SURAT Dahlan Hasan Nasution memberitahu seluruh rakyat Indonesia tentang beban berat dan tekanan psikologis yang dirasakannya sebagai Bupati Mandailing Natal (Madina) dalam memenangkan Jokowi untuk jabatan Presiden periode kedua melalui pemilu 2019.
Surat Dahlan Hasan Nasution bertanggal 18 April 2019 itu juga sekaligus menunjukkan contoh betapa buruknya pemahaman bernegara di kalangan pejabat publik di Indonesia yang dapat dibuktikan dengan betapa kaburnya bagi mereka batas sebagai Presiden RI dan Calon Presiden RI yang pada saat ini keduanya memang berpadu di dalam satu diri (Jokowi). Amat diyakini hal ini terjadi hampir di semua level pemerintahan.
Secara administratif kesalahan fatal pertama surat Dahlan Hasan Nasution terlihat mulai dari anilea pertama ketika ia menegaskan pemilu di Mandailing Natal tidak seperti yang diharapkan. Jika ia sadar sedang berbicara atau berkirim surat kepada Presiden RI, laporannya sudah sangat memadasi ketika pelaksanaan pemilu di Madina berlangsung jurdil dan berintegritas.
Presiden RI Jokowi semestinya tidak pada posisi dipaksa bersedih jika hasilnya tidak memihak kepada Capres Jokowi, karena pada hakekatnya keduanya berbeda.
Dahlan Hasan Nasution tidak tahu bahwa sebagai Presiden RI Jokowi adalah kepala pemerintahan yang mengangkat dan memberhentikan menteri, menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya, melaksanakan APBN, dan program pembangunan.
Sebagai Kepala Negara Presiden Jokowi memegang kekuasan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, yang dengan itu atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, menyatakan keadaan bahaya, mengangkat Duta dan Konsul dan menerima Duta negara lain, juga memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi, yang memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan. Dahlan Hasan Nasution tidak memahami itu.
Dengan laporan seperti itu, apalagi ditambah dengan bunyi narasi pada alinea kedua tentang pembangunan di Madina, semestinya Dahlan Hasan Nasution hanya dapat dikatakan santun dan tepat berkirim surat kepada Jokowi yang Capres bernomor urut 01 dan yang sedang berhadapan dengan Prabowo Subianto. Jika ia ingin membuat tembusan, maka di dalam suratnya dapat disebut nama Eric Thohir, dan semua jajaran tim kampanyenya hingga ke leval terbawah. Ia juga terlarang menggunakan kertas remi dan stempel jabatan dalam pemerintahan Madina.
Narasi Dahlan Hasan Nasution pada alinea 3 mengaitkan pola pikir masyarakat yang takberhasil dibangun untuk mendukung pembangunan dengan indikator tidak memberi dukungan kepada Jokowi pada pemilu 2019. Mudah-mudahan Jokowi dan seluruh pejabat yang menjadi alamat surat tidak ikut-ikutan salah bahwa tak mendukung dan tak memilih Jokowi dalam pemilu 2019 sama sekali tidak boleh disebut tak mendukung pembangunan. Madina hanya tidak percaya kepada Jokowi dan mungkin juga kepada Dahlan Hasan dan orang-orang bersama dia.
Meski pun surat ini telah dengan sendirinya membuka tabir tentang keburukan pemerintahan Jokowi, namun Presiden RI dan Mendagri tidak dapat serta-merta memberi respon. Semua pejabat yang terkait dengan kepentingan kekuasaan pemerintahan di tingkat pusat tidak boleh menganggap surat ini pernah ada dan apalagi untuk diproses dengan pemberian persetujuan.
Tetapi jangan pernah karena kejadian ini (kekalahan Capres Jokowi di Madina) membuat agenda pembangunan yang menjadi tanggungjawab pusat tak segera terealisasi, termasuk akselerasi pembangunan lapangan terbang Bukit Malintang. Jangan pancing rakyat Indonesia mengajukan gugatan politik penerapan abuse of power dan trading in influence (perdagangan pengaruh).
Hanya saja kekuatan politik di Madina boleh dan dapat menjadikan surat ini untuk memakzulkan Dahlan Hasan Nasution dari kekuasaannya sebagai Bupati Madina.
Sebetulnya banyak lagi yang tidak ada dalam naskah tetapi dapat ditafsirkan dari surat Dahlan Hasan Nasution, di antaranya target pemberian pertanggungjawaban pribadi kepada Jokowi yang mungkin telah pernah melakukan bargaining entah tentang apa saja.
Selain itu, sebagaimana lazim terlihat dari tingkah pejabat-pejabat tak berkualitas yang dikumpul oleh Jokowi di istana, yang tak pernah menyumbang perbaikan terhadap wawasan Jokowi itu, yang dengan jibaku selalu siap mengorbankan integritas, dengan lebih memilih peran diri sebagai pembantu pribadi Jokowi yang mencapres ketimbang sebagai pejabat negara, surat Dahlan Hasan Nasution adalah sebuah cerminan buruk pemerintahan Nawacita dan kegagalan fatal revolusi mental.
Masih Beruntung
Begitu pun, dari segi beban berat yang ditanggung, Dahlan Hasan Nasution masih beruntung tak seburuk nasib puluhan petugas pemilu yang meninggal dan yang mungkin masih akan disusul lagi oleh sejumlah yang lain ke depan.
Surat Dahlan Hasan Nasution melukiskan beban berat akibat tekanan psikhis yang luar biasa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved