Elemen mahasisaw Labuhanbatu melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kantor PT HPP, Jalan Diponegoro, Medan, Jumat (11/2/2022).
Aksi unjuk rasa ini mereka lakukan karena resah dengan operasional perusahaan tersebut di Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu.
"Aksi unjukrasa ini dilakukan sebagai bentuk keresahan kami terhadap berbagai problem yang ada di PT. HPP yakni terkait dugaan kelebihan HGU, dugaan Pendirian Pabrik yang melanggar ketentuan hukum, plasma, CSR, Pembalakan liar dan lain sebagainya," kata Koordinator Aksi, Surya Dermawan Nasution.
Menurut Surya PT. HPP diduga kuat tidak memiliki HGU atas 2.300 Hektar lahan di Desa Pasar Tiga, Kecamatan Panai Tengah. Hal ini menurutnya terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat yang dilaksanakan Komisi B DPRD Sumut pada Rabu 21 Oktober 2020.
Selain itu, berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Panai Tengah (APMA PATEN) dengan cara flooting dan penginderaan melalui satelit BHUMI ATN BPN RI ditemukan ada kebun sawit PT. HPP yang berada diluar arsir kuning yang menandakan kebun sawit tersebut tidak memiliki HGU seluas kurang lebih 129 Hektar.
"Untuk diketahui, mengenai kelebihan HGU di PT. HPP ini sebenarnya sudah seperti rahasia umum di Panai Tengah, jika ditanyakan ke masyarakat Panai Tengah rata-rata banyak membenarkan soal kelebihan HGU di PT. HPP tersebut," ujarnya.
Surya juga mengatakan bahwa Pendirian pabrik PT. HPP yang mulai dikerjakan sejak tahun 2020 yang lalu diduga kuat banyak melanggar ketentuan hukum.
"Seperti salah satu contohnya mengenai AMDAL, sampai saat ini tidak ada transparansi mengani kajian AMDAL pendirian Pabrik, kami selaku putra daerah tidak pernah mendengar ada pelibatan masyarakat dalam penyusunan AMDAL, padahal berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Tentanng Lingkungan Hidup disebutkan bahwa Perusahaan harus melibatkan masyarakat sekitar dalam penyusunan AMDAL," ungkapnya.
Dalam orasinya Surya mengatakan bahwa PT. HPP selama ini juga belum mematuhi Undang-Undang No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan mengenai kewajiban perusahaan membangunan fasilitas perkebunan masyarakat sebesar 20% dari seluruh luasan HGU yang dimiliki perusahaan.
"Berdasarkan NIB 00053, diketaahui luasan HGU PT. HPP ialah seluas ±3.600 Hektar. Dari luasan HGU tersebut seharusnya PT. HPP membangunan kebun masyarakat seluas 720 Hektar, namun karena terlalu serakah, sampai saat ini PT. HPP belum melaksanakan hal tersebut," ujar Surya.
Surya juga menambahkan bahwa Pada sekitar tahun 2013 yang silam, mencuat isu illegal loging atau pembalakan liar oleh PT. HPP. Diduga kuat PT. HPP menggunakan kayu hutan hasil pembalakan liar untuk membangun perumahan karyawannya. Hal inilah yang membuat mereka hinggahari ini, menduga bahwa PT. HPP juga masih melakukan pembalakan liar yakni di kawasan hutan lindung atau hutan penyangga yang lokasinya berada ditengah-tengah areal perkebunan PT. HPP.
Atas hal itu, pengunjuk rasa menyampaikan beberapa tuntutan diantaranya yakni gar tanah tanpa HGU di perkebunan PT. HPP disita oleh negara dan diserahkan kepada rakyat. Kemudian, PT. HPP harus melaksanakan UU No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan terkait lahan plasma seluas 20%.
Tuntutan lain yakni PT. HPP melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat sekitar.
Aparat Penegak Hukum usut tuntas dugaan pembalakan liar PT. HPP dan jika terbukti secara hukum, penjarakan pihak-pihak Pimpinan Perusahaan.
"Pemerintah harus hentikan pembangunan Pabrik Kelapa Sawit PT. HPP di Panai Tengah karena kami duga tidak sesuai dengan mekanisme aturan hukum yang berlaku," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved