Perayaan Merdang Merdem digelar di Halaman Istana Maimun, hari ini, Rabu (29/6/2022).
Acara khas dari Suku Karo ini akan dihadiri oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution dan dimeriahkan dengan berbagai kegiatan seperti tarian massal perkolong-kolong dan juga para artis Karo.
Ketua Panitia Kerja tahun Merdang Merdem Kota Medan tahun 2022 Restu Pencawan berharap, seluruh masyarakat Suku Karo hadir untuk meramaikan pesta tersebut.
“Kepada seluruh warga, mari kita hadir dan mensukseskan kerja tahun Merdang Merdem Kota Medan ini,” katanya saat meninjau persiapan terakhir, Selasa (28/6/2022) kemarin.
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, Merdang Merdem merupakan sebuah perayaan yang dahulunya rutin digelar setiap tahun setelah usainya masa menanam padi. Pesta ini sebagai ungkapan syukur karena masa menanam padi telah selesai dan mereka juga memanjatkan doa dan harapan agar tanaman padi yang ditanam terbebas dari hama dan menghasilkan panen berlimpah.
Momen pesta tahun Merdang Merdem ini begitu meriah dan biasanya dimanfaatkan oleh para muda-mudi untuk menjadi jodoh. Apalagi pada pesta tersebtu biasanya digelar Gendang Guro-Guro aron yang melibatkan pasangan mudi-mudi dari berbagai desa. Jadwal pesta Merdang Merdem ini sendiri berbeda-beda pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo.
Disebutkan pada lama wikipedia disebutkan, konon pesta sekampung tersebut begitu meriahnya sehingga perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari memiliki makna berbeda.
Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.
Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk.
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron di mana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktivitas sebagaimana hari-hari biasanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved