Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) nomor Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tentang rekomendasi pemberhentian Evi Novida Ginting sebagai anggota KPU RI masa jabatan 2017-2022 telah cacat dalam prosesnya. Hal ini disampaikan Hamdan Zoelva kepada wartawan usai menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan yang diajukan oleh Evi Novida Ginting atas pemecatannya tersebut di PTUN Jakarta. "Paling tidak ada dua masalah besar. Pertama, aduan sudah dicabut kok masih diproses, itu jadi problem. Kedua, peraturan DKPP menyatakan Kuorum itu minimum 5, sementara keputusan diambil oleh 4 orang. Itu telak menurut hukum, itu batal. Karena peraturan DKPP itu adalah delegasi kewenangan dari Undang-Undang kepada DKPP untuk membuat peraturan DKPP. Jadi posisinya sangat tinggi, sehingga saat kurang kuorumnya, maka putusan tidak sah," katanya kepada wartawan, Rabu (24/6). Hamdan Zoelva menambahkan, cacat dalam proses ini harus menjadi pertimbangan bagi PTUN Jakarta dalam menimbang objek materil dari gugatan yang diajukan oleh Evo Novida Ginting selaku penggugat. Hal ini nantinya akan berimbas pada terbitnya Keputusan Presiden no 34/P tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang pemberhentian Evi Novida sebagai Anggota KPU RI tersebut. "Saya tadi katakan bahwa Keputusan DKPP adalah objek yang bisa dinilai oleh PTUN. Objek formilnya adalah putusan presiden. Namun objek Materilnya adalah proses yang menjadi sebab keluarnya putusan presiden yaitu proses di DKPP. Mau tidak mau, PTUN harus menilai proses itu, kalau sudah cacat prosesnya, maka keputusan itu harus dibatalkan," ujarnya. Lantas, mungkinkah Evi Novida dikembalikan pada jabatan sebelumnya jika PTUN memutuskan mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan objek gugatan batal demi hukum? "Harus dikembalikan, kalau seluruh proses itu tidak sah. Maka harus dikembalikan lagi, karena tidak sah," pungkasnya.[R]
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) nomor Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tentang rekomendasi pemberhentian Evi Novida Ginting sebagai anggota KPU RI masa jabatan 2017-2022 telah cacat dalam prosesnya. Hal ini disampaikan Hamdan Zoelva kepada wartawan usai menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan yang diajukan oleh Evi Novida Ginting atas pemecatannya tersebut di PTUN Jakarta. "Paling tidak ada dua masalah besar. Pertama, aduan sudah dicabut kok masih diproses, itu jadi problem. Kedua, peraturan DKPP menyatakan Kuorum itu minimum 5, sementara keputusan diambil oleh 4 orang. Itu telak menurut hukum, itu batal. Karena peraturan DKPP itu adalah delegasi kewenangan dari Undang-Undang kepada DKPP untuk membuat peraturan DKPP. Jadi posisinya sangat tinggi, sehingga saat kurang kuorumnya, maka putusan tidak sah," katanya kepada wartawan, Rabu (24/6). Hamdan Zoelva menambahkan, cacat dalam proses ini harus menjadi pertimbangan bagi PTUN Jakarta dalam menimbang objek materil dari gugatan yang diajukan oleh Evo Novida Ginting selaku penggugat. Hal ini nantinya akan berimbas pada terbitnya Keputusan Presiden no 34/P tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang pemberhentian Evi Novida sebagai Anggota KPU RI tersebut. "Saya tadi katakan bahwa Keputusan DKPP adalah objek yang bisa dinilai oleh PTUN. Objek formilnya adalah putusan presiden. Namun objek Materilnya adalah proses yang menjadi sebab keluarnya putusan presiden yaitu proses di DKPP. Mau tidak mau, PTUN harus menilai proses itu, kalau sudah cacat prosesnya, maka keputusan itu harus dibatalkan," ujarnya. Lantas, mungkinkah Evi Novida dikembalikan pada jabatan sebelumnya jika PTUN memutuskan mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan objek gugatan batal demi hukum? "Harus dikembalikan, kalau seluruh proses itu tidak sah. Maka harus dikembalikan lagi, karena tidak sah," pungkasnya.© Copyright 2024, All Rights Reserved