Money politic adalah praktik yang menyesatkan dan menjadikan masyarakat memiliki jiwa transaksional dalam satu kepentingan bangsa ataupun kepentingan rakyat,\" kata Muhri yang kembali maju dalam kontestasi Pemilihan Legislatif DPRD Sumut untuk Dapil Binjai-Langkat ini.
\"Transaksi tarik suara\" ini, kata Muhri menjadi pangkal sederet kekacauan politik dan kerugian yang dialami masyarakat pasca pemilihan.
\"Politik uang membuat masyarakat menjadi buta dan tak bisa melihat dengan objektif kualitas caleg. Dan itu merugikan keadaan untuk lima tahun setelahnya. Praktik ini juga lebih mengedepankan apa untung atau ruginya memilih caleg itu secara pribadi, bukan secara kepentingan bangsa,†ujar Muhri.
Karena itulah, Ketua Komisi A DPRD Sumut dari Fraksi Demokrat, merasa pentingnya melakukan kontrak politik sebagai bentuk perlawanannya terhadap money politic di daerah pemilihannya.
Kontrak politik adalah cara untuk menolak praktik money politic. Karena, sebenarnya kehadiran calon anggota legislatif yang bertemu dengan masyarakat itu untuk transfer pengetahuan kepada masyarakat bahwa lembaga DPRD itu bukan hanya urusan ‘serangan fajar’ ataupun berapa banyak uang yang mau dia berikan untuk bisa terpilih.
Muhri pun mengakui telah melakukan kontrak politik dengan 35 perwiritan di belasan desa di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.
\"Ada empat poin yang saya tekankan dalam kontrak politik yang saya ajukan kepada masyarakat,\" kata Muhri.
Pertama, kata Muhri, dia mendukung dan mengawal program-program untuk kemaslahatan umat, mulai dari pendidikan agama melalui masjid, madrasah, dan pengajian di perwiritan ibu-ibu.
Kedua, mengembangkan potensi perekonomian di Kecamatan Bahorok melalui sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Ketiga, mendukung program perwiritan ibu-ibu yang ada di Kecamatan Bahorok.
\"Dan Keempat, saya mendukung upaya-upaya dan program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba yang bisa mengakibatkan rusaknya generasi muda Islam di Kecamatan Bahorok,\" demikian Muhri. [hta]
" itemprop="description"/>
Money politic adalah praktik yang menyesatkan dan menjadikan masyarakat memiliki jiwa transaksional dalam satu kepentingan bangsa ataupun kepentingan rakyat,\" kata Muhri yang kembali maju dalam kontestasi Pemilihan Legislatif DPRD Sumut untuk Dapil Binjai-Langkat ini.
\"Transaksi tarik suara\" ini, kata Muhri menjadi pangkal sederet kekacauan politik dan kerugian yang dialami masyarakat pasca pemilihan.
\"Politik uang membuat masyarakat menjadi buta dan tak bisa melihat dengan objektif kualitas caleg. Dan itu merugikan keadaan untuk lima tahun setelahnya. Praktik ini juga lebih mengedepankan apa untung atau ruginya memilih caleg itu secara pribadi, bukan secara kepentingan bangsa,†ujar Muhri.
Karena itulah, Ketua Komisi A DPRD Sumut dari Fraksi Demokrat, merasa pentingnya melakukan kontrak politik sebagai bentuk perlawanannya terhadap money politic di daerah pemilihannya.
Kontrak politik adalah cara untuk menolak praktik money politic. Karena, sebenarnya kehadiran calon anggota legislatif yang bertemu dengan masyarakat itu untuk transfer pengetahuan kepada masyarakat bahwa lembaga DPRD itu bukan hanya urusan ‘serangan fajar’ ataupun berapa banyak uang yang mau dia berikan untuk bisa terpilih.
Muhri pun mengakui telah melakukan kontrak politik dengan 35 perwiritan di belasan desa di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.
\"Ada empat poin yang saya tekankan dalam kontrak politik yang saya ajukan kepada masyarakat,\" kata Muhri.
Pertama, kata Muhri, dia mendukung dan mengawal program-program untuk kemaslahatan umat, mulai dari pendidikan agama melalui masjid, madrasah, dan pengajian di perwiritan ibu-ibu.
Kedua, mengembangkan potensi perekonomian di Kecamatan Bahorok melalui sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Ketiga, mendukung program perwiritan ibu-ibu yang ada di Kecamatan Bahorok.
\"Dan Keempat, saya mendukung upaya-upaya dan program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba yang bisa mengakibatkan rusaknya generasi muda Islam di Kecamatan Bahorok,\" demikian Muhri. [hta]
"/>
Money politic adalah praktik yang menyesatkan dan menjadikan masyarakat memiliki jiwa transaksional dalam satu kepentingan bangsa ataupun kepentingan rakyat,\" kata Muhri yang kembali maju dalam kontestasi Pemilihan Legislatif DPRD Sumut untuk Dapil Binjai-Langkat ini.
\"Transaksi tarik suara\" ini, kata Muhri menjadi pangkal sederet kekacauan politik dan kerugian yang dialami masyarakat pasca pemilihan.
\"Politik uang membuat masyarakat menjadi buta dan tak bisa melihat dengan objektif kualitas caleg. Dan itu merugikan keadaan untuk lima tahun setelahnya. Praktik ini juga lebih mengedepankan apa untung atau ruginya memilih caleg itu secara pribadi, bukan secara kepentingan bangsa,†ujar Muhri.
Karena itulah, Ketua Komisi A DPRD Sumut dari Fraksi Demokrat, merasa pentingnya melakukan kontrak politik sebagai bentuk perlawanannya terhadap money politic di daerah pemilihannya.
Kontrak politik adalah cara untuk menolak praktik money politic. Karena, sebenarnya kehadiran calon anggota legislatif yang bertemu dengan masyarakat itu untuk transfer pengetahuan kepada masyarakat bahwa lembaga DPRD itu bukan hanya urusan ‘serangan fajar’ ataupun berapa banyak uang yang mau dia berikan untuk bisa terpilih.
Muhri pun mengakui telah melakukan kontrak politik dengan 35 perwiritan di belasan desa di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.
\"Ada empat poin yang saya tekankan dalam kontrak politik yang saya ajukan kepada masyarakat,\" kata Muhri.
Pertama, kata Muhri, dia mendukung dan mengawal program-program untuk kemaslahatan umat, mulai dari pendidikan agama melalui masjid, madrasah, dan pengajian di perwiritan ibu-ibu.
Kedua, mengembangkan potensi perekonomian di Kecamatan Bahorok melalui sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Ketiga, mendukung program perwiritan ibu-ibu yang ada di Kecamatan Bahorok.
\"Dan Keempat, saya mendukung upaya-upaya dan program pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba yang bisa mengakibatkan rusaknya generasi muda Islam di Kecamatan Bahorok,\" demikian Muhri. [hta]
"/>