SEJAK INDONESIA memasuki era reformasi melalui pergolakan yang terjadi tepatnya turunnya Presiden Soeharto pada tahun 1998, saat itu jugalah alam demokrasi terbuka sangat luas. Kemudian tentu sangat banyak perubahan yang terjadi dan akan terjadi terkhusus di Institusi-institusi Pemerintahan.
Secara umum tujuan Reformasi adalah untuk menciptakan demokrasi dikalangan masyarakat dan negara agar mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa dan negara yang terkandung nilai-nilainya di amanat UUD 1945. Kemudian sebagai salah satu contoh Institusi yaitu Polisi Republik Indonesia (polri) bahwasanya polri sebagai institusi yang memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat apalagi dengan arah baru yang dinamakan Reformasi Birokrasi Polri (RBP), maka perlu institusi ini tetap harus menunjukkan signifikansi yang tinggi untuk ikut membantu amanat UUD 1945.
Sesuai tugasnya Polri sebagai Pelindung, Pengayom dan Pelayan masyarakat, internal polri tentu harus terlebih dahulu mampu melaksanakan tiga point tersebut agar efek pelaksanaannya ke lingkungan masyarakat berjalan dengan sebaik-baik mungkin dan meluas sehingga terciptanya dukungan penuh tentang demokrasi itu sendiri secara utuh.
Beberapa hari ini di Provinsi Sumatera Utara terkait dengan intitusi polri secara horizontal yaitu di tingkatan Polda umunya masyarakat di Sumut mengenal dengan sebutan Poldasu.
Poldasu yang dipimpin oleh seorang Kapolda bernama Brigjen Pol Agus Andrianto yang dilantik Senin, 20 Agustus 2018, maka sejak saat itu Brigjen Pol Agus Andrianto resmi menjabat sebagai Kapolda Sumut untuk menjalankan tugas, fungsi serta perannya.
Pekerjaan baru sedang menanti Kapolda walaupun memang bukan hal yang baru bersentuhan dengan masyarakat di Sumut karena sebelumnya pernah menjadi Wakapoldasu. Tetapi, kebijakan secara utuh persoalan tentang kebijakan yang dikeluarkan oleh Poldasu ada di tangan Brigjen Pol Agus Andrianto.
Tidak bisa juga dilepaskan Kapolda sebagai pejabat publik dilihat dari segi tugasnya Polri salah satunya sebagai pelayanan masyarakat. Untuk itu Kapolda harus betul-betul melihat kebutuhan masyarakat secara umum dari segi pelayanan kepolisian sebelum bertindak, mendengarkan masukan dari semua kalangan dan tidak tebang pilih. Memasuki bulan Pilpres dan Pileg tentu menjadi tugas yang cukup berat juga untuk Kapoldasu terkait bagaimana netralitas sebagai pejabat publik dan khusunya sebagai Kapolda di Sumut yang ragam masyarakatnya sangat banyak.
Hampir satu minggu belakangan ini beredar di media pemberitaan tentang Kapoldasu, tokoh publik, dan masyarakat mulai dari pengamanan yang bersifat pengajian, dialog kebangsaan dan lain sebagainya. Brigjen Pol Agus Andrianto pernah menjadi sorotan publik terkait hal dalam konfrensi persnya pernah menyampaikan redaksi bahasa yang memyebabkan adanya tendensi di antara beberapa kalangan, kurang lebih redaksinya mereka belum berkuasa sudah seperti ini†redaksi yang seperti ini terkadang menimbulkan multi tafsir apalagi di saat-saat tendensi politik yang sangat tinggi seperti sekarang ini. Beberapa hari kemudian, seorang tokoh di Sumut yang juga anggota DPR RI dari partai Gerindra yaitu Raden Muhammad Syafii atau akrab disapa Romo Syafii menyambut redaksi bahasa Kapoldasu tersebut dengan kesimpulan bahasanya kurang lebihnya seperti ini Kapolda Harus Dicopot karena tidak netral,â€.
Masyarakat yang notabene sangat beragam tentu melihat kondisi ini menyita perhatian mereka baik dari kalangan intelektual, oragnisasi mahasiswa, organisasi kemasyarakatan bahkan juga paling terdepan kalangan politisi. Seperti contoh adanya aksi-aksi solidaritas mendukung Kapolda atau #Savekapolda, kemudian Aksi mengutuk pernyataan Romo yang saya fikir titik permasalan ini jauh dari ragam masyarakat Sumut dan demokrasi yang kita harapkan.
Kemudian juga Tendensi yang sangat tinggi saat ini tentu banyak yang memanfaatkannya apakah itu pihak-pihak yang ingin membawa ini ke ranah politik untuk kepentingan kelompoknya atau salah satu paslon dan kepentingan lainnya. Fokus lainnya sebenarnya adalah soal masyarakat sumut, agar hal-hal yang bersifat tendensi politik seperti ini kiranya jangan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Alangkah lebih baiknya pokok persoalannya yang ada di Kapolda Sumut dan Romo, dimana redaksi keduanya ini menimbulkan saling serang diantara beberapa pihak yang satu dengan yang lain. Sebagai Kapolda/Pejabat Publik kiranya harus bisa mnciptakan suasana damai dan demokrasi di kalangan masyarakat, kelompok, tokoh dan bahkan individu.
Begitu juga dengan Romo sebagai Tokoh Sumut harus bisa memberikan kesejukan di saat-saat seperti ini menjadikan kepentingan umum diatas kepentingan kelompok. Karena permasalahan yang seperti ini akan bergulir sampai kepada titik perpecahan jika tidak ada yang mencegahnya.
*Direktur Pendidikan Lembaga Edukasi dan Advokasi Demokrasi dan Ekonomi Rakyat
© Copyright 2024, All Rights Reserved