Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor menepis dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mendakwanya turut diperkaya dari pemberian ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya termasuk minyak goreng (migor) tahun 2021-2022.
- Kasus Korupsi Ekspor Minyak Goreng, Manajer Alfamart Diperiksa Kejagung
- Terkait Dugaan Suap di Basarnas RI, Firli Bahuri: OTT KPK Sudah Sesuai Prosedur Hukum dan Mekanisme yang Berlaku
- Sidang Irjen Teddy Minahasa Berlanjut, Hakim Dengar Kesaksian AKBP Dody Prawiranegara
Baca Juga
Melalui kuasa hukumnya Juniver Girsang, ia mengaku justru dirugikan atas kebijakan soal izin ekspor minyak goreng.
"Pertama, kalau dikatakan memperkaya malahan faktanya sebetulnya kita dirugikan karena kebijakan yang inkonsisten. Dengan demikian sebetulnya yang harus kita mintai pertanggungjawaban adalah yang membuat kebijakan yang terus menerus berubah dan faktanya produsen itu korban kebijakan" ujar Juniver kepada wartawan, usai pembacaan surat dakwaan kasus dugaan korupsi migor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
Juniver menjelaskan, Master Parulian tidak terima atas dakwaan jaksa. Master Parulian berencana mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan tersebut. Terlebih, kata Juniver, kebijakan Kemendag sebenarnya yang merugikan kliennya.
"Tidak menutup kemungkinan kami meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah yang mengakibatkan produsen ini khususnya klien kami mengalami kerugian," katanya.
Dalam sidang pembacaan surat dakwaan oleh tim JPU, disebutkan bahwa sejumlah grup usaha diuntungkan dalam perkara korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah CPO.
Dalam dakwaan yang dibacakan tim JPU, menyebutkan terdapat tiga grup korporasi mendapat keuntungan dari fasilitas pemberian izin ekspor CPO tersebut, yaitu Grup Musim Mas yang terdiri dari beberapa perusahaan, yakni PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas, yang diuntungkan sejumlah Rp 626.630.516.604 (Rp 626,6 miliar).
Selanjutnya, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau, yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp 124.418.318.216 (Rp 124,4 miliar).
Kemudian, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, yakni PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, yang diuntungkan sebesar Rp 1.693.219.882.064 (Rp 1,69 triliun).
"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 (Rp 6 triliun) dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925 (Rp 12,3 triliun)," kata tim JPU.
- Larangan Ekspor CPO Dicabut, Marthin Manurung: Perlu Dibentuk Satgas CPO dan Migor
- Soal Larangan Ekspor CPO, Ahmad Hadian: Pemerintah Harus Selamatkan Nasib Pekebun Sawit
- Pejabat Kememdag Jadi Tersangka Ekspor CPO