Perkumpulan untuk Demokrasi (Perludem) menilai ada indikasi sepele terkait keputusan melanjutkan Pilkada serentak di era Pandemi Covid 19. Padahal, desakan untuk menunda pilkada terus digaungkan elemen masyarakat termasuk ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan jiga konfederasi wali gereja. "Tentu itu (keputusan melanjutkan Pilkada) suatu hal yang mengecewakan," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyati dalam jumpa pers virtual, Selasa (22/9). "Sebetulnya menunda pilkada itu bukan mendorong pelaksanaan dilaksanakan setelah pamdemi Covid-nya berakhir. Tapi setidaknya kalau pilkada itu ditunda kita punya waktu lebih panjang dan lebih siap dari segi teknis penyelenggaraan pemilunya," paparnya. Sosok yang kerab disapa Ninis ini menyatakan, situasi Covid-19 di dalam negeri saat ini belum membaik. Karenanya jika pelaksanaan pilkada dipaksakan akan banyak orang yang mungkin terpapar virus asal Wuhan, China tersebut. "Fakta bahwa sudah banyak teman kita yang terinfeksi positif Covid-19. Tentu kita juga tidak ingin angka ini semakin naik dan semakin berdampak ke banyak orang," ungkapnya. Lebih lanjut, Ninis menilai hasil kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama pemerintah dan juga penyelenggara pemilu kemarin terlihat menyepelekan persoalan. Karena, belum ada kepastian hukum yang mampu menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat dari Covid-19. "Karena kalau kita lihat dari hasil kesimpulan kemarin sepertinya mensimplifiksi (menyepelekan) bahwa semuanya bisa diatur di PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum). Padahal PKPU sendiri rujukannya adalah UU pemilihan, di mana UU pemilihan kita sendiri tidak mengatur teknis yang lebih adaptif dengan situasi kali ini," bebernya. "Untuk itulah kami masyarakat sipil bergabung menyatakan sikap terkait keputusan pemerintah, Komisi II DPR dan juga penyelenggara pemilu tersebut," demikian Khoirunnisa Agustyati.[R]
Perkumpulan untuk Demokrasi (Perludem) menilai ada indikasi sepele terkait keputusan melanjutkan Pilkada serentak di era Pandemi Covid 19. Padahal, desakan untuk menunda pilkada terus digaungkan elemen masyarakat termasuk ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan jiga konfederasi wali gereja. "Tentu itu (keputusan melanjutkan Pilkada) suatu hal yang mengecewakan," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyati dalam jumpa pers virtual, Selasa (22/9). "Sebetulnya menunda pilkada itu bukan mendorong pelaksanaan dilaksanakan setelah pamdemi Covid-nya berakhir. Tapi setidaknya kalau pilkada itu ditunda kita punya waktu lebih panjang dan lebih siap dari segi teknis penyelenggaraan pemilunya," paparnya. Sosok yang kerab disapa Ninis ini menyatakan, situasi Covid-19 di dalam negeri saat ini belum membaik. Karenanya jika pelaksanaan pilkada dipaksakan akan banyak orang yang mungkin terpapar virus asal Wuhan, China tersebut. "Fakta bahwa sudah banyak teman kita yang terinfeksi positif Covid-19. Tentu kita juga tidak ingin angka ini semakin naik dan semakin berdampak ke banyak orang," ungkapnya. Lebih lanjut, Ninis menilai hasil kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama pemerintah dan juga penyelenggara pemilu kemarin terlihat menyepelekan persoalan. Karena, belum ada kepastian hukum yang mampu menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat dari Covid-19. "Karena kalau kita lihat dari hasil kesimpulan kemarin sepertinya mensimplifiksi (menyepelekan) bahwa semuanya bisa diatur di PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum). Padahal PKPU sendiri rujukannya adalah UU pemilihan, di mana UU pemilihan kita sendiri tidak mengatur teknis yang lebih adaptif dengan situasi kali ini," bebernya. "Untuk itulah kami masyarakat sipil bergabung menyatakan sikap terkait keputusan pemerintah, Komisi II DPR dan juga penyelenggara pemilu tersebut," demikian Khoirunnisa Agustyati.© Copyright 2024, All Rights Reserved