Keprihatinan terhadap sistem pendidikan pada perguruan tinggi membuat Surya Darma Hamonangan Dalimunthe menulis surat terbuka kepada Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Melalui surat elektroniknya tanggal 6 Desember 2020, sosok yang juga aktif sebagai penulis hasil-hasil riset ini meminta agar Nadiem dapat memberikan perhatian khususnya kepada para pendidik perguruan tinggi yang menurutnya mengalami berbagai kesulitan dalam publikasi karya ilmiah mereka.
Dalam surat elektroniknya tersebut Surya menjelaskan secara detail bagaimana kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para ilmuwan, para cendikiawan dan pendidik di tingkat perguruan tinggi yang berpotensi membuat mereka menjadi 'korban' dari sistem yang ada. Salah satu poin kritiknya adalah soal penerbitan karya ilmiah pada jurnal internasional, sebagai salah satu titik ukur mengenai kinerja para ilmuwan pada perguruan-perguruan tinggi di Indonesia.
Padahal, dalam menerbitkan karya ilmiah ini, kemampuan para ilmuwan secara individu sangatlah berbeda misalnya dalam kemampuan menuliskan karya ilmiah dalam bahasa Inggris.
Dalam surat tersebut, Surya juga meletakkan beberapa link jurnal internasional pada link ini dan link ini yakni yang mengarah pada tulisan Syahrin Harahap sosok yang terpilih menjadi Rektor UINSU periode 2020-2024.
Kemudian surya juga meletakkan beberapa link pada jurnal internasional lainnya yakni link ini Kemudian link lain dan link ini yang mengarah pada tulisan ilmiah Muryanto Amin, sosok yang baru saja terpilih menjadi Rektor USU Periode 2021-2026.
"To my mind, they are victims of the scientific or scholarly publishing and higher education performance systems that the Indonesian government have created! Therefore, I implore you, Bung Nadiem, to change this system. I believe God has put you in your current position precisely to change it," tulisnya.
Sayangnya secara detail, Surya enggan memberikan penjelasan rinci mengenai suratnya tersebut. Dihubungi oleh rmolsumut pada Jumat 11 Desember 2020, Ia justru meminta redaksi menghubungi Chairul Munadi yang disebutnya sangat paham mengenai persoalan yang ada dalam sistem pendidikan pada perguruan tinggi termasuk korelasi yang membuat potensi munculnya aksi plagiarism sebagaimana yang ia ungkapkan dalam surat elektroniknya tersebut.
Ilmu Pengetahuan Terbuka dan Bebas Diuji
"Surat yang dilayangkan oleh Surya kepada Menteri Pendidikan untuk mengkritik sistem pendidikan tinggi merupakan bentuk keprihatinannya terhadap mutu akademik perguruan tinggi. Kita sangat pahamlah, dia adalah seorang penulis riset jadi sangat paham dengan sistem akademik sekarang. Keprihatinannya itu dia ingin coba memberikan beberapa kritik terhadap apa yang terjadi saat ini"
Begitu disampaikan Chairul Munadi mengawali perbincangan dengan rmolsumut, Jumat, 11 Desember 2020. Chairul Munadi merupakan seorang akademisi yang kerap menjadi teman diskusi Surya.
Intinya kata Chairul, surat dari Surya ini adalah kritik terhadap pola riset di perguruan tinggi.
"Ini kalau kita mau cerita, panjang lebarlah kali tinggi, sama dengan luas," ujarnya sambil tertawa.
"Surya melihatnya, dari diskusi kami, perlu ada perbaikan sistem. Apa yang terjadi dengan rektor ini buah dari sistem. Jadi sebenarnya yang diperbaiki adalah sistemnya," tambahnya.
Dijelaskan Chairul, Surya mengambil telaah terhadap calon rektor ini sebagai upaya untuk menjelaskan kritiknya tersebut. Kebetulan ia melihat ada indikasi track record yang kurang baik dalam bidang riset dan juga dengan tindakan terindikasi plagiarisme.
"Maka dia tulislah apa yang dia ketahui terhadap tulisan-tulisan para rektor-rektor terpilih ini. Karena publikasi itu kan publikasi terbuka, kita bisa langsung membaca dan mengkritik terhadap hasil itu dan itu sah-sah saja. Misalnya karya orang kemudian kita kritik, bisa, nggak ada masalah. Karena ilmu pengetahuan itu bebas untuk diuji," ujarnya.
Surat terbuka inilah yang menurut Chairul ternyata direspon oleh pihak Universitas Sumatera Utara. Namun menurut Chairul, dalam hal ini ada baiknya tidak langsung dijadikan sebagai ajang untuk saling menuduh atau menyalahkan orang. Melainkan menjadi momen untuk evaluasi menyeluruh termasuk menguji kinerja masing-masing pihak.
"USU sebenarnya lucu juga, kalah cepat dengan Surya. Harusnya USU punya deteksi, harus punya mekanisme penyaringan terutama kualitas akademik calon-calon rektor. Pasti ada tahapan-tahapannya itu kan, kemudian itu yang diperiksa dengan ketat. Kalaulah memang terbukti seperti yang diduga Surya, itu kan nanti diserahkan kepada mekanisme yang ada," kritiknya terkait telah berlangsungnya pemilihan rektor.
Kembali soal, sistem yang menjadi inti dari kritik pada surat Surya. Chairul mengatakan dari diskusi mereka berdua memang ada kesulitan yang dialami oleh para cendikiawan, ilmuwan dan para pendidik pada perguruan tinggi dalam hal publikasi ilmiah mereka. Salah satu misalnya, pola-pola publikasi yang harus mengikuti jurnal yang terindeks Scopus.
"Sementara scopus itu sendiri kalau kita teliti ada juga beberapa hal yang ternyata tidak sesuai sebagai acuan jurnal yang mempunyai taraf standar yang tinggi," kata Chairul.
Pola budaya menurutnya juga bisa salah ketika standart yang dipakai sama dengan standart internasional. Misalnya dalam penjabaran ilmiah yang harus menggunakan bahasa Inggris.
"Tidak semua dosen bisa berbahasa Inggris dengan baik dengan bahasa yang bagus, meskipun ilmunya riset-risetnya baik dan benar. Saat kita tuangkan ke situ, itu jadi kekalahan ilmuwan-ilmuwan kita, sehingga terpaculah misalnya untuk menyadur terjemahan. Padahal terjemahan itu saja kita harus mengutip siapa yang menterjemahkan itu. Hal seperti ini tidak banyak yang paham. Banyak hal lah, itu salah satunya. Saya katakan ini satu sistem science kita yang memang harus kita rombaklah bersama tanpa bermaksud menghakimi orang-orang yang terlibat dalam proses," ungkap Chairul.
Perlu Pembuktian
Surat kepada Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menjadi pemicu adanya penelusuran dugaan plagiarisme di USU. Hal ini menurut Chairul Munadi menjadi bagian dari evaluasi menyeluruh tanpa harus membawa dalam ranah hukum. Meski menurut Chairul, apapun persoalan yang ada tetap dapat menjadi delik hukum tergantung arah dari delik keberatan yang dibuat.
Khusus mengenai hal ini kata Chairul, tidak ada persoalan yang harus membuat Surya selaku pengirim surat menjadi orang yang menjadi tertuduh harus menanggung resiko hukum. Melainkan, pembuktian terhadap apa indikasi yang disampaikannyalah yang harus difokuskan untuk diselesaikan.
"Kalau kita bicara delik, semua bisa kena deliklah. Payah kita kalau bicara soal delik, tergantung kemana mau diarahkan ini. Jangan kita menganggap orang mengangkat satu kebenaran kemudian itu menjadi satu delik, jangan pula sesuatu fakta yang kemudian diungkapkan itu kemudian menjustifikasi orang jangan seperti itu," katanya.
"Sebaiknya diuji saja faktanya bagaimana ya kan. kan kritik boleh, jadi jangan dunia ini kemudian tanpa kritik tanpa diskusi kan?," tambahnya.
Chairul menjelaskan, baik dirinya mau Surya dalam hal ini berdiri dalam posisi yang mandiri. Ia merupakan orang yang diajak berdiskusi karena memiliki pemahaman dalam menelaah persoalan ini, bagaimana isi, pola dan apa yang dimaksud dengan plagiat itu sendiri.
"Tapi apakah kemudian ini, surya maksudkan kemudian (rmolsumut) menghubungiku untuk menjelaskan ini, aku hanya menjelaskan bahwa perbaikan sistemlah yang dikejar oleh surya. Pada perbaikan sistem. Apakah orang ini akan ditindak, saya pikir itu kebijakan yang harus memperhatikan aspek kultur, peraturan, struktur, dari segi hukum yang ada pada kita. Kadang-kadang untuk menerapkan satu peraturan apakah ini plagiarisme atau tidak, walaupun itu plagiarisme. Kita perlu lihat lagi apa yang menyebabkan itu terjadi. Sistem itu tadi yang membuat sistem itu terjadi," sebutnya.
"Tetapi dalam kancah misalnya ya kan untuk menguji sistem apakah kemudian, rekrutmen calon rektor itu sudah benar dilakukan. Kalau ternyata memang terbukti bahwa ini ada dilakukan penyelewenangan terhadap penulisan akademik, lebih jauh lagi misalnya terbukti kalau diduga itu merupakan plagiarisme berarti kan sistem perekrutan calon rektor yang nggak bener. Yang salah kan sistem juga. Apa kerja senat akademik, harusnya di senat akademik sudah tersaring. Sebelumnya juga pas dia mempublikasi itu juga sudah tersaring di sistem. ketika orang mempublikasi satu makalah yang diduga itu adalah plagiarisme seharusnya sudah tersaring juga di situ," tambahnya.
"Karena warning sistem harusnya jalan. Tapi kalau ternyata, aku cetak buat jurnal ilmiah kemudian ku plagiat punya orang kemudian jalan gitu aja kan terpublikasi juga berarti ada yang salah dalam sistem publikasi ilmiah kita. Jadi kalau mau cari siapa yang salah ini sistem yang salah, kalau surya teriak maling kemudian surya ditangkap itu kan gawat. Harusnya kan, kalau teriak maling apa buktinya. Membuktikan dia maling atau tidak," demikian Chairul Munadi.
USU Bentuk Tim Khusus
Universitas Sumatera Utara (USU) merespon apa yang menjadi kritik dalam surat Surya kepada Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Namun mereka fokus pada link yang terindikasi menjadi perilaku plagiarisme yang menurut mereka perlu untuk dicari kebenarannya.
Kepada rmolsumut, Wakil Rektor III Universitas Sumatera Utara, Prof Drs Mahyuddin K. M. Nasution membeberkan ihwal awal penelusuran yang mereka lakukan. Dalam lembaran yang berisi laporan mereka disebutkan bahwa penelusuran awal tersebut mereka lakukan karena beredarnya informasi dugaan plagiarisme. Dan surat dari Surya Dalimunthe tersebut merupakan yang dimaksudkan olehnya beredar pada grup whatsapp pimpinan kampus USU.
"Ya email itu beredar di wa (whatsapp). Media wa pimpinan perguruan tinggi. Kajian awal atas perintah Pak Rektor yang membidangi publikasi ilmiah sebagai luaran riset. Kita telusuri agar Pak Rektor bisa membentuk tim. Ini hasil 2 harr yang lalu," katanya kepada rmolsumut, Jumat, 11 Desember 2020.
Ia kemudian mengirimkan hasil penelusuran mereka.
Dalam laporan tersebut menyebutkan, mereka menelusuri dugaan plagiat terhadap tiga judul artikel yang dimuat dalam tiga jurnal ilmiah internasional dengan waktu penerbitan yang berbeda.
Tiga judul artikel yang ditulis oleh Muryanto Amin tersebut yakni 'A New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatera' yang terbit pada jurnal Man In India tahun 2017, kemudian 'A New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatera Year 2013' pada jurnal The Social Science Medwell Journal tahun 2017 dan artikel 'New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatera in 2013' pada International Journal of Scientific Research an Management (IJSRM) vol 6 no 01' tahun 2018.
Dalam laporan tersebut dijelaskan tiga artikel yang ditulis oleh Muryanto Amin tersebut telah dilakukan uji plagiat dengan menggunakan aplikasi Turnitin. Hasilnya didapati kesamaan antara artikel mencapai 53 persen antara artikel pada jurnal Man in India tahun 2017 dengan artikel yang terbit pada jurnal The Social Science Medwell Journal tahun 2017.
Kemudian kesamaan mencapai 76 persen antara artikel pada pada jurnal Man in India tahun 2017 dengan artikel yang terbit International Journal of Scientific Research an Management (IJSRM) vol 6 no 01' tahun 2018.
Dalam laporan tersebut juga dijelaskan bahwa untuk menyatakan adanya perbuatan plagiat, cukup dengan adanya tingkat kesamaan yang digolongkan pada tiga tingkatan yakni ringan 1-100 jika memiliki kesamaan kurang dari 10 kalimat yang tidak umum, sedang 110-500 jika memiliki kesamaan 11 sampai 50 kalimat yang tidak umum, dan kategori berat 510-1000 jika memiliki kesamaan 51-100 kalimat yang tidak umum dan kategori berat 1000 jika memiliki kesamaan lebih dari 100 kalimat atau karya dibeli dari kumpulan tulisan atau layanan penulis hantu.
Dalam laporan tersebut dituliskan jika isu perbuatan plagiat merupakan isu serius yang tidak boleh terjadi pada perguruan tinggi. Bahkan, dalam upaya memberantas terjadinya praktik ini, Menteri Pendidikan Nasional telah mengeluarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Platiat di Perguruan Tinggi.
Pada pasal 12 dan pasal 13 Permendiknas nomor 17 tahun 2010 mengatus sanksi tegas bagi mahasiswa maupun dosen yang terbukti melakukan perbuatan plagiat. Jika perbuatan ini dilakukan dengan sengaja dan/atau berulang oleh seorang dosen, sanksinya bisa berupa penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional, pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru besar/profesor, pemberhetian dengan hormat dari status sebagai dosen atau pemberhentian secara tidak hormat dari status dosen.
Secara khusus untuk pencalonan rektor di Universitas Sumatera Utara, salah satu persyaratannya yang tercantum pada pasal 49 huruf H peraturan Majelis Wali Amanat USU nomor 16 tahun 2016 tentang organisasi dan tata kelola usu disebutkan "tidak pernah diberikan sanksi akademik karena melakukan plagiarisme".
"Jadi secara akademis, menurut saya sesuatu yang diluar kewajaran dari kesilapan, dan menurut permendiknas no 17 tahun 2010 termasuk pelanggaran sedang sampai berat," kata Prof Mahyuddin.
Laporan mereka ini menurut Prof Mahyuddin kemudian sampaikan kepada Rektor USU Prof Dr Runtung Sitepu, yang kemudian membentuk tim khusus. Prof Mahyuddin sendiri tidak lagi dilibatkan dalam tim yang dibentuk tersebut.
"Sebagai wr 3 USU saya hanya menelusuri yang itu, dan saya tidak masuk ke tim pengkajian, Terimakasih," tutupnya.
Terpisah, Rektor USU, Prof Dr Runtung Sitepu tidak membantah adanya tim yang dibentuk untuk melakukan penelusuran dugaan plagiat tersebut.
"Sudah dibentuk Tim untuk menelusuri kebenaran informasi itu. Saya masih menunggu laporan dari Tim tersebut," katanya melalui pesan Whatsapp kepada rmolsumut, Jumat, 11 Desember 2020.
Tim ini dibentuk lewat Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor 2846/UN5.1.R/SK/TPM/2020 tentang Tim Penelusuran Dugaan Plagiat Yang diduga dilakukan oleh Dr Muryanto Amin dimana Dr Jonner Hasugian menjadi ketua tim.
Dr Jonner Hasugian menjelaskan dalam penelusuran ini timnya melakukan beberapa langkah untuk menguji apakah indikasi yang ada memenuhi syarat untuk menyimpulkan ada atau tidaknya aksi plagiarisme dalam tulisan ilmiah Dr Muryanto Amin tersebut.
Tidak berbeda dengan pola kajian awal yang dijelaskan oleh Wakil Rektor 3 Prof Prof Drs Mahyuddin K. M. Nasution sebelumnya. Tim khusus ini juga menggunakan dua aplikasi pengujian kemiripan (similaritas) sebuah dokumen dengan dokumen lainnya yaitu Turnitin dan Plagiarism Checker X.
Dalam dokumen laporan yang disampaikan Dr Jonner Hasugian menyebutkan Metode atau cara yang digunakan oleh tim adalah menggunakan 2 (dua) aplikasi pengujian kemiripan (similaritas) sebuah dokumen dengan dokumen lainnya yaitu Turnitin dan Plagiarism Checker X.
Aplikasi Turnitin mampu mendeteksi tingkat kemiripan sebuah dokumen dengan berbagai dokumen di dunia maya yang terkoneksi dengan internet dan selanjutnya akan menunjukkan kemiripan dokumen dengan tanda warna dan menunjukkan persentase kemiripan dari seluruh kata dan/atau kalimat yang mirip antara dokumen sumber dengan dokumen tujuan. Selanjutnya digunakan aplikasi Plagiarism Checker X untuk membandingkan kemiripan 2 (dua) dokumen dengan cara menyandingkan file dokumen sumber dan file dokumen tujuan.
“Cara lain yang ditempuh ialah menghitung secara manual kalimat penuh dari file hasil uji menggunakan Plagiarism Checker X dan merujuk kepada Anjungan Integritas Akademik Indonesia (ANJANI) (http://anjani.ristekbrin.go.id/plagiarisme/). Tujuan penghitungan ini untuk mendapatkan berapa banyak jumlah kalimat yang persis sama antara kedua dokumen dan untuk mengetahui kategori peringkat penyimpangan, apakah terjadi penyimpangan rendah, penyimpangan sedang, atau penyimpangan berat,” katanya, Kamis, 17 Desember 2020.
“Tim ini telah melakukan penelusuran atas dugaan plagiat tersebut dan melaporkan hasilnya kepada Rektor USU Prof Dr Runtung Sitepu pada 12 Desember 2020. Selanjutnya atas permintaan Komisi I Dewan Guru Besar USU, Saya selaku ketua tim telah memaparkan hasil temuan tersebut pada hari Selasa tanggal 15 Desember 2020 pukul 11.00 WIB s.d. selesai secara luring dan daring,” ungkapnya.
Pengakuan ini senada dengan yang disampaikan Rektor USU Prof Runtung Sitepu kepada rmolsumut pada saat dikonfirmasi pada Jumat 11 Desember 2020 malam.
“Malam ini tim melaporkannya. Setelah Magrib ini,” tulisnya.
Saat itu ia berjanji akan menyampaikan hasil laporan tim tersebut jika laporan sudah ada ditangannya.
“Setelah dilaporkan nanti saya WA,” sambungnya.
Kembali kepada Dr Jonner Hasugian. Dalam lembar laporan mereka juga dijelaskan mengenai definisi dari plagiat dan autoplagiat?
“Mengenai hal ini perlu saya jelaskan, dan untuk itu saya harus mengutip beberapa referensi. Tipe plagiat itu terdiri dari plagiarisme ide (plagiarism of ideas), plagiarisme kata demi kata (word for word), plagiarisme atas sumber (source), plagiarisme kepengarangan (authorship), self-plagiarism/autoplagiarism (Sumber: Parvati Iyer & Abhipsita Singh, 2005). Sedangkan self-plagiarism/autoplagiarism mencakup perbuatan: pendaurulangan karya, memecah topik dalam beberapa tulisan, publikasi ganda pada lebih dari satu media, penipuan akademik, rugikan ekspektasi pembaca, Infringe upon a Publisher’s Copyright (Sumber: Irving Hexham, Calgary University, Kanada, 2005),” tulisnya.
Akan tetapi, tim ini tidak memberikan kesimpulan yang jelas mengenai apakah dari hasil penelusuran mereka dapat disimpulkan seseorang telah melakukan plagiat atau tidak.
“Perlu Saya sampaikan bahwa penentuan atau penetapan perbuatan plagiat adalah kewenangan pejabat yang diatur oleh peraturan atau kode etik yang terkait dengan perbuatan tersebut,” sebutnya.
Saat diminta penegasan mengenai kesimpulan, Dr Jonner Hasugian mengatakan untuk menjawab ini menjadi kewenangan dari Runtung Sitepu.
“Tim tidak dapat memberikan informasi itu selain pak Rektor, karena kewenangan itu hanya ada pada pak rector,” ungkapnya.
Hanya saja, pada laporan mereka disebutkan bahwa dalam hal munculnya kemiripan pada karya ilmiah Muryanto Amin pada 3 jurnal internasional tersebut sangat minim disebabkan kesalahan dari penerbit atau publisher.
“Idealnya setiap penulis artikel ilmiah mengetahui mana jurnal yang predator dan mana yang bukan predator, sebab secara berkala daftar jurnal predator selalu dapat diakses di dunia maya. Bagaimana pendapat Bapak mengenai kelalaian editor? Editor sebuah jurnal internasional biasanya professional, akan merespon komunikasi dari setiap penulis sesuai dengan guidelines dan kode etik dari masing-masing jurnal. Jadi, sangat kecil kemungkinannya editor jurnal internasional lalai,” demikian Dr Jonner Hasugian.
rmolsumut sendiri kembali mengkonfirmasi kembali kepada Rektor USU Prof Runtung Sitepu terkait kesimpulan dari tim penelusuran yang dilaporkan kepada. Namun hingga laporan ini dibuat pada Kamis 17 Desember 2020 malam, yang bersangkutan tidak membalas beberapa konfirmasi yang dilayangkan.
Sebelumnya ia hanya memberikan, hasil dari penelusuran tim ini nantinya akan mereka proses dengan melibatkan berbagai pihak ahli. Selama proses ini, mereka tetap menghormati prinsip praduga tak bersalah.
"Demi untuk menjaga nama baik USU dan ybs kita tetap menghormati prinsip praduga tak bersalah. Oleh karena itu hasil penelusuran yg dilakukan Tim tersebut akan diminta juga legal opinion dari ahli plagiarisme. Jika berdasarkan legal opinion dari Ahli juga menyatakan hal yg sama, maka sesuai dengan PMWA USU No.16 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kelola USU akan dilanjutkan proses nya," ujar Runtung.
Muryanto Amin Tak Pernah Dipanggil Untuk Klarifikasi
Dekan FISIP USU yang juga rektor USU terpilih periode 2021-2026, Muryanto Amin memastikan dirinya memiliki bukti-bukti terkait dugaan plagiarisme yang menyasar dirinya. Kepada rmolsumut, ia bahkan mengaku sudah mengetahui adanya kegiatan tim untuk menelusuri dugaan-dugaan tersebut.
Namun kata Muri sapaan akrab Muryanto, bukti-bukti ini seolah tertahan karena hingga saat ini ia tidak pernah dimintai klarifikasi sama sekali atas tuduhan tersebut.
"Itu kan aku dah dapat juga, cuman itu kan ada hal-hal yang ku inikan kujelaskan. Tapi panjang ceritanya. Tuduhan itu ada bukti-buktiku untuk menolaknya. Tapi aku nggak pernah dipanggil. Cemana aku nggak pernah dipanggil, sama siapa mau kukasih. Aku nggak pernah dipanggil, nggak pernah dikasi tau," kata Muri, Jumat 11 Desember 2020.
Tidak hanya itu, Muri juga mengaku sudah menerima adanya lembaran yang isinya seolah-olah hasil dari penelusuran yang dilakukan oleh tim bentukan Rektor USU. Dalam salinan tersebut terdapat kesimpulan-kesimpulan yang intinya menyebutkan bahwa plagiarisme terjadi. Namun dalam salinan tersebut, orang-orang yang terlibat dalam Tim Penelusuran belum membubuhkan tanda tangan sehingga ia merasa salinan tersebut tidak lebih dari 'surat kaleng' yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Kalau ada tandatangan orang itu disitu, dimuat di berita kutuntut orang itu betul. Dibuat laporan gitu tapi aku nggak pernah dipanggil, ntah siapa yang laporkan. Harusnya dalam pemeriksaan tim itu aku dipanggillan," ungkapnya.
Muri meyakini, beredarnya salinan yang seolah-olah berisi hasil kesimpulan Tim Penelusuran tersebut tidak lebih hanya menjadi upaya untuk membentuk opini.
"Mereka berharap ada media naiki untuk opini kan. Punya aku semua itu (bukti) untuk membantahnya," ungkapnya.
Efek Pemilihan Rektor
Pemilihan rektor USU periode 2021-2026 dimana nama Muryanto Amin menjadi sosok yang terpilih disinyalir ada dibalik mencuatnya isu plagiarisme yang ditelusuri Tim Khusus yang dibentuk oleh Rektor USU.
"Ini efek dari pemilihan lalu, cemanalah. Aku udah capek aku, lelah mau kerja awak asik digangguin aja," katanya.
Muryanto sangat berharap seluruh pihak menghormati hasil pemilihan ini. Secara khusus ia bahkan meminta doa agar seluruh persoalan dan keinginan dia untuk memajukan USU dapat berjalan dengan baik.
"Itu aku minta doalah, karena inikan nggak ringan juga ini menuju pelantikan. Biasa orang nggak bisa menerima kekalahan dalam kompetisi," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved