- Minggu Depan DPRD Sumut Surati Gubernur Soal KPID Terpilih 2022-2027
- Somasi DPRD Sumut Terkait LAHP Ombudsman, Kuasa Hukum Ancam Bongkar Dugaan Suap Seleksi KPID 2021-2024
- Klarifikasi Pimpinan Dewan Hingga Libatkan Ahli, Begini Proses Laporan Maladministrasi Seleksi KPID Sumut di Ombudsman
Baca Juga
Biar saja testimoni ini jadi lelucon, termasuk bagi Ketua dan Anggota Komisi A DPRD Sumut. Saya, selaku Calon Anggota KPID Sumut, orang yang siap mengabdi untuk negara melalui lembaga negara independen KPID, harus siap untuk mengikuti Fit and Proper Test (FPT) tahap pendalaman visi dan misi.
Saya menganggap FPT itu hal sangat serius, bukan saja karena berhadapan dengan tokoh-tokoh pilihan rakyat Sumut, tapi juga karena mereka adalah orang-orang terhormat yang harus terlibat dalam pengawasan dunia penyiaran di Sumut.
Selain itu, saya menganggap, FPT itulah yang menjadi poin penilaian utama. Di situ saya punya kesempatan untuk menunjukkan keseriusan, kesungguhan, kegigihan dan ketangguhan. Kata Pak @Dr. Topan WM, ini cara kita untuk mengambil nilai terbesar.
Maka, pada jadwal yang ditentukan, saya siapkan segala sesuatu yang disyaratkan, termasuk tampil sopan dan penuh rasa hormat. Lebih-lebih lagi membawa bahan presentasi yang juga saya print dan gandakan hingga 20 eksemplar (total biaya lebih dari Rp 300.000,-) pada pagi harinya sembari jalan menuju DPRD Sumut, ruang rapat Komisi A.
Sampai di depan Anggota yang jumlahnya tak lebih separoh Komisi A, saya dipersilahkan presentasi tentang visi dan misi saya, yaitu: Penguatan Lembaga KPID Sumut dalam Mendorong Pemenuhan Standar Kualitas Siaran dan Meningkatkan Literasi Media untuk Mewujudkan Sumut yang Cerdas.
Selain pimpinan sidang, hanya dua orang yang nampaknya tertarik mendalami:
Pak Rahim Siregar mencoba melihat pemikiran saya tentang gambaran lebih teknis dalam misi penguatan KPID Sumut sebagai lembaga dan mempertanyakan mengapa kupasan saya tentang kualitas siaran tidak menyinggung soal materi muatan lokal.
Selanjutnya, Ibu Mega Zebua yang menyoal materi siaran yang menurutnya jarang atau tidak pernah memberitakan problematika pengelolaan dana desa. Ibu ini sempat mendalami misi saya hingga tiga pertanyaan berlapis.
Itu saja. Saya berusaha untuk menggambarkan apa yang mungkin dan dapat dilakukan sebagai komisioner.
Saya sangat maklum, ketika ada Anggota Komisi A yang belum cukup memahami dunia penyiaran dan kewenangan anggota KPID, serta apa beda KPID Sumut dan lembaga penyiaran. Saya berusaha tetap santun dan hormat menyampaikan bahwa ketika lembaga penyiaran tidak mengangkat persoalan pengelolaan Dana Desa, KPID hanya bisa memberikan motivasi dan tidak boleh ikut menyiarkan. Persepsi tentang KPID itu saya kira tidak pas.
Tapi, itulah secuil FPT versi Komisi A. Saya rasa, kalau hanya dengan dua pertanyaan itu, mereka tidak bisa menyimpulkan bahwa saya tidak layak dan tidak patut. Apa yang mereka (hanya dua-tiga orang) nilai, bagaimana mereka menilainya, seperti apa nilainya? Unsur yang mana yang mereka anggap memberi poin? Bagaimana kriteria penilaiannya dan apa saja kriterianya? Seperti apa nilai untuk masing-masing kriterianya, apakah pakai rank antara 10-100, atau hanya A, B, C dan D seperti halnya skripsi saat kuliah S1?
Kalau hanya tiga anggota yang menilai, berapa variasi nilai mereka (50, 60 atau 80) terhadap saya? Apakah dari variasi nilai itu mereka memutuskan saya ini lebih layak dan lebih patut atau sebaliknya?
Kalau ada kriteria penilaian yang jelas dari setiap anggota Komisi A terhadap semua calon komisioner, mana lembar scoring-nya? Berapa total nilai masing-masing, berapa atau apa nilai saya?
Tanpa keadaan seperti yang saya deskripsikan di atas, mustahil mereka bisa menilai siapa tujuh orang yang paling layak dan paling patut daripada 14 calon lainnya. MUSTAHIL!
Hal lain, yang saya anggap jadi poin adalah respon publik dari uji publik yang mereka gelar. Walau mereka tidak menyatakan dengan tegas, terbuka dan dipublikasi jadwal 10 hari sebelum FPT, saya berharap ada poin dari uji publik itu. Sehingga nilai uji publik itu jadi tambahan dalam penilaian FPT.
Kalau ternyata ada nilai, tanpa penilaian seperti di atas, semua bahan, makalah dan forto folio yang dibawa calon dan seluruh rangkaian FPT itu hanya kamuplase.
Jika itu hanya kamuplase (kebohonhan), berarti 14 orang yang sebagian masih dapat kualifikasi calon cadangan itu dijebak dengan mekanisme yang manipulatif, sehingga sekonyong-konyong memang ada kapasitas untuk memilih tujuh orang dan tidak memilih 14 calon lainnya.
Lalu, kalau bukan dengan mekanisme tertentu seperti yang sudah umum, dengan apa mereka memilih? Ada model penilaian lain yang kalau dibuka hanya sekedar "tarian" tersembunyi yang menentukan "harga-harga di pasar"?
Siapa sebenarnya "penari seksi" dalam Seleksi Calon Anggota KPID Sumut 2021-2024?***
Penulis adalah Calon Anggota KPID Sumut Dan Anggota DPRD Madina Priode 2014-2019
- Minggu Depan DPRD Sumut Surati Gubernur Soal KPID Terpilih 2022-2027
- Somasi DPRD Sumut Terkait LAHP Ombudsman, Kuasa Hukum Ancam Bongkar Dugaan Suap Seleksi KPID 2021-2024
- Klarifikasi Pimpinan Dewan Hingga Libatkan Ahli, Begini Proses Laporan Maladministrasi Seleksi KPID Sumut di Ombudsman