Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) tengah menjadi pembicaraan terkait proyek perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan bernilai fantastis Rp 2,7 triliun. Pembicaraan tentu saja menyangkut dua sisi yakni yang mendukung dan yang mengkritik.
Pihak yang mendukung proyek tersebut beralasan, proyek ini merupakan hal yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat Sumatera Utara saat ini. Karenanya sudah tepat jika pemerintah menyahuti keinginan masyarakat yang butuh dukungan infrastruktur mumpuni guna mendukung roda perekonomian mereka.
Sedangkan pihak yang mengkritik bersikukuh, alasan untuk menyahuti kebutuhan rakyat tidak lantas boleh dilakukan dengan menabrak berbagai aturan yang ada. Penganggaran proyek yang sifatnya tahun jamak atau multi years terhitung 2022, 2023 dan 2024 dinilai masih belum ‘clear dan clean’ karena masih menabrak aturan tentang pengelolaan keuangan daerah.
Saya tentu tidak mengomentari tentang bagaimana teknis penganggaran yang terjadi sehingga memicu dua cara pandang berbeda. Sepertinya lebih menarik berbicara mengenai ‘magnet politik’ dari proyek itu.
PDI Perjuangan lewat perwakilan mereka di DPRD Sumatera Utara merupakan salah satu pendukung Edy Rahmayadi terkait proyek tersebut. Mereka menilai proyek ini merupakan kebijakan tepat untuk menjawab kebutuhan masyarakat tentang infrastruktur yang mumpuni. Bahkan kata mereka, jika proyek ini sukses maka Edy Rahmayadi berpeluang untuk mendapat dukungan maju kembali pada Pilgubsu 2024 mendatang.
Sanjungan yang tentu saja kalau kata orang Medan bisa ‘bersayap’ mengingat PDI Perjuangan bukanlah partai pengusung Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Ijeck) pada Pilgubsu 2018 lalu. Logikanya, partai-partai pendukung Edy-Ijeck lah yang lebih mudah mengklaim bahwa jika program ini sukses maka hal itu adalah karena dukungan dari mereka.
Ironisnya, kritik pedas justru muncul dari kader partai politik pengusung Edy-Ijeck di Pilgubsu 2018. Meski tidak semua, namun salah satu yang paling mencuat adalah kritik dari para kader Partai Golkar. Mereka mengaku mendukung seluruh kebijakan Pemprovsu sepanjang tidak melanggar dan menabrak aturan yang ada. Nah, itu tadi menurut mereka soal proyek Rp 2,7 triliun itu belum clear n clean sehingga mereka meminta agar dievaluasi dulu.
Ditengah dua kubu tersebut, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi sepertinya cuek saja. Ia seolah tak peduli pada fakta bahwa kader partai pendukungnya yakni kader Golkar yang kini dipimpin oleh wakilnya sendiri Musa Rajekshah merupakan yang paling banyak mengkritik.
“Kalau ada yang tidak mendukung proyek ini, tak usah kalian pilih,” begitu katanya kepada masyarakat yang menghadiri Groundbreaking proyek tersebut di Desa Suka Makmur, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang.
Semakin jelas bahwa proyek ini memicu ‘magnet politik’ yang kuat.
Terlepas dari berbagai urusan teknis penganggaran dan lainnya. Saya kira, proyek Rp 2,7 triliun ini adalah panggung politik yang sangat seksi untuk tujuan pemilu 2024. Sebab, masyarakat tentu hanya akan peduli tentang bagaimana agar jalan mereka menjadi mulus, tanpa peduli apakah hal itu nantinya akan memberikan dampak hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam urusan teknis penganggarannya.
Sebab pemimpin yang tersandung hukum mungkin sudah dianggap hal biasa, melampaui luar biasanya penderitaan akibat hancurnya infrastruktur jalan.***
© Copyright 2024, All Rights Reserved