Usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel yang menginginkan semua tempat ibadah dibawah kontrol pemerintah merupakan langkah mundur demokrasi.
Pemikiran Rycko yang menghendaki pemerintah mengawasi seluruh agenda yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama dalam menyampaikan dakwah atau khotbah menjadi bentuk sikap frustasi atas ketidak mampuan mengatasi masalah radikalisme.
Demikian disampaikan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) pdt Gomar Gultom dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/9/20230.
“Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah,” katanya.
Ketimbang memberlakukan usulan Kepala BNPT, Pdt Gomar lebih meminta adanya keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku. Selain itu, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan.
“Menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima mereka yang berbeda, serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragamana apapun,” ujarnya.
Pada sisi lain, pemerintah juga perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pendakwah, dan jangan cepat-cepat menghakiminya sebagai bagian dari radikalisme.
“Masalah yang kita hadapi kini adalah kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat. Bahkan perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara. Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved