Mobilitas masyarakat yang terbatas memiliki dampak buruk ke ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan pelemahan rupiah itu sendiri. Demikian disampaikan pengamat ekonomi Gunawan Benjamin kepada Kantor Berita Politik RMOLSumut, Senin (23/3). "Ada yang lebih buruk dibandingkan dengan pelemahan mata uang Rupiah yang saat ini bergerak dikisaran 16 ribuan per US Dolar. Sekalipun BI telah melakukan uaya intervensi untuk menekan laju pelemahan Rupiah, namun saya menilai pelemahan rupiah saat ini bukanlah hal yang mudah untuk distabilkan," katanya. Masalah fundamental yang membuat Rupiah sulit untuk dikendalikan adalah adanya gangguan aktifitas ekonomi itu sendiri yang membuat kinerja ekonomi itu sendiri mengalami penurunan. Rupiah di sisi lain sulit untuk 'dijinakkan' selama aktifitas ekonomi masyarakat justru melambat atau sebagian harus dihentikan. "Konon jika solusi yang diambil adalah melakukan pembatasan atau lockdown terhadap suatu daerah atau negaranya sendiri. Akan tetapi, berlandaskan dengan sejumlah rangakain kebijakan pemerintah yang diambil dengan membatasi ruang gerak masyarakat maupun bisnis. Membuat aktifitas bisnis itu berpeluang menciptakan sebuah akar masalah rumit yang bisa membuat kinerja ekonomi kian memburuk," ujarnya. Bayangkan saja, sebuah perusahaan yang terpaksa mengarahkan karyawan untuk kerja di rumah atau work from home (WFH). Jelas akan membuat perusahaan tersebut dipandang dari sisi manapun akan mengalami penurunan kinerja keuangannya. Konon jika perusahaan tersebut harus berhenti beroperasi. Beban gaji ditambah dengan pemasukan yang turun akibat aktifitas bisnis yang anjlok diyakini akan membuat perusahaan menempuh efisiensi. "Efisiensi ini maknanya bisa apapun, bisa saja pengurangan biaya yang tidak perlu atau justru melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja). Aktifitas bisnis yang dibatasi atau bahakan di tutup ini pada dasarnya merupakan sebuah pertanda bahwa krisis ekonmi terjadi disitu," sebutnya. Jadi aktifitas bisnis tersebut yang dibatasi justru akan menimbulkan masalah ekonmi yang lebih rumit, dan tentunya sangat potensial memicu terjadinya pelemahan Rupiah. Namun, Rupiah tidak melemah sendirian. Masih banyak negara lain yang mengalami pelemahan mata uang yang sama. Jadi pelemahan Rupiah tidak perlu dirisaukan terlalu berlebihan. Tetap saja disaat terjadi serangan covid-19, semua negara berhadapan dengan masalah ekonomi yang sama, dan sulit menemukan instrument keuangan yang bisa memberikan imbal hasil baik dan negaranya bebas dari corona. Termasuk juga harga emas yang faktanya mengalami pelemahan belakangan ini. "Jadi ada masalah yang lebih besar dari pelemahan Rupiah. Yakni aktifitas ekonomi masyarakat yang terpaksa berhenti menjadi masalah besar yang berpeluang menciptakan ketidakstabilan ekonomi Indonesia, dan jika berlangsung cukup lama, jelas kita akan masuk resesi," pungkasnya.[R]
Mobilitas masyarakat yang terbatas memiliki dampak buruk ke ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan pelemahan rupiah itu sendiri. Demikian disampaikan pengamat ekonomi Gunawan Benjamin kepada Kantor Berita Politik RMOLSumut, Senin (23/3). "Ada yang lebih buruk dibandingkan dengan pelemahan mata uang Rupiah yang saat ini bergerak dikisaran 16 ribuan per US Dolar. Sekalipun BI telah melakukan uaya intervensi untuk menekan laju pelemahan Rupiah, namun saya menilai pelemahan rupiah saat ini bukanlah hal yang mudah untuk distabilkan," katanya. Masalah fundamental yang membuat Rupiah sulit untuk dikendalikan adalah adanya gangguan aktifitas ekonomi itu sendiri yang membuat kinerja ekonomi itu sendiri mengalami penurunan. Rupiah di sisi lain sulit untuk 'dijinakkan' selama aktifitas ekonomi masyarakat justru melambat atau sebagian harus dihentikan. "Konon jika solusi yang diambil adalah melakukan pembatasan atau lockdown terhadap suatu daerah atau negaranya sendiri. Akan tetapi, berlandaskan dengan sejumlah rangakain kebijakan pemerintah yang diambil dengan membatasi ruang gerak masyarakat maupun bisnis. Membuat aktifitas bisnis itu berpeluang menciptakan sebuah akar masalah rumit yang bisa membuat kinerja ekonomi kian memburuk," ujarnya. Bayangkan saja, sebuah perusahaan yang terpaksa mengarahkan karyawan untuk kerja di rumah atau work from home (WFH). Jelas akan membuat perusahaan tersebut dipandang dari sisi manapun akan mengalami penurunan kinerja keuangannya. Konon jika perusahaan tersebut harus berhenti beroperasi. Beban gaji ditambah dengan pemasukan yang turun akibat aktifitas bisnis yang anjlok diyakini akan membuat perusahaan menempuh efisiensi. "Efisiensi ini maknanya bisa apapun, bisa saja pengurangan biaya yang tidak perlu atau justru melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja). Aktifitas bisnis yang dibatasi atau bahakan di tutup ini pada dasarnya merupakan sebuah pertanda bahwa krisis ekonmi terjadi disitu," sebutnya. Jadi aktifitas bisnis tersebut yang dibatasi justru akan menimbulkan masalah ekonmi yang lebih rumit, dan tentunya sangat potensial memicu terjadinya pelemahan Rupiah. Namun, Rupiah tidak melemah sendirian. Masih banyak negara lain yang mengalami pelemahan mata uang yang sama. Jadi pelemahan Rupiah tidak perlu dirisaukan terlalu berlebihan. Tetap saja disaat terjadi serangan covid-19, semua negara berhadapan dengan masalah ekonomi yang sama, dan sulit menemukan instrument keuangan yang bisa memberikan imbal hasil baik dan negaranya bebas dari corona. Termasuk juga harga emas yang faktanya mengalami pelemahan belakangan ini. "Jadi ada masalah yang lebih besar dari pelemahan Rupiah. Yakni aktifitas ekonomi masyarakat yang terpaksa berhenti menjadi masalah besar yang berpeluang menciptakan ketidakstabilan ekonomi Indonesia, dan jika berlangsung cukup lama, jelas kita akan masuk resesi," pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved