Hakim Merry Purba dituding telah menerima uang \'pelipur lara\' Rp 500 juta dari pengusaha Tamin Sukardi. Tudingan ini terungkap dalam kesaksian Hadi Setiawan di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta pekan lalu.
Effendi Simanjuntak menegaskan bahwa kesaksian Hadi Setiawan tersebut tidak benar karena hanya berdasarkan cerita orang yang didengar oleh saksi lalu disampaikan di persidangan.
\"Cerita itu didengar Hadi Setiawan dari Helpandi lalu disampaikan sebagai kesaksian di persidangan. Bagaimana mungkin cerita orang jadi pembenaran, itu keliru,\" tandas Effendi.
Helpandi adalah salah seorang panitera Pengadilan Tipikor Medan yang turut jadi terdakwa dalam perkara dugaan suap Tamin Sukardi kepada hakim Merry Purba.
Effendi mengatakan penetapan tersangka kliennya juga bersumber dari keterangan saksi Helpandi. Sementara, keterangan Helpandi mengenai uang untuk Merry Purba tidak didukung bukti sehingga diragukan kebenarannya. Selain itu, sebut Effendi, tidak ada pemberian uang yang bisa dibuktikan mengalir ke rekening Merry.
\"Jadi dimana salahnya klien kami sehingga dituding menerima SGD 150 ribu untuk mempengaruhi putusan Tamin Sukardi,\" ujar Effendi.
Merry Purba merupakan salah satu hakim adhoc Pengadilan Tipikor Medan yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari pengusaha Tamin Sukardi. Merry dituding menerima uang dari Tamin Sukardi melalui Helpandi, yang turut ditangkap KPK bersama Hadi Setiawan. Mereka ditangkap KPK pada 28 Agustus 2018 atau sehari pasca majelis hakim membacakan putusan perkara Tamin Sukardi yang dihukum enam tahun penjara.
Secara terpisah, pengacara Hadi Setiawan, Aldres Napitupulu juga membantah kliennya ada menyerahkan uang Rp 500 juta kepada hakim Merry Purba. Aldres mengakui bahwa klienya ada memberi uang kepada Helpandi sebesar 280 ribu dolar Singapura atau setara Rp 3 miliar. Namun, kata Aldres, kliennya curiga uang tersebut tidak diserahkan Helpandi kepada majelis hakim yang menangani perkara Tamin Sukardi. Aldres menceritakan kecurigaan itu muncul saat kleinnya bertemu dengan salah satu hakim bernama Wahyu yang menyebut bahwa perkara Tamin Sukardi tidak bisa dibantu.
\"Dari sini Hadi curiga kenapa Helpandi mengatakan uangnya untuk majelis hakim,\" ujar Aldres." itemprop="description"/>
Hakim Merry Purba dituding telah menerima uang \'pelipur lara\' Rp 500 juta dari pengusaha Tamin Sukardi. Tudingan ini terungkap dalam kesaksian Hadi Setiawan di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta pekan lalu.
Effendi Simanjuntak menegaskan bahwa kesaksian Hadi Setiawan tersebut tidak benar karena hanya berdasarkan cerita orang yang didengar oleh saksi lalu disampaikan di persidangan.
\"Cerita itu didengar Hadi Setiawan dari Helpandi lalu disampaikan sebagai kesaksian di persidangan. Bagaimana mungkin cerita orang jadi pembenaran, itu keliru,\" tandas Effendi.
Helpandi adalah salah seorang panitera Pengadilan Tipikor Medan yang turut jadi terdakwa dalam perkara dugaan suap Tamin Sukardi kepada hakim Merry Purba.
Effendi mengatakan penetapan tersangka kliennya juga bersumber dari keterangan saksi Helpandi. Sementara, keterangan Helpandi mengenai uang untuk Merry Purba tidak didukung bukti sehingga diragukan kebenarannya. Selain itu, sebut Effendi, tidak ada pemberian uang yang bisa dibuktikan mengalir ke rekening Merry.
\"Jadi dimana salahnya klien kami sehingga dituding menerima SGD 150 ribu untuk mempengaruhi putusan Tamin Sukardi,\" ujar Effendi.
Merry Purba merupakan salah satu hakim adhoc Pengadilan Tipikor Medan yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari pengusaha Tamin Sukardi. Merry dituding menerima uang dari Tamin Sukardi melalui Helpandi, yang turut ditangkap KPK bersama Hadi Setiawan. Mereka ditangkap KPK pada 28 Agustus 2018 atau sehari pasca majelis hakim membacakan putusan perkara Tamin Sukardi yang dihukum enam tahun penjara.
Secara terpisah, pengacara Hadi Setiawan, Aldres Napitupulu juga membantah kliennya ada menyerahkan uang Rp 500 juta kepada hakim Merry Purba. Aldres mengakui bahwa klienya ada memberi uang kepada Helpandi sebesar 280 ribu dolar Singapura atau setara Rp 3 miliar. Namun, kata Aldres, kliennya curiga uang tersebut tidak diserahkan Helpandi kepada majelis hakim yang menangani perkara Tamin Sukardi. Aldres menceritakan kecurigaan itu muncul saat kleinnya bertemu dengan salah satu hakim bernama Wahyu yang menyebut bahwa perkara Tamin Sukardi tidak bisa dibantu.
\"Dari sini Hadi curiga kenapa Helpandi mengatakan uangnya untuk majelis hakim,\" ujar Aldres."/>
Hakim Merry Purba dituding telah menerima uang \'pelipur lara\' Rp 500 juta dari pengusaha Tamin Sukardi. Tudingan ini terungkap dalam kesaksian Hadi Setiawan di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta pekan lalu.
Effendi Simanjuntak menegaskan bahwa kesaksian Hadi Setiawan tersebut tidak benar karena hanya berdasarkan cerita orang yang didengar oleh saksi lalu disampaikan di persidangan.
\"Cerita itu didengar Hadi Setiawan dari Helpandi lalu disampaikan sebagai kesaksian di persidangan. Bagaimana mungkin cerita orang jadi pembenaran, itu keliru,\" tandas Effendi.
Helpandi adalah salah seorang panitera Pengadilan Tipikor Medan yang turut jadi terdakwa dalam perkara dugaan suap Tamin Sukardi kepada hakim Merry Purba.
Effendi mengatakan penetapan tersangka kliennya juga bersumber dari keterangan saksi Helpandi. Sementara, keterangan Helpandi mengenai uang untuk Merry Purba tidak didukung bukti sehingga diragukan kebenarannya. Selain itu, sebut Effendi, tidak ada pemberian uang yang bisa dibuktikan mengalir ke rekening Merry.
\"Jadi dimana salahnya klien kami sehingga dituding menerima SGD 150 ribu untuk mempengaruhi putusan Tamin Sukardi,\" ujar Effendi.
Merry Purba merupakan salah satu hakim adhoc Pengadilan Tipikor Medan yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari pengusaha Tamin Sukardi. Merry dituding menerima uang dari Tamin Sukardi melalui Helpandi, yang turut ditangkap KPK bersama Hadi Setiawan. Mereka ditangkap KPK pada 28 Agustus 2018 atau sehari pasca majelis hakim membacakan putusan perkara Tamin Sukardi yang dihukum enam tahun penjara.
Secara terpisah, pengacara Hadi Setiawan, Aldres Napitupulu juga membantah kliennya ada menyerahkan uang Rp 500 juta kepada hakim Merry Purba. Aldres mengakui bahwa klienya ada memberi uang kepada Helpandi sebesar 280 ribu dolar Singapura atau setara Rp 3 miliar. Namun, kata Aldres, kliennya curiga uang tersebut tidak diserahkan Helpandi kepada majelis hakim yang menangani perkara Tamin Sukardi. Aldres menceritakan kecurigaan itu muncul saat kleinnya bertemu dengan salah satu hakim bernama Wahyu yang menyebut bahwa perkara Tamin Sukardi tidak bisa dibantu.
\"Dari sini Hadi curiga kenapa Helpandi mengatakan uangnya untuk majelis hakim,\" ujar Aldres."/>
Hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Medan Merry Purba mengaku tidak pernah menerima uang Rp 500 juta dari Tamin Sukardi, sebagaimana yang disebut salah seorang saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta belum lama ini.
Pengacara Merry Purba, Effendi Lod Simanjuntak menyatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima kucuran uang Rp 500 juta dari Tamin Sukardi. Effendi menyebut keliru bila ada orang yang menyeret nama kleinnya terlibat dalam penerimaan uang saat menangani perkara Tamin Sukardi. Menurutnya, semua itu hanya karangan cerita yang tidak berdasarkan fakta.
"Kami sangat menyayangkan jika ada orang yang mengarang cerita tidak benar tentang klien saya. Sebab faktanya memang klien saya tidak pernah menerima uang dari Tamin Sukardi," kata Effendi Lod Simanjuntak kepada wartawan di Medan, Selasa (5/2).
Hakim Merry Purba dituding telah menerima uang 'pelipur lara' Rp 500 juta dari pengusaha Tamin Sukardi. Tudingan ini terungkap dalam kesaksian Hadi Setiawan di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta pekan lalu.
Effendi Simanjuntak menegaskan bahwa kesaksian Hadi Setiawan tersebut tidak benar karena hanya berdasarkan cerita orang yang didengar oleh saksi lalu disampaikan di persidangan.
"Cerita itu didengar Hadi Setiawan dari Helpandi lalu disampaikan sebagai kesaksian di persidangan. Bagaimana mungkin cerita orang jadi pembenaran, itu keliru," tandas Effendi.
Helpandi adalah salah seorang panitera Pengadilan Tipikor Medan yang turut jadi terdakwa dalam perkara dugaan suap Tamin Sukardi kepada hakim Merry Purba.
Effendi mengatakan penetapan tersangka kliennya juga bersumber dari keterangan saksi Helpandi. Sementara, keterangan Helpandi mengenai uang untuk Merry Purba tidak didukung bukti sehingga diragukan kebenarannya. Selain itu, sebut Effendi, tidak ada pemberian uang yang bisa dibuktikan mengalir ke rekening Merry.
"Jadi dimana salahnya klien kami sehingga dituding menerima SGD 150 ribu untuk mempengaruhi putusan Tamin Sukardi," ujar Effendi.
Merry Purba merupakan salah satu hakim adhoc Pengadilan Tipikor Medan yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari pengusaha Tamin Sukardi. Merry dituding menerima uang dari Tamin Sukardi melalui Helpandi, yang turut ditangkap KPK bersama Hadi Setiawan. Mereka ditangkap KPK pada 28 Agustus 2018 atau sehari pasca majelis hakim membacakan putusan perkara Tamin Sukardi yang dihukum enam tahun penjara.
Secara terpisah, pengacara Hadi Setiawan, Aldres Napitupulu juga membantah kliennya ada menyerahkan uang Rp 500 juta kepada hakim Merry Purba. Aldres mengakui bahwa klienya ada memberi uang kepada Helpandi sebesar 280 ribu dolar Singapura atau setara Rp 3 miliar. Namun, kata Aldres, kliennya curiga uang tersebut tidak diserahkan Helpandi kepada majelis hakim yang menangani perkara Tamin Sukardi. Aldres menceritakan kecurigaan itu muncul saat kleinnya bertemu dengan salah satu hakim bernama Wahyu yang menyebut bahwa perkara Tamin Sukardi tidak bisa dibantu.
"Dari sini Hadi curiga kenapa Helpandi mengatakan uangnya untuk majelis hakim," ujar Aldres.
Hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Medan Merry Purba mengaku tidak pernah menerima uang Rp 500 juta dari Tamin Sukardi, sebagaimana yang disebut salah seorang saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta belum lama ini.
Pengacara Merry Purba, Effendi Lod Simanjuntak menyatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima kucuran uang Rp 500 juta dari Tamin Sukardi. Effendi menyebut keliru bila ada orang yang menyeret nama kleinnya terlibat dalam penerimaan uang saat menangani perkara Tamin Sukardi. Menurutnya, semua itu hanya karangan cerita yang tidak berdasarkan fakta.
"Kami sangat menyayangkan jika ada orang yang mengarang cerita tidak benar tentang klien saya. Sebab faktanya memang klien saya tidak pernah menerima uang dari Tamin Sukardi," kata Effendi Lod Simanjuntak kepada wartawan di Medan, Selasa (5/2).
Hakim Merry Purba dituding telah menerima uang 'pelipur lara' Rp 500 juta dari pengusaha Tamin Sukardi. Tudingan ini terungkap dalam kesaksian Hadi Setiawan di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta pekan lalu.
Effendi Simanjuntak menegaskan bahwa kesaksian Hadi Setiawan tersebut tidak benar karena hanya berdasarkan cerita orang yang didengar oleh saksi lalu disampaikan di persidangan.
"Cerita itu didengar Hadi Setiawan dari Helpandi lalu disampaikan sebagai kesaksian di persidangan. Bagaimana mungkin cerita orang jadi pembenaran, itu keliru," tandas Effendi.
Helpandi adalah salah seorang panitera Pengadilan Tipikor Medan yang turut jadi terdakwa dalam perkara dugaan suap Tamin Sukardi kepada hakim Merry Purba.
Effendi mengatakan penetapan tersangka kliennya juga bersumber dari keterangan saksi Helpandi. Sementara, keterangan Helpandi mengenai uang untuk Merry Purba tidak didukung bukti sehingga diragukan kebenarannya. Selain itu, sebut Effendi, tidak ada pemberian uang yang bisa dibuktikan mengalir ke rekening Merry.
"Jadi dimana salahnya klien kami sehingga dituding menerima SGD 150 ribu untuk mempengaruhi putusan Tamin Sukardi," ujar Effendi.
Merry Purba merupakan salah satu hakim adhoc Pengadilan Tipikor Medan yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dari pengusaha Tamin Sukardi. Merry dituding menerima uang dari Tamin Sukardi melalui Helpandi, yang turut ditangkap KPK bersama Hadi Setiawan. Mereka ditangkap KPK pada 28 Agustus 2018 atau sehari pasca majelis hakim membacakan putusan perkara Tamin Sukardi yang dihukum enam tahun penjara.
Secara terpisah, pengacara Hadi Setiawan, Aldres Napitupulu juga membantah kliennya ada menyerahkan uang Rp 500 juta kepada hakim Merry Purba. Aldres mengakui bahwa klienya ada memberi uang kepada Helpandi sebesar 280 ribu dolar Singapura atau setara Rp 3 miliar. Namun, kata Aldres, kliennya curiga uang tersebut tidak diserahkan Helpandi kepada majelis hakim yang menangani perkara Tamin Sukardi. Aldres menceritakan kecurigaan itu muncul saat kleinnya bertemu dengan salah satu hakim bernama Wahyu yang menyebut bahwa perkara Tamin Sukardi tidak bisa dibantu.
"Dari sini Hadi curiga kenapa Helpandi mengatakan uangnya untuk majelis hakim," ujar Aldres.