Praktik yang dijalankan pada Pasar Muamalah memiliki semangat yang baik jika berbicara dalam konteks syariah. Namun, semangat itu untuk saat ini masih harus dihadapkan dengan adanya aturan mengenai fiat money yang dianut oleh seluruh negara.
Hal ini disampaikan pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin dalam talkshow "Ada Apa Dengan Pasar Muamalah" yang digelar Kantor Berita Politik RMOLSumut, Rabu (10/2).
"Kalau kita lihat dari semangatnya, kita lihat mata uang di zaman rasulullah itu masih gunakan emas dan perak. Ada semangat untuk menjalankan itu. Tapi kalau kita berhadapan dengan uu, itu memiliki konsekuensi tersendiri, karena jadi bertentangan," katanya.
Gunawan mengatakan, hingga saat ini tidak ada satupun negara yang menjadikan koin emas (dinar) dan koin perak (dirham) menjadi mata uang. Karena itu, semangat pada pasar muamalat yang kini menjadi persoalan bisa dimanfaatkan dengan menjadikan emas dan perak itu pada tataran barter.
"Misalnya ada orang yang punya arloji yang harganya Rp 2 juta. Saya mau beli, tapi tidak punya uang cash dan hanya memiliki emas 2 gram mau nggak? konteks seperti ini boleh artinay ada yang jual arlojinya seharga Rp 2 juta. Dan kita barter, itu boleh," ungkapnya.
Kondisi ini menurutnya berbeda jika dalam transaksi tersebut langsung mematok harga arloji dengan satuan harga dengan nominal dirham.
"Disitu yang bisa bertentangan dengan undang-undang, meski delik pasalnya saya nggak terlalu paham detail. Namun saya kira penegak hukum memiliki delik mengenai hal ini," sebutnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved