Kondisi ini ibarat makan buah simalakama, karena ada banyak kegiatan yang diduga telah dilaksanakan sebelum Perubahan APBD. Jika tidak ada Perubahan APBD, maka kegiatan yang diduga telah dilaksanakan tidak memiliki dasar pelaksanaan. Jika Perubahan APBD dibuka lagi, maka terpaksa melanggar Tata Tertib DPRD dan peraturan lainnya. Kondisi ini merupakan puncak gunung es persoalan hubungan Gubernur, TAPD dan DPRD. Apabila tetap dilanjutkan, maka potensi terjadinya masalah hukum sangat terbuka.
Pilihan terbaik untuk menghindari persoalan hukum yang mungkin muncul di kemudian hari adalah menjadikan Keputusan Sidang Paripurna DPRD selasa 27 Agustus 2019 yang didasari Pasal 97 Ayat 5 PP No.12 Tahun 2018 pilihan absolut. Keputusan untuk menyerahkannya kepada Kemendagri tanpa Persetujuan Bersama DPRD dan Gubernur adalah keputusan terbaik dan sesuai aturan. Keputusan tersebut telah diputuskan secara sah dan meyakinkan.***
Sutrisno Pangaribuan, ST
Ketua Komisi D DPRD Sumut
" itemprop="description"/>
Kondisi ini ibarat makan buah simalakama, karena ada banyak kegiatan yang diduga telah dilaksanakan sebelum Perubahan APBD. Jika tidak ada Perubahan APBD, maka kegiatan yang diduga telah dilaksanakan tidak memiliki dasar pelaksanaan. Jika Perubahan APBD dibuka lagi, maka terpaksa melanggar Tata Tertib DPRD dan peraturan lainnya. Kondisi ini merupakan puncak gunung es persoalan hubungan Gubernur, TAPD dan DPRD. Apabila tetap dilanjutkan, maka potensi terjadinya masalah hukum sangat terbuka.
Pilihan terbaik untuk menghindari persoalan hukum yang mungkin muncul di kemudian hari adalah menjadikan Keputusan Sidang Paripurna DPRD selasa 27 Agustus 2019 yang didasari Pasal 97 Ayat 5 PP No.12 Tahun 2018 pilihan absolut. Keputusan untuk menyerahkannya kepada Kemendagri tanpa Persetujuan Bersama DPRD dan Gubernur adalah keputusan terbaik dan sesuai aturan. Keputusan tersebut telah diputuskan secara sah dan meyakinkan.***
Sutrisno Pangaribuan, ST
Ketua Komisi D DPRD Sumut
"/>
Kondisi ini ibarat makan buah simalakama, karena ada banyak kegiatan yang diduga telah dilaksanakan sebelum Perubahan APBD. Jika tidak ada Perubahan APBD, maka kegiatan yang diduga telah dilaksanakan tidak memiliki dasar pelaksanaan. Jika Perubahan APBD dibuka lagi, maka terpaksa melanggar Tata Tertib DPRD dan peraturan lainnya. Kondisi ini merupakan puncak gunung es persoalan hubungan Gubernur, TAPD dan DPRD. Apabila tetap dilanjutkan, maka potensi terjadinya masalah hukum sangat terbuka.
Pilihan terbaik untuk menghindari persoalan hukum yang mungkin muncul di kemudian hari adalah menjadikan Keputusan Sidang Paripurna DPRD selasa 27 Agustus 2019 yang didasari Pasal 97 Ayat 5 PP No.12 Tahun 2018 pilihan absolut. Keputusan untuk menyerahkannya kepada Kemendagri tanpa Persetujuan Bersama DPRD dan Gubernur adalah keputusan terbaik dan sesuai aturan. Keputusan tersebut telah diputuskan secara sah dan meyakinkan.***
SIDANG Paripurna dengan agenda Pengambilan Keputusan Bersama DPRD dan Gubernur Sumatera Utara terhadap Ranperda tentang Rancangan Perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2019 telah diselenggarakan Selasa 27 Agustus 2019. Ketua DPRD sepenuhnya telah menunjukkan martabat dengan mematuhi tata tertib DPRD dan PP No.12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pasal 97 Ayat (5) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk menetapkan APBD, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan penyelesaiannya diserahkan kepada Menteri untuk provinsi dan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk kabupaten/kota.
Setelah mendapat tanggapan dari peserta Sidang Paripurna, Ketua DPRD dengan tegas, lugas, mengetuk palu secara sah dan meyakinkan menyerahkan dokumen RAPBD Perubahan Provinsi Sumatera Utara TA.2019 tanpa persetujuan bersama kepada Kementerian Dalam Negeri. Maka seluruh Anggota DPRD hanya akan membahas Ranperda APBD TA.2020 pada Kamis 12 September 2020.
Namun belakangan beredar informasi bahwa akan ada Sidang Paripurna yang dijadwalkan Rabu 4 September 2019 dengan salah satu agenda Pengambilan Keputusan Bersama DPRD dan Gubernur Sumatera Utara terhadap Ranperda tentang Rancangan Perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2019. Surat undangan untuk Sidang Paripurna tersebut ditandatangani oleh Ketua DPRD. Ketua DPRD telah menutup pembahasan Ranperda APBD Perubahan TA.2019, beliau juga hendak membukanya kembali. Pembahasan sudah dimatikan, lalu dihidupkan kembali.
Upaya untuk menyesuaikan keinginan oknum-oknum dari pimpinan dan Anggota DPRD dan TAPD agar paripurna dapat dihidupkan kembali, maka dikirimlah utusan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri. Meminta petunjuk menghidupkan kembali paripurna. Informasi dari utusan tersebut, bahwa Kemendagri memberi isyarat bahwa persetujuan dapat dilakukan sebelum akhir september 2019. Mereka pasti menafsirkan bahwa paripurna dapat dihidupkan kembali hingga akhir September 2019.
Dalam hal ini, Kemendagri hanya berpedoman pada Permendagri No.38 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan APBD TA.2019, Tabel 6 Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan Perubahan APBD, Nomor 5, pengambilan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah, paling lambat 30 September 2019. Dalam bagian keterangan diuraikan paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir. Kemendagri sama sekali tidak merujuk pada Pasal 97 Ayat 5 PP No.12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD.
Pernyataan Kemendagri tidak dapat mengabaikan keputusan Sidang Paripurna DPRD, pun tidak dapat bertentangan dengan peraturan lainnya. Oleh karenanya, siapapun pihak yang berusaha mengadakan sidang paripurna DPRD untuk APBD Perubahan TA.2019 melanggar Tata Tertib DPRD, Melanggar PP No.12 Tahun 2018. Jika ada pihak yang tetap ngotot, maka patut diduga ada "sesuatu" yang berkaitan dengan kepentingan pribadi maupun kelompok.
Kondisi ini ibarat makan buah simalakama, karena ada banyak kegiatan yang diduga telah dilaksanakan sebelum Perubahan APBD. Jika tidak ada Perubahan APBD, maka kegiatan yang diduga telah dilaksanakan tidak memiliki dasar pelaksanaan. Jika Perubahan APBD dibuka lagi, maka terpaksa melanggar Tata Tertib DPRD dan peraturan lainnya. Kondisi ini merupakan puncak gunung es persoalan hubungan Gubernur, TAPD dan DPRD. Apabila tetap dilanjutkan, maka potensi terjadinya masalah hukum sangat terbuka.
Pilihan terbaik untuk menghindari persoalan hukum yang mungkin muncul di kemudian hari adalah menjadikan Keputusan Sidang Paripurna DPRD selasa 27 Agustus 2019 yang didasari Pasal 97 Ayat 5 PP No.12 Tahun 2018 pilihan absolut. Keputusan untuk menyerahkannya kepada Kemendagri tanpa Persetujuan Bersama DPRD dan Gubernur adalah keputusan terbaik dan sesuai aturan. Keputusan tersebut telah diputuskan secara sah dan meyakinkan.***
Sutrisno Pangaribuan, ST
Ketua Komisi D DPRD Sumut
SIDANG Paripurna dengan agenda Pengambilan Keputusan Bersama DPRD dan Gubernur Sumatera Utara terhadap Ranperda tentang Rancangan Perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2019 telah diselenggarakan Selasa 27 Agustus 2019. Ketua DPRD sepenuhnya telah menunjukkan martabat dengan mematuhi tata tertib DPRD dan PP No.12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pasal 97 Ayat (5) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk menetapkan APBD, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan penyelesaiannya diserahkan kepada Menteri untuk provinsi dan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk kabupaten/kota.
Setelah mendapat tanggapan dari peserta Sidang Paripurna, Ketua DPRD dengan tegas, lugas, mengetuk palu secara sah dan meyakinkan menyerahkan dokumen RAPBD Perubahan Provinsi Sumatera Utara TA.2019 tanpa persetujuan bersama kepada Kementerian Dalam Negeri. Maka seluruh Anggota DPRD hanya akan membahas Ranperda APBD TA.2020 pada Kamis 12 September 2020.
Namun belakangan beredar informasi bahwa akan ada Sidang Paripurna yang dijadwalkan Rabu 4 September 2019 dengan salah satu agenda Pengambilan Keputusan Bersama DPRD dan Gubernur Sumatera Utara terhadap Ranperda tentang Rancangan Perubahan APBD Provinsi Sumatera Utara TA.2019. Surat undangan untuk Sidang Paripurna tersebut ditandatangani oleh Ketua DPRD. Ketua DPRD telah menutup pembahasan Ranperda APBD Perubahan TA.2019, beliau juga hendak membukanya kembali. Pembahasan sudah dimatikan, lalu dihidupkan kembali.
Upaya untuk menyesuaikan keinginan oknum-oknum dari pimpinan dan Anggota DPRD dan TAPD agar paripurna dapat dihidupkan kembali, maka dikirimlah utusan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri. Meminta petunjuk menghidupkan kembali paripurna. Informasi dari utusan tersebut, bahwa Kemendagri memberi isyarat bahwa persetujuan dapat dilakukan sebelum akhir september 2019. Mereka pasti menafsirkan bahwa paripurna dapat dihidupkan kembali hingga akhir September 2019.
Dalam hal ini, Kemendagri hanya berpedoman pada Permendagri No.38 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan APBD TA.2019, Tabel 6 Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan Perubahan APBD, Nomor 5, pengambilan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah, paling lambat 30 September 2019. Dalam bagian keterangan diuraikan paling lambat 3 bulan sebelum tahun anggaran berakhir. Kemendagri sama sekali tidak merujuk pada Pasal 97 Ayat 5 PP No.12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD.
Pernyataan Kemendagri tidak dapat mengabaikan keputusan Sidang Paripurna DPRD, pun tidak dapat bertentangan dengan peraturan lainnya. Oleh karenanya, siapapun pihak yang berusaha mengadakan sidang paripurna DPRD untuk APBD Perubahan TA.2019 melanggar Tata Tertib DPRD, Melanggar PP No.12 Tahun 2018. Jika ada pihak yang tetap ngotot, maka patut diduga ada "sesuatu" yang berkaitan dengan kepentingan pribadi maupun kelompok.
Kondisi ini ibarat makan buah simalakama, karena ada banyak kegiatan yang diduga telah dilaksanakan sebelum Perubahan APBD. Jika tidak ada Perubahan APBD, maka kegiatan yang diduga telah dilaksanakan tidak memiliki dasar pelaksanaan. Jika Perubahan APBD dibuka lagi, maka terpaksa melanggar Tata Tertib DPRD dan peraturan lainnya. Kondisi ini merupakan puncak gunung es persoalan hubungan Gubernur, TAPD dan DPRD. Apabila tetap dilanjutkan, maka potensi terjadinya masalah hukum sangat terbuka.
Pilihan terbaik untuk menghindari persoalan hukum yang mungkin muncul di kemudian hari adalah menjadikan Keputusan Sidang Paripurna DPRD selasa 27 Agustus 2019 yang didasari Pasal 97 Ayat 5 PP No.12 Tahun 2018 pilihan absolut. Keputusan untuk menyerahkannya kepada Kemendagri tanpa Persetujuan Bersama DPRD dan Gubernur adalah keputusan terbaik dan sesuai aturan. Keputusan tersebut telah diputuskan secara sah dan meyakinkan.***