Penambahan posisi Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan-RB) oleh Presiden Joko Widodo sangat disayangkan.
Selain karena posisi tersebut terbukti tidak memiliki pengaruh besar para kinerja kementerian, hal ini juga karena posisi tersebut akan menambah beban APBN.
"Seharusnya negara berhemat agar rencana pembangunan tidak terganggu," ujar Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (5/6).
Atas nama penghematan ini juga PNS harus menerima THR dan Gaji 13 tidak penuh. Para PNS harus menerima keputusan itu meskipun harus mengelus dada. Karena itu, penambahan posisi ini menjadi tidak sejalan dengan misi penghematan tersebut.
"Jadi dapat dibayangkan berapa anggaran negara yang harus dikeluarkan untuk para wakil menteri. Anggaran yang dikeluarkan negara tampaknya tidak sebanding dengan kinerja mereka," sambung Jamiluddin.
Publik hingga saat ini tidak mengetahui apa yang dikerjakan para wakil menteri. Publik hanya tahu kementerian yang memiliki wakil menteri kinerjanya juga tidak menonjol.
"Kementerian BUMN misalnya, yang mempunyai dua wakil menteri, toh kinerja biasa saja. Bahkan belakangan diketahui ada BUMN yang mengalami kerugian triliunan," kata Jamiluddin.
Atas kondisi inilah Jamiluddin menilai penambahan wakil menteri sengaja diberikan kepada relawan atau tim sukses yang belum kebagian jabatan. Mereka hanya untuk duduk manis menikmati kursi empuk, bukan untuk meningkatkan kinerja kementerian.
"Atas dasar itu, Jokowi sebaiknya meniadakan jabatan wakil menteri, bukan malah menambah. Hal ini makin urgen mengingat keuangan negara yang lagi senin kemis. Masalahnya, apakah Jokowi berani melakukan itu? Secara politis, Jokowi tentu enggan melakukannya," ucap Jamiluddin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved