“Tujuan penguatan platform multi-stakeholder ini, salah satunya adalah untuk berkontribusi bersama terhadap kemakmuran desa di sekitar kebun kelapa sawit melalui pembangunan desa yang inklusif dan terintegrasi dengan nilai/norma hak asasi manusia, dimana aspek perlindungan dan hak anak menjadi salah satu aspek yang sangat penting,” Papar Keumala Dewi selaku Direktur Esekutif PKPA.
Saat ini RESBOUND diinisiasi di dua Provinsi sekaligus, yakni Sumatera Utara di 3 Kabupaten (Langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai) dan Kalimantan Barat di Kabupaten Kapuas Hulu. Di Sumatera Utara, Resbound mulai diperkenalkan kepada Perusahaan Perkebunan, Pemerintah dan berbagai Lembaga Masyarakat melalui Sosialisasi Program Resbound Kelapa Sawit yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan di Indonesia (29/10/2019).
Sosialisai ini dihadiri oleh sekurang-kurangnya seratus peserta yang terdiri dari berbagai perwakilan perusahaan kelapa sawit, Pemerintah, CSO dan Lembaga Sosial. Sosialisasi ini juga diisi dengan diskusi panel dengan Narasumber dari Bappeda Serdang Bedagai, Bappeda Langkat dan Kepala Desa Gohor lama selaku perwakilan pemerintah Daerah, Sofindo selaku perwakilan perusahaan dan Bukit Lawang Green selaku perwakilan CSO.
Pada diskusi panel tersebut Dadang Afandi, selaku Wakil Manager Unit SSPL PT Socfindo Kebun Bangun Bandar menjelaskan bahwa perusahaan sudah cukup sering berkolaborasi dengan masyarakat khususnya dengan anak muda di daerah. Salah satunya adalah Pembangunan dan pembentukan rumah inspirasi dan rumah kepompong yang diinisiasi oleh perusahaan namun dijalankan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjadi wadah berkreatifitas.
Diskusi pada sosialisasi ini pada akhirnya bertujuan untuk untuk meningkatkan keterbukaan dankemauan multipihak untuk berpartisipati aktif dan ikut mensukseskan penguatan platform multi-stakeholder yang akan berkontribusi bersama terhadap kemakmuran desa.
“Sustainability dan compliance dengan bisnis ddan HAM itu tidak mahal kok. Semakin sustainable, maka biaya konflik bias direduksi.” tutup Zukri Saad, dari National Sustainable Stakeholder Engagement (NSSE).[R]
" itemprop="description"/>“Tujuan penguatan platform multi-stakeholder ini, salah satunya adalah untuk berkontribusi bersama terhadap kemakmuran desa di sekitar kebun kelapa sawit melalui pembangunan desa yang inklusif dan terintegrasi dengan nilai/norma hak asasi manusia, dimana aspek perlindungan dan hak anak menjadi salah satu aspek yang sangat penting,” Papar Keumala Dewi selaku Direktur Esekutif PKPA.
Saat ini RESBOUND diinisiasi di dua Provinsi sekaligus, yakni Sumatera Utara di 3 Kabupaten (Langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai) dan Kalimantan Barat di Kabupaten Kapuas Hulu. Di Sumatera Utara, Resbound mulai diperkenalkan kepada Perusahaan Perkebunan, Pemerintah dan berbagai Lembaga Masyarakat melalui Sosialisasi Program Resbound Kelapa Sawit yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan di Indonesia (29/10/2019).
Sosialisai ini dihadiri oleh sekurang-kurangnya seratus peserta yang terdiri dari berbagai perwakilan perusahaan kelapa sawit, Pemerintah, CSO dan Lembaga Sosial. Sosialisasi ini juga diisi dengan diskusi panel dengan Narasumber dari Bappeda Serdang Bedagai, Bappeda Langkat dan Kepala Desa Gohor lama selaku perwakilan pemerintah Daerah, Sofindo selaku perwakilan perusahaan dan Bukit Lawang Green selaku perwakilan CSO.
Pada diskusi panel tersebut Dadang Afandi, selaku Wakil Manager Unit SSPL PT Socfindo Kebun Bangun Bandar menjelaskan bahwa perusahaan sudah cukup sering berkolaborasi dengan masyarakat khususnya dengan anak muda di daerah. Salah satunya adalah Pembangunan dan pembentukan rumah inspirasi dan rumah kepompong yang diinisiasi oleh perusahaan namun dijalankan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjadi wadah berkreatifitas.
Diskusi pada sosialisasi ini pada akhirnya bertujuan untuk untuk meningkatkan keterbukaan dankemauan multipihak untuk berpartisipati aktif dan ikut mensukseskan penguatan platform multi-stakeholder yang akan berkontribusi bersama terhadap kemakmuran desa.
“Sustainability dan compliance dengan bisnis ddan HAM itu tidak mahal kok. Semakin sustainable, maka biaya konflik bias direduksi.” tutup Zukri Saad, dari National Sustainable Stakeholder Engagement (NSSE).[R]
"/>“Tujuan penguatan platform multi-stakeholder ini, salah satunya adalah untuk berkontribusi bersama terhadap kemakmuran desa di sekitar kebun kelapa sawit melalui pembangunan desa yang inklusif dan terintegrasi dengan nilai/norma hak asasi manusia, dimana aspek perlindungan dan hak anak menjadi salah satu aspek yang sangat penting,” Papar Keumala Dewi selaku Direktur Esekutif PKPA.
Saat ini RESBOUND diinisiasi di dua Provinsi sekaligus, yakni Sumatera Utara di 3 Kabupaten (Langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai) dan Kalimantan Barat di Kabupaten Kapuas Hulu. Di Sumatera Utara, Resbound mulai diperkenalkan kepada Perusahaan Perkebunan, Pemerintah dan berbagai Lembaga Masyarakat melalui Sosialisasi Program Resbound Kelapa Sawit yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan di Indonesia (29/10/2019).
Sosialisai ini dihadiri oleh sekurang-kurangnya seratus peserta yang terdiri dari berbagai perwakilan perusahaan kelapa sawit, Pemerintah, CSO dan Lembaga Sosial. Sosialisasi ini juga diisi dengan diskusi panel dengan Narasumber dari Bappeda Serdang Bedagai, Bappeda Langkat dan Kepala Desa Gohor lama selaku perwakilan pemerintah Daerah, Sofindo selaku perwakilan perusahaan dan Bukit Lawang Green selaku perwakilan CSO.
Pada diskusi panel tersebut Dadang Afandi, selaku Wakil Manager Unit SSPL PT Socfindo Kebun Bangun Bandar menjelaskan bahwa perusahaan sudah cukup sering berkolaborasi dengan masyarakat khususnya dengan anak muda di daerah. Salah satunya adalah Pembangunan dan pembentukan rumah inspirasi dan rumah kepompong yang diinisiasi oleh perusahaan namun dijalankan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjadi wadah berkreatifitas.
Diskusi pada sosialisasi ini pada akhirnya bertujuan untuk untuk meningkatkan keterbukaan dankemauan multipihak untuk berpartisipati aktif dan ikut mensukseskan penguatan platform multi-stakeholder yang akan berkontribusi bersama terhadap kemakmuran desa.
“Sustainability dan compliance dengan bisnis ddan HAM itu tidak mahal kok. Semakin sustainable, maka biaya konflik bias direduksi.” tutup Zukri Saad, dari National Sustainable Stakeholder Engagement (NSSE).[R]
"/>