Nasib yang sangat tragis dialami dua orang wanita lanjut usia alias nenek di Tanjung Morawa, Deli Serdang. Keduanya merupakan ibu dan anak kandung dimana Halmah merupakan nenek berusia 86 tahun dan Siti Usnah hanya terpaut umur sekitar 15 tahun darinya.
Nestapa yang dialami keduanya terkait dengan penipuan yang mereka alami atas pembayaran ganti rugi lahan seluas 1.273 M persegi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Tanjung Morawa, untuk pembangunan jalan tol. Bukan hanya tidak dapat menikmati uang ganti rugi, anak-anak mereka justru dipenjara karena memperjuangkannya.
Ihwal peristiwa yang mereka alami ini dituturkan oleh Rinto Maha dari Lazzaro Law Firm, yang kini menjadi kuasa hukum mereka.
"Peristiwa ini terjadi pada Oktober tahun 2016. Dimana saat itu Ibu Halmah mendapat ganti rugi Rp 2,1 miliar dan Siti Usnah mendapat Rp 250 juta dari PT Jasa Marga," katanya kepada RMOLSumut, Senin (18/1)
Halmah dan Siti Usnah merupakan orang yang bekerja serabutan. Mereka buat huruf karena tidak mengenyam pendidikan. Kondisi inilah yang membuat seseorang bernama Hardi Prayetno Lubis memperdaya mereka hingga uang ganti rugi tersebut berpindah kepadanya.
"Hardi ini adalah penjaja ikan gembung yang menjadi langganan Halmah dan Siti Usnah. Saat mendengar akan adanya ganti rugi tersebut, Hardi menawarkan diri membantu mengurus," ungkap Rinto.
Singkat cerita, tibalah jadwal uang ganti rugi dari PT Jasa Marga tersebut dibayarkan ke rekening Halmah dan Siti Usnah. Halmah kemudian dibonceng oleh Hardi ke Bank BNI Simpang Kayu Besar, Tanjung Morawa. Sedangkan, Siti Usnah dibonceng oleh temannya.
Namun di bank tersebut, Halmah dan Siti Usnah yang memang tidak memahami soal urusan transfer hanya disuruh duduk oleh Hardi. Kepada teller bank, ia mengaku sebagai anak kandung dari mereka dan meminta agar uang ganti rugi lahan pembangunan tol tersebut ditransfer ke nomor rekening dia. Aksinya berhasil, dari Rp 2,1 miliar uang milih Halmah, sebanyak Rp 1,1 miliar berpindah ke rekeningnya dan Rp 250 uang Siti Usnah seluruhnya juga mulus masuk ke rekeningnya.
Pada malam harinya, Halmah dan Siti Usnah pulang dan berkumpul dengan anak-anak mereka. Disitu mereka menceritakan soal pencairan dana ganti rugi lahan pembangunan tol. Anak-anak mereka kemudian mengeceknya ke bank dan menemukan fakta uang orangtua mereka sudah berpindah tangan.
"Dan diketahui jugalah bahwa, pada hari yang sama uang tersebut ditransfer, pada hari itu juga Hardi langsung mencairkannya. Ternyata Hardi juga langsung menghilang," sebut Rinto.
Anak-anak Halmah dan Siti Usnah kemudian melaporkan kejadian ini ke Polres Deli Serdang yang kemudian menetapkan Hardi menjadi tersangka. Tidak hanya itu, mereka juga berusaha mencari keberadaan Hardi yang selama ini mereka panggil dengan sebutan Hardi Gembung, sesuai profesinya penjaja ikan Gembung.
Sekitar setahun kemudian, pada September 2017 keberadaan Hardi diketahui. Dalam setahun terakhir ia ternyata berada di Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, Indonesia. Di sana ia menggunakan uang hasil tipu muslihatnya, ia membeli 10 Hektar Sawit, Satu unit rumah, satu unit mobil Toyota Rush dan satu unit Sepeda Motor.
Mengetahui keberadaan Hardi, anak-anak Halmah yakni Surya Kumala dan suaminya Jefri dan beberapa kerabat mereka mendatangi Hardi. Disana mereka terlebih dahulu menemui Ketua RT dan menceritakan persoalan mereka dengan Hardi. Lantas bersama RT tersebut mereka mendatangi rumah Hardi.
Kedatangan anak-anak Halmah ini bersama Ketua RT ternyata membuat Hardi ketakutan. Ia mengakui semua perbuatannya dan berjanji akan mengembalikan semua uang milik Halmah. Ia bahkan bersedia pulang ke Tanjung Morawa untuk menemuhi Halmah dan menyampaikan langsung permohonan maaf serta menyelesaikan persoalan mereka. Alhasil, anak-anak Halmah membawa Hardi ke Tanjung Morawa. Sebagai bukti Hardi serius dengan ucapannya, beberapa barang-barang milik Hardi terlebih dahulu dititipkan di rumah RT sebagai jaminan bahwa ia bersedia mengembalikan seluruh harta yang diperolehnya dari uang milik Halmah tersebut.
Di Tanjung Morawa, Hardi langsung sujud meminta maaf kepada Halmah. Pada akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dengan cara Hardi memindahbukukan kepemilikan kebun sawit, rumah dan mobil yang dibelinya dari uang yang dilarikannya. Dan kemudian, Halmah akan mencabut pengaduannya di Polres Deli Serdang.
Selama proses pemindahbukan tersebut yakni bulan Januari 2018 di notaris, Hardi tinggal di Tanjung Morawa. Namun, hanya beberapa hari berjalan ia kemudian menghilang lagi dan ternyata telah pulang ke Kuansing, Riau. Disana ia membuat pengaduan kepada polisi tentang penculikan dan pemerasan.
Tanggal laporannya tertulis pada 21 Januari 2018, namun selang sehari kemudian pihak Polres Kuansing sudah berada di Tanjung Morawa untuk melakukan penangkapan terhadap Surya Kumala dan suaminya Jefri. Dalam penangkapan itu, Hardi ikut serta untuk menunjukkan keduanya kepada polisi.
"Namun saat itu, Hardi lupa kalau dirinya juga sudah berstatus tersangka di Polres Deli Serdang karena laporan penipuan yang dilakukannya. Jadi saat itu, ia ditangkap juga oleh Polres Deli Serdang. Jadi saling tangkaplah di lokasi itu," ujar Rinto Maha.
Singkat cerita Surya Kumala dan Jefri dibawa oleh polisi ke Polres Kuansing, sedangkan Hardi ditahan oleh Polres Deli Serdang. Kasusnya kemudian berlanjut ke pengadilan dimana Surya Kumala dan Jefri menjalani persidangan di PN Rengat. Sedangkan Hardi menjalani pengadilan di PN Lubuk Pakam.
Oleh hakim PN Rengat, Surya Kumala divonis 9 tahun dan Jefri 6 tahun karena dinilai terbukti melakukan pemerasan dan penculikan.
Ternyata kedatangan mereka ke Kuansing menemui Hardi hingga penyelesaian kasus penipuannya berupa pemindahbukuan harta milik Hardi yang dibeli dari uang hasil penipuan itu dianggap pemerasan dan penculikan.
"Ini sangat membingungkan dan sangat tidak masuk akal. Kami menduga ini sudah diutak-atik karena proses-prosesnya tidak masuk akal, misalnya waktu antara pelaporan dan penangkapan hanya 1 hari. Pemerasan dan penculikannya dimana? juga kita bingung padahal ada saksi RT di Riau yang mengetahui peristiwanya, namun hakim menolak saksi itu kami hadirkan," ungkap Rinto lagi.
Yang paling ironis kata Maha, seluruh berkas-berkas pemindahan kepemilikan sawit, rumah dan mobil dari Hardi kepada Halmah justru diperintahkan hakim PN Rengat untuk dikembalikan kepada Hardi yang dalam kasus disana disebut sebagai korban.
Surya Maha Putra mengatakan saat ini mereka masih fokus memperjuangkan agar uang Halmah dapat kembali. Mereka akan menggugat kepemilikan lahan sawit, rumah dan mobil milik Hardi agar hak dari Halmah dan Siti Usnah berupa uang hasil ganti rugi lahan mereka dapat kembali.
"Kami sangat prihatin terhadap kondisi Siti Usnah yang hingga kini masih menempati gubuk di pinggir jalan tol, karena tidak dapat menikmati uang ganti rugi lahannya tersebut," demikian Rinto Maha didampingi rekannya Hisar Judika Purba.
© Copyright 2024, All Rights Reserved