Menegakkan Keadilan Pemilu

Frien Jones Tambun/Ist
Frien Jones Tambun/Ist

Keadilan Pemilu merupakan suatu aspek mendasar dalam kehidupan bernegara utamanya menyangkut persoalan demokrasi. Alasannya Keadilan Pemilu menjadi instrumen utama setiap negara demokrasi dalam menegakkan kedaulatan rakyat dalam memastikan adanya transisi dan rotasi kekuasan berjalan secara demokratis.

Sehingga penting bagi pihak penyelenggara baik itu Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan

Umum (KPU) dari tingkatan pusat hingga tingkatan daerah provinsi, kabupaten/kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) hingga petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus menjalankan fungsi dan kewenangannya berdasarkan perundang-undangan dan peraturan yang mengikutinya.

Apalagi pada pemilu tahun 2024 nanti akan diselenggarakan secara serentak yaitu Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024 sedangkan Pemilihan Kepala Daerah akan dilaksanakan pada 27 November 2024.

Sehingga penting bagi setiap penyelenggara pemilu mampu mendorong Keadilan Pemilu dengan mendorong meningkatnya partisipasi politik masyarakat untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan pemilih menggunakan hak pilihnya dengan merasa aman, nyaman dan tidak mendapat intervensi pihak manapun agar supaya hasil pemilihan

mendapatkan legitimasi yang kuat.

Artinya dalam upaya menegakan Keadilan Pemilu, salah satu aspek penting yang harus diwujudkan adalah kepastian hukum dan kemanfaatan dalam proses penyenggaraan pemilihan yang berkualitas dan berintegritas. Dimana baik KPU dan Bawaslu harus menjamin pemilih mendapatkan haknya bukan hanya ketika mereka terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) tapi para pemilih juga memiliki hak pasca mereka menggunakan hak pilihnya bahwa suara mereka benar-benar dihitung dan tidak dimanipulasi oleh oknum pihak-pihak yang tidak bertangggung jawab.

Adapun Keadilan Pemilu akan benar-benar bisa terwujud ketika proses pemilihan menjamin setiap tindakan, prosedur pemilihan, dan keputusan terkait pemilihan berada dalam jalur kerangka hukum dengan melindungi hak memilih setiap masyarakat. Juga pada setiap terdapatnya aktivitas yang menyimpang dari setiap proses penyelenggaraan, masyarakat bisa

melakukan pengawasan secara langsung dengan dilibatkan dalam setiap proses pengaduan, persidangan hingga pasca putusan.

Keadilan Pemilu pada Pemilu 2024 mendatang menjadi sorotan utama masyarakat, apalagi ini pertama kali dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia pelaksanaan pemilihan dilakukan ditahun yang sama. Selain membutuhkan anggaran yang sangat besar yang nilainya mencapai 76,6 Triliun rupiah sehingga penting bagi setiap pemangku kepentingan memastikan uang yang dikeluarkan negara dari APBN tidak menghasilkan pemilihan yang melanggar hukum. Setiap pemangku kepentingan dalam pemilihan umum harus memegang teguh prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur.

Pemilu kedepan harus didesain agar potensi pelanggaran dapat dicegah melalui identifikasi awal. Kemudian penyelenggara pemilu harus sedetail mungkin mampu menciptakan sistem yang baik agar potensi-potensi kecurangan baik dari proses penetapan DPT, peraturan kampanye, proses perhitungan suara berjenjang dan pengumuman hasil pemilihan degan terbuka dan bebas dari intervensi serta manipulasi oleh oknum-oknum pemilihan yang menjadi penjahat pemilu.

Pada pengalaman sebelumnya dalam proses pemilihan, ada banyak bentuk kasus kecurangan yaitu dokumen formulir C1 atau catatan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS yang illegal, proses perhitungan yang manipulatif hingga

pembiaran terhadap aktivitas money politik yang tidak ditindak tegas oleh Bawaslu.

Pada analisis saya setidaknya ada 5 (lima) yaitu Pertama, relasi patron-clien atara penyelenggara pemilihan dengan para kandidat baik itu calon kepala daerah dan calon legislatif terhadap penyelenggara pemilihan yang mengakitbatkan terdapatnya oknum di KPU dan Bawaslu di tingkatan daerah menyalahgunakan kewenangannya sehingga berujung pada kecurangan.

Kedua, mahalnya biaya politik (cost politic) dalam pemilihan umum di Indonesia sehingga para aktor-aktor politik yang bertarung di pemilu sehingga memberikan celah terdapatnya kecurangan.

Ketiga, Sistem pemilihan yang kita gunakan masih lemah secara sistem sehingga membuka celah terhadap terdapatnya manipulasi data kepemiluan. Manipulasi ini bisa berbentuk data pemilih yang tidak update atau tidak sesuai faktanya serta marak terjadinya manipulasi dalam proses perhitungan hasil pemilihan dalam beberapa pemilu terakhir.

Keempat, pada bagian data pemilih kerap terjadi ketidak akurat-an data sehingga pada proses rekapitulasi penghitungan berjenjang masih membuka peluang adanya kesalahan penghitungan dan berujung manipulasi hasil perolehan suara.

Kelima, tumpang tindih kewenangan antara penyelenggara pemilu yaitu Bawasu dan KPU masih menjadi persoalan yang mengibatkan banyak persoalan belum maksimal diselesaikan.

Berdasarkan persoalan diatas, maka menurut pendaat saya pentingnya mengkaji ulang desain sistem keadilan pemilu sembari mengawasi agar setiap penyelenggara pemilu bisa melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya tidak melampaui undang-undang serta para penyenggara pemilu bisa mengambil kebijakan secara kolektif bukan atas kepentingan masing-masing individu.

Tujuannya tentu dalam upaya agar pemilu berkeadilan mampu menciptakan iklim pemilu yang bebas, adil, dan jujur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu dalam tujuan menegakkan keadilan pemilu agar para pemangku kepentingan dalam pemilihan harus menyiapkan iklim pemilu dengan kondisi yang adil dan setara.

Selain itu penyelenggara pemilu baik Bawaslu dan KPU harus lebih meningkatkan peran masyarakat sipil atau pemilih dalam kapasitasnya untuk memantau semua tahapan dalam proses pemilu serta mendorong media, masyarakat sipil, pengamat pemilu, dan partai politik menjalankan fungsinya yaitu melalui pendidikan politik pada setiap unsur yang memiliki kepentingan dalam upaya menegakkan keadilan pemilu.***

Penulis adalah Pengacara dan Pengamat Kepemiluan