Merupakan bagian dari tema kongres Umat Islam Sumatera Utara yang berlangsung dari 26-28 Agustus 2022 di Asrama Haji Kota Medan. Merupakan refleksi 77 tahun Indonesia merdeka, sebagai jawaban atas pencapaian yang dinikmati, kegagalan yang dirasa, serta harapan yang hendak dituju bersama. Ukhwah, politik, ekonomi merupakan persoalan utama yang harus tuntaskan untuk tercapainya cita-cita kemerdekaan bangsa. Tentu jalur-jalur yang ditempuh harus sesuai dengan konstitusi dan kemaslahatan bangsa.
Kesadaran keummatan melihat bangsa ini harus dirasakan sebagai ungkapan kesediaan diri untuk ambil bagian. Bangsa yang menikmati kemerdekaan saat ini, merupakan hasil perjuangan para pahlawan yang tetesan darahnya mengalirkan kebebasan dan tulangnya mengkokohkan kekuatan. Apa mesti dikhianati, merupakan cara yang licik, busuk dan tak tahu diri. Untuk itu, revolusi atau jalur konstitusi merupakan langkah untuk menata ulang Indonesia. Dan menariknya, pada kesempatan tersebut ketua DPD RI AA Lanyalla Mahmud Mattalitti tidak mempersoalkan revolusi atau jalur konstistusi.
Untuk itu, kekuatan dan kehebatan umat Islam harus dikumpulkan kembali, duduk bersama dalam mencari solusi untuk dinikmati di kemudian hari oleh anak-anak dan cucu-cucu agar sesuai dengan amanat konstitusi. Energy umat harus disadarkan, sebab sangat penting, dapat ditempuh melalui Kongres Umat Islam Sumatera Utara sebagai nutrisi yang mampu memberikan warna dalam membina dan mengumpulkan kekuatan yang berserakan selama ini. Dan harapan itu ada, melalui wujud ormas-ormas Al Washliyyah, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, al Ittihadiyyah, Parmusi, Perti dan Praktisi serta para akademisi. Terbukti, disaat Din Syamsuddin memuji para peserta yang hadir memakai atribut, pengenal masing-masing menghiasi indahnya senja di tengah asrama Haji Kota Medan. Sebuah kekuatan yang nyata, ada, tapi tak memberikan makna yang utama atau seolah adanya, dianggap tak ada ungkap Edi Rahmayadi Gubernur Sumatera Utara.
Oleh karena itu, memperkuat ukhwah, melawan Islamphobia, politik dan ekonomi sebagai jembatan untuk menata ulang Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan ini harus dapat dituntaskan disela-sela kegiatan kehidupan sebagai wujud tanggungjawab sebagai bangsa. Ukhwah kebangsaan sedang diuji, semakin sulit mencapai persatuan dan kesatuan bangsa. Sementara bangsa ini merdeka dicapai dengan tekad bersama yaitu Persatuan. Islamphobia semakin mendekati dalam suasana kebangsaan, dan seolah bangsa ini sedang digiring ke sekularis, seolah dilupakan begitu saja bahwa bangsa ini hadir dari kekuatan penuh atas perjuangan dan revolusi para Ulama, Santri dan Umat Islam. Sementara suasana politik, sedang dipertontonkan politik primordialis bersifat emosional, oligarki. Begitu juga ekonomi, hanya dikuasi segelintir orang saja, sementara kemiskinan, kesusahan sebagai pemandangan biasa.
Oleh karena itu, ukhwah, politik, ekonomi harus direbut dan diperbaiki sebagai jihad kebangsaan untuk terciptanya cita-cita kemerdekaan. Harapannya, kongres Umat Islam kedua ini, betul-betul mampu memberikan rekomendasi untuk dijalankan oleh negara ini.
Wallahu a’lam bis shawab.***
Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Learning Society Islam Transitif
© Copyright 2024, All Rights Reserved