Penolakan terhadap penambangan batu bara di kawasan Gunung Layung masih terus terjadi.
Terbaru, masyarakat Dayak Tunjung 4 Kampung yaitu Kampung Geleo Baru, Geleo Asa, Ongko Asa dan Ombau Asa yang tergabung dalam Forum Sempekat Peduli Gunung Layung di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur melakukan aksi penolakan tambang batu bara dengan cara memasang plang penolakan penjualan tanah yang berada di kawasan Gunung Layung, Sabtu (20/3)
Mereka membentangkan spanduk raksasa dengan pesan, "Ini Tanah Kami, Tidak Ada Tempat untuk Tambang! Selamatkan Ekosistem Gunung Layung! Jagaq Talutn Tanaq Taay" yang berarti, “Jaga Hutan dan Tanah Kita”, di salah satu ladang di kaki Gunung Layung.
Di lokasi ini sendiri perusahaan PT. Kencana Wilsa dengan luas IUP 5.010 ha sedang melakukan pembukaan jalan houling dan jeti. Pembukaan jalan houling menerabas sejumlah ladang warga dan beberapa sungai sepanjang 5,4 km hingga wilayah pengerukan di Gunung Layung.
Pradarma Rupang dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur dalam keterangan tertulisnya menyebutkan Gunung Layung merupakan gunung sakral yang menjadi sumber air dan hulu-hulu sungai yang menghidupi kampung-kampung di sekitar kaki gunung. Di kawasan tersebut juga melimpah rotan, buah mata kucing, pohon pisang hingga durian Layung yang terkenal sebagai durian lokal di Kalimantan Timur serta ikan sungai yang menjadi sumber pencaharian warga. Hutan-hutan di kaki gunung juga adalah hutan adat, diantaranya Hema Bojoq dan Hemaq Beniung yang dihormati dan sakral bagi masyarakat.
Sejak Juli 2020, warga bersama Jatam Kaltim dan LBH Samarinda menggugat pemerintah dan PT. Kencana Wilsa untuk membuka dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang selama ini ditutupi dan disembunyikan dari warga Gunung Layung. Pada Maret 2021, sidang sengketa informasi berhasil memaksa pemerintah untuk membuka data dan memenangkan sengketa informasi tersebut. Kini dokumen AMDAL telah terbuka dan dimiliki oleh warga.
Di dalam dokumen AMDAL tersebut, salah satu kemenangan lainnya ialah warga berhasil mendesak Kampung Ongko Asa untuk keluar dari wilayah konsesi PT. Kencana Wilsa. Kini warga melanjutkan perjuangan untuk melepaskan kampung-kampung lain dari wilayah konsesi dan memerdekakan 100% Gunung Layung dari penjajahan pertambangan PT. Kencana Wilsa.
Aksi dan ikrar tersebut dimulai dengan pemasangan 13 plang, oleh warga yang menolak tanahnya dijual untuk tambang, diantaranya di lahan Saharun (60 tahun), Taser (73 tahun) dan Sering (54 tahun) serta yang lainnya. Puncak aksi adalah pembentangan spanduk di ladang kampung Geleo Asa dan ditutup dengan menggantung spanduk di pinggir jalan menuju tambang PT. Kencana Wilsa.
Warga menuntut pertambangan dibatalkan karena tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Timur, membahayakan hutan adat dan kawasan sakral, serta mengancam sumber air dan kekayaan keberagaman pangan.
Kampung Geleo Asa sudah berumur 120 tahun dan tambang mengancam keberlangsungan usia kampung yang dihuni oleh masyarakat Dayak Tunjung ini.
© Copyright 2024, All Rights Reserved