Sejak awal, Nama Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang harusnya diblacklist dari daftar pencalonan Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Sumut periode 2021-2024. Pasalnya, disamping SK perpanjangan yang tidak sah, kedua nama ini telah menjabat sebagai komisioner selama 2 periode.
Hal tersebut disampaikan oleh mantan komisioner KPID Sumut periode 2004-2008, Tohap P Simamora. Menurutnya, masa pencalonan kembali seorang komisioner atau petahana telah diatur dalam Peraturan KPI Nomor 1/2014 Pasal 27, yang menyebutkan masa jabatan Anggota KPI adalah tiga tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
"Tidak ada lagi istilah incumbent bagi mereka karena sudah dua kali diperpanjang. Pertama, perpanjangan masa jabatan diteken Gubernur Sumut. Sedangkan yang kedua diteken Sekdaprovsu. Mereka itu harus dibuang karena sudah tidak sesuai aturan. Apalagi, mereka tidak mengikuti tahapan uji kompetensi (tes tertulis dan tes psikologi), padahal status mereka bukan incumbent," papar Tohap.
Lanjutnya, jika kedua nama ini ingin mencalonkan lagi sebagai komisioner, harus ada jeda periode terlebih dahulu. Contohnya, ada Abdul Haris Nasution, mantan Ketua KPID Sumut yang mencalonkan diri lagi setelah jeda satu periode, meskipun pada akhirnya tidak terpilih.
Pria yang akrab dipanggil Tosim ini mengatakan, tujuh nama komisioner KPID Sumut yang dipilih Komisi A sifatnya belum terpilih. Sebab, hingga saat ini Komisi A belum menemui solusi atas kekisruhan saat penetapannya, sehingga Ketua DPRD Sumut tidak berani mengajukannya ke Gubernur Sumut untuk di-SK-kan.
"Setahu saya di Komisi A sendiri belum sepakat lantaran ada yang keberatan. Kalau sudah terpilih itu pasti ada surat yang diteken Ketua DPRD Sumut. Kemudian, disampaikan kepada Gubernur Sumut dan diterbitkan SK (Surat Keputusan). Artinya, sampai saat ini mereka itu belum terpilih menurut saya," cetusnya.
Mengenai integritas 7 nama yang dipilih itu, Tohap mengaku tidak begitu mengenal latar belakang mereka secara jelas di bidang penyiaran maupun jurnalistik. Sehingga, kekacauan ini menjadi pelajaran bagi Komisi A untuk segera melakukan perbaikan dan kocok ulang untuk memilih sosok yang berkualitas.
"Saya sama sekali tidak begitu mengenal mereka satu pun, tidak tahu latar belakangnya seperti apa di media penyiaran. Saya sempat baca di media, dibilang ada calon yang wartawan, akademisi, praktisi dan sebagainya. Ada juga calon yang memiliki pengalaman sebagai penyiar. Namun, penyiar dengan praktisi tentu memahami penyiaran pasti berbeda," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved