Sejumlah partai politik melakukan aksi mendaftar bareng ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menjadi bakal calon peserta pemilu 2024.
Meski disebtu sebagai bagian dari komitmen berkoalisi pada Pemilu 2024, namun hal ini justru mendapat kritikan karena dinilai menghilangkan substansi demokrasi.
Pengamat politik Universitas Esa Unggul Jamiludin Ritonga mengatakan aksi-aksi mendaftar bareng itu tak ubahnya seperti politik sirkus.
"Jadi, cara KIB dan Gerinda-PKB membangun image bukanlah substansi dari demokrasi. Cara instan seperti itu justru mengaburkan substansi demokrasi," demkian kata Jamiludin kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/8).
Jamiludin berpendapat dalam sistem demokrasi justru tak harus menonjolkan kesamaan yang muncul hanya dipermukaan. Bagi mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini, cara demikian sangat tidak mendidik masyarakat dalam upaya mengedukasi berdemokrasi yang substansial.
"Karena itu, keinginan berkoalisi tidak perlu dilakoni dengan karnaval ke KPU. Setiap partai politik cukup mendaftar sendiri. Sebab, yang mendaftar itu masing-masing partai politik, bukan koalisi partai," jelas Jamiludin.
Dalam pandangan Jamiludin, berbeda dengan pendaftaran Capres, partai koalisi diharuskan datang ke KPU. Mereka hadir ke KPU bukan untuk pamer kekompakan, tapi karena mereka memang harus ikut memberikan dukungan sebagai pengusung.
Ia melihat, partai politik sudah seharusnya mengedukasi masyarakat untuk berdemokrasi substansil dalam setiap tahap Pemilu.
"Untuk itu, pendekatan karnaval dan sirkus sudah saatnya ditanggalkan. Itu diperlukan agar masyarakat mendapat manfaat dari tahapan pemilu sebagai proses berdemokrasi," pungkas Jamiludin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved