MOLORNYA jadwal pelantikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kabupaten/kota se-Indonesia tentu berdampak pada pelaksanaan Pemilu 2024. Tanpa penjelasan yang komprehensif, Bawaslu RI tiba-tiba hanya mengeluarkan surat pemberitahuan penundaan pengumuman serta pelantikan anggota Bawaslu di kabupaten/kota. Ini tentu menjadi preseden buruk bagi Bawaslu yang mendapatkan mandat sebagai wasit dalam pemilu.
Dalam pandangan saya, molornya jadwal atau ingkarnya Bawaslu RI terhadap jadwal yang telah mereka tetapkan sendiri merupakan sebuah kelemahan dalam manajemen pemilu. Sebagai lembaga negara pengawas pemilu, Bawaslu periode ini, menurut dugaan saya, sangat membuka ruang kompromistis terhadap kepentingan politik.
Tanda-tandanya terlihat dari proses seleksi pengawas pemilu di berbagai tingkatan. Contohnya saja soal pemilihan tim seleksi (timsel) yang mengakomodir titipan partai politik. Celakanya lagi, saya mendapat informasi bahwa ada yang pernah menjadi caleg di Pemilu 2019 lolos menjadi timsel. Sebuab kesalahan fatal menurut saya tanpa verifikasi dalam menentukan timsel.
Kinerja timsel Bawaslu kabupaten/kota juga dirasa janggal. Calon-calon yang diloloskan beberapa punya masalah serius. Di Kota Medan, timsel meloloskan calon Bawaslu Kota Medan yang punya jejak rekam hitam terkena peringatan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ini tak hanya terjadi di Medan, tapi daerah-daerah lain. Kemudian, cawe-cawe jajaran sekretariat Bawaslu Provinsi Sumut dan kabupaten/kota juga sangat terasa. Mereka jadi inner circle bagi timsel untuk berkomunikasi dan menentukan pilihan kandidat yang akan diloloskan.
Begitupun, kondisi carut-marut seleksi Bawaslu kabupaten/kota yang tertunda mempunyai dampak lebih besar terhadap tahapan pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengumumkan bahwa akan menyampaikan Daftar Calon Sementara (DCS) Pemilu 2024 pada tanggal 19 Agustus 2023.
Maka itu, setelah pengumuman DCS ini, dapat dipastikan gugatan sengketa akan terjadi di Bawaslu kabupaten/kota. Dengan tenggat waktu terbatas, serta belum terlatihnya anggota Bawaslu kabupaten/kota menangani sengketa, hal ini akan jadi masalah. Penanganan sengketa pencalonan di Bawaslu bukanlah hal sepele. Diperlukan kajian dan pemahaman dari para anggota Bawaslu yang menanganinya. Kondisi ini diperburuk dengan mayoritas anggota Bawaslu kabupaten/kota incumbent tidak lolos. Padahal, merekalah yang selama ini dilatih dan pernah mengikuti simulasi penanganan sengketa. Miris!
Kini, kita semua berharap pada nasib baik. Mudah-mudahan kualifikasi yang ditetapkan timsel dalam menjaring calon anggota Bawaslu kabupaten/kita sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Penanganan pelanggaran pemilu, penyelesaian sengketa pemilu hingga penindakan yang seharusnya menjadi taji bagi Bawaslu sebagai pengawas, harus berwujud nyata.
Tapi, ya itulah, pemilu dan demokrasi kini diujung tanduk. Rasanya harapan dan kenyataan sudah semakin jauh jaraknya. Begitupun, kita hanya bisa berharap, semoga Bawaslu RI tak lagi salah pilih "pasukan".
***
Penulis merupakan Kader Partai NasDem, Anggota Bawaslu Sumut 2013-2018
© Copyright 2024, All Rights Reserved