Pengamat politik Sohibul Ansor menilai tidak ada hal yang perlu disesalkan terkait posisi Amien Rais yang 'tersingkir' dari kepengurusan PAN dibawah kepemimpinan Zulkifli Hasan yang kembali terpilih memimpin partai tersebut. Bahkan menurutnya, hal ini tidak perlu memerosotkan soliditas PAN apalagi mendorong agar kalangan internal melakukan gerakan utnuk membentuk PAN Reformasi. "Itu cara-cara lama yang amat tidak sehat," katanya kepada RMOLSumut, Kamis (12/3). Sohibul menjelaskan, ada berbagai cara-cara demokratis yang dapat dilakukan jika menginginkan Zulkifli Hasan pada akhirnya jatuh dari tampuk pimpinan PAN. "Tunggu saja Ketua Umum Zulkifli Hasan salah menjalankan kepemimpinan ke depan, kritisi, lawan dan jatuhkan, dengan cara-cara demokratis," ujarnya. "Jangan pula lupa bahwa jika konstitusi PAN memperkenankan seseorang seperti Zulkifli Hasan untuk menjabat Ketua Umum selama ia berkeinginan, terimalah itu sebagai bagian intergral dari watak demokrasi yang difahami, dianut dan dibakukan dalam jatidiri PAN. Hadapi ia dalam setiap kongres dan jika kalah jangan cepat-cepat frustrasi," tambahnya. Ia juga mengingatkan agar semua orang menyadari bahwa Amien Rais sejak awal tidak pernah berkeinginan untuk mengabadikan posisi dirinya sebagai penentu tertinggi (premus interpares) dalam tubuh PAN, meskipun hal itu sangat mudah baginya. "Tradisi politik di Indonesia sangat mendukung itu sejak zaman Mataram. Tapi lihat saja partai-partai lain yang mensakralkan figur tertentu sebagai resep tunggal kelanggengan partai, akhirnya sangat berpengaruh atas buruknya capaian demokratisasi Indonesia secara menyeluruh," ungkapnya. Di Indonesia menurut Sohibul ada dua macam partai, yakni partai moderen dan partai tradisional. Partai moderen berusaha mangadopsi nilai-nilai terluhur demokrasi meski di sana-sini tetap saja ada kekurang sempurnaan. Sedangkan partai tradisional selalu lebih menganggap kekuasaan sebagai tujuan utama yang difahami seolah mandat langsung dari Tuhan dan tak boleh dikoreksi. Penelantaran atas nilai-nilai demokrasi tidak menjadi soal, walaupun sejatinya partai itu adalah instrumen demokrasi. "PAN boleh memilih sebagai partai moderen atau tradisional, dan sesungguhnya pelajaran untuknya sudah lebh dari cukup untuk menentukan sikap ke depan apakah sebagai pelengkap dalam proses politik kebangsaan dan kenegaraan atau sebagai katalisator efektif. Pertanyaan itu pantas diajukan kepada PAN mengingat historicalbackground pendirian dan klaim sebagai partai reformasi," demikian Sohibul Ansor.[R]
Pengamat politik Sohibul Ansor menilai tidak ada hal yang perlu disesalkan terkait posisi Amien Rais yang 'tersingkir' dari kepengurusan PAN dibawah kepemimpinan Zulkifli Hasan yang kembali terpilih memimpin partai tersebut. Bahkan menurutnya, hal ini tidak perlu memerosotkan soliditas PAN apalagi mendorong agar kalangan internal melakukan gerakan utnuk membentuk PAN Reformasi. "Itu cara-cara lama yang amat tidak sehat," katanya kepada RMOLSumut, Kamis (12/3). Sohibul menjelaskan, ada berbagai cara-cara demokratis yang dapat dilakukan jika menginginkan Zulkifli Hasan pada akhirnya jatuh dari tampuk pimpinan PAN. "Tunggu saja Ketua Umum Zulkifli Hasan salah menjalankan kepemimpinan ke depan, kritisi, lawan dan jatuhkan, dengan cara-cara demokratis," ujarnya. "Jangan pula lupa bahwa jika konstitusi PAN memperkenankan seseorang seperti Zulkifli Hasan untuk menjabat Ketua Umum selama ia berkeinginan, terimalah itu sebagai bagian intergral dari watak demokrasi yang difahami, dianut dan dibakukan dalam jatidiri PAN. Hadapi ia dalam setiap kongres dan jika kalah jangan cepat-cepat frustrasi," tambahnya. Ia juga mengingatkan agar semua orang menyadari bahwa Amien Rais sejak awal tidak pernah berkeinginan untuk mengabadikan posisi dirinya sebagai penentu tertinggi (premus interpares) dalam tubuh PAN, meskipun hal itu sangat mudah baginya. "Tradisi politik di Indonesia sangat mendukung itu sejak zaman Mataram. Tapi lihat saja partai-partai lain yang mensakralkan figur tertentu sebagai resep tunggal kelanggengan partai, akhirnya sangat berpengaruh atas buruknya capaian demokratisasi Indonesia secara menyeluruh," ungkapnya. Di Indonesia menurut Sohibul ada dua macam partai, yakni partai moderen dan partai tradisional. Partai moderen berusaha mangadopsi nilai-nilai terluhur demokrasi meski di sana-sini tetap saja ada kekurang sempurnaan. Sedangkan partai tradisional selalu lebih menganggap kekuasaan sebagai tujuan utama yang difahami seolah mandat langsung dari Tuhan dan tak boleh dikoreksi. Penelantaran atas nilai-nilai demokrasi tidak menjadi soal, walaupun sejatinya partai itu adalah instrumen demokrasi. "PAN boleh memilih sebagai partai moderen atau tradisional, dan sesungguhnya pelajaran untuknya sudah lebh dari cukup untuk menentukan sikap ke depan apakah sebagai pelengkap dalam proses politik kebangsaan dan kenegaraan atau sebagai katalisator efektif. Pertanyaan itu pantas diajukan kepada PAN mengingat historicalbackground pendirian dan klaim sebagai partai reformasi," demikian Sohibul Ansor.© Copyright 2024, All Rights Reserved