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Afrika Utara dan seluruh kontinen Afrika telah diperlihatkan Maroko sejak lama. Pada tahun 1961 Maroko mensponsori berdirinya Blok Kasablanka yang terdiri dari Maroko, Ghana, Aljazair, Guinea, Mesir, Mali, Libya. Dua tahun kemudian Maroko menjadi founding member dari Organization of Africa Unity (OAU) yang di tahun 1999 bermetamorfosis menjadi African Union (AU). Maroko sempat keluar dari OAU yang ikut didirikannya pada tahun 1984 sebagai bentuk protes atas keputusan OAU menerima negara boneka Sahara. Walau mengundurkan diri dari OAU, Maroko tetap memainkan peranan penting dalam menjaga perdamaian dan menopang pembangunan negara-negara Afrika. Di bulan Januari 2017 Maroko kembali bergabung dengan organisasi kawasan Afrika. “Keberhasilan dialog Bouznika adalah refleksi kecintaan Raja Muhammad VI pada perdamaian di kawasan,” ujar Teguh lagi. Konflik dan perang saudara melanda Libya setelah kejatuhan rezim Muammar Khadaffi pada tahun 2011. Di tahun 2014, upaya membangun pemerintahan yang kredibel di negara itu menemui jalan buntu yang berlarut-larut. Dalam dialog Bouznika, faksi Dewan Tinggi Negara Libya di Tripoli dan faksi Parlemen Libya di Tobruk menyatakan rasa puas karena berhasil mencapai kesepakatan yang me urut mereka komprehensif mengenai kriteria dan mekanisme menuju perdamaian. Kedua belah pihak setuju untuk melanjutkan dialog selama minggu terakhir bulan ini. Dalam pertemuan lanjutan itu akan didetailkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan perjanjian damai. Kedua faksi mengakui bahwa pertemuan tersebut berlangsung dalam suasana persahabatan dan persaudaraan. Dalam dialog tersebut, dua faksi Libya meminta PBB dan komunitas internasional mendukung upaya Maroko menciptakan kondisi yang tepat dan iklim yang kondusif dalam mencapai solusi politik yang komprehensif di Libya. Tak lupa, kedua faksi mengucapkan terima kasih kepada Kerajaan Maroko serta Raja Muhammad VI atas dukungan dan bantuan dalam mengatasi krisis Libya dan mencapai harapan rakyat Libya untuk membangun negara yang demokratis dan stabil.[R]
Komitmen kuat Kerajaan Maroko untuk menjaga perdamaian di kawasan Afrika Utara dibuktikan dengan keberhasilan dialog Bouznika yang mempertemukan dua faksi yang kini sedang bertarung di Libya. Kedua faksi yakni Pemerintahan Nasional yang berbasis di Tripoli dipimpin Perdana Menteri Fayez Al Sarraj dan faksi Dewan Perwakilan Rakyat yang dipimpin Marshal Khalifa Haftar berbasis di Tobruk. “Kerajaan Maroko sejak awal memiliki komitmen kuat untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Bagaimana pun juga stabilitas politik di Libya diperlukan sebagai pondasi perdamaian dan pembangunan tidak hanya di Libya tapi juga di seluruh kawasan,” demikian dikatakan Presiden Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko, Teguh Santosa, dalam keterangan Selasa malam (15/9). Teguh Santosa yang juga dosen hubungan internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah mengatakan, komitmen menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Afrika Utara dan seluruh kontinen Afrika telah diperlihatkan Maroko sejak lama. Pada tahun 1961 Maroko mensponsori berdirinya Blok Kasablanka yang terdiri dari Maroko, Ghana, Aljazair, Guinea, Mesir, Mali, Libya. Dua tahun kemudian Maroko menjadi founding member dari Organization of Africa Unity (OAU) yang di tahun 1999 bermetamorfosis menjadi African Union (AU). Maroko sempat keluar dari OAU yang ikut didirikannya pada tahun 1984 sebagai bentuk protes atas keputusan OAU menerima negara boneka Sahara. Walau mengundurkan diri dari OAU, Maroko tetap memainkan peranan penting dalam menjaga perdamaian dan menopang pembangunan negara-negara Afrika. Di bulan Januari 2017 Maroko kembali bergabung dengan organisasi kawasan Afrika. “Keberhasilan dialog Bouznika adalah refleksi kecintaan Raja Muhammad VI pada perdamaian di kawasan,” ujar Teguh lagi. Konflik dan perang saudara melanda Libya setelah kejatuhan rezim Muammar Khadaffi pada tahun 2011. Di tahun 2014, upaya membangun pemerintahan yang kredibel di negara itu menemui jalan buntu yang berlarut-larut. Dalam dialog Bouznika, faksi Dewan Tinggi Negara Libya di Tripoli dan faksi Parlemen Libya di Tobruk menyatakan rasa puas karena berhasil mencapai kesepakatan yang me urut mereka komprehensif mengenai kriteria dan mekanisme menuju perdamaian. Kedua belah pihak setuju untuk melanjutkan dialog selama minggu terakhir bulan ini. Dalam pertemuan lanjutan itu akan didetailkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan perjanjian damai. Kedua faksi mengakui bahwa pertemuan tersebut berlangsung dalam suasana persahabatan dan persaudaraan. Dalam dialog tersebut, dua faksi Libya meminta PBB dan komunitas internasional mendukung upaya Maroko menciptakan kondisi yang tepat dan iklim yang kondusif dalam mencapai solusi politik yang komprehensif di Libya. Tak lupa, kedua faksi mengucapkan terima kasih kepada Kerajaan Maroko serta Raja Muhammad VI atas dukungan dan bantuan dalam mengatasi krisis Libya dan mencapai harapan rakyat Libya untuk membangun negara yang demokratis dan stabil.© Copyright 2024, All Rights Reserved