Hasim menjelaskan salah satu hal yang mudah untuk melihat tingginya hegemoni partai politik yakni dengan munculnya berbagai aturan menjadi peserta pemilu yang sangat berat bagi sosok yang ingin ikut bertarung. Salah satunya yakni dengan regulasi 20 persen kursi di dewan yang wajib dikantongi oleh seseorang untuk dapat diterima mendaftar ke KPU. Hal ini ditambah lagi syarat yang juga lebih berat untuk sosok yang maju dari kalangan perorangan yang nyaris hampir sulit untuk dipenuhi.
\"Di Medan misalnya harus ada sekitar 105 ribu dukungan dari masyarakat berupa KTP. Itu kan syarat yang sangat berat. Akhirnya sosok yan gingin maju akan tetap mengandalkan dukungan parpol, disinilah cost politik itu menjadi sangat tinggi,\" sebutnya.
Kondisi ini menurut Hasim memperlihatkan bahwa partai politik yang selama ini selalu mendengungkan demokrasi sebenarnya melakukan praktik-praktik yang mengarah pada hal yang otoriter. Dalam kondisi seperti ini, hanya masyarakat secara massif yang dapat melakukan perlawanan untuk mengubahnya.
\"Masyarakat perlu ada keberanian agar ada revolusi dibidang regulasi politik. Harus disederhanakan syarat untuk maju jadi calon walikota, tak perlu harus 20 persen kursi atau pembatasan jumlah minimal dukungan bagi calon independen. Saya hal seperti itu akan membuat iklim demokrasi benar-benar berjalan baik,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Hasim menjelaskan salah satu hal yang mudah untuk melihat tingginya hegemoni partai politik yakni dengan munculnya berbagai aturan menjadi peserta pemilu yang sangat berat bagi sosok yang ingin ikut bertarung. Salah satunya yakni dengan regulasi 20 persen kursi di dewan yang wajib dikantongi oleh seseorang untuk dapat diterima mendaftar ke KPU. Hal ini ditambah lagi syarat yang juga lebih berat untuk sosok yang maju dari kalangan perorangan yang nyaris hampir sulit untuk dipenuhi.
\"Di Medan misalnya harus ada sekitar 105 ribu dukungan dari masyarakat berupa KTP. Itu kan syarat yang sangat berat. Akhirnya sosok yan gingin maju akan tetap mengandalkan dukungan parpol, disinilah cost politik itu menjadi sangat tinggi,\" sebutnya.
Kondisi ini menurut Hasim memperlihatkan bahwa partai politik yang selama ini selalu mendengungkan demokrasi sebenarnya melakukan praktik-praktik yang mengarah pada hal yang otoriter. Dalam kondisi seperti ini, hanya masyarakat secara massif yang dapat melakukan perlawanan untuk mengubahnya.
\"Masyarakat perlu ada keberanian agar ada revolusi dibidang regulasi politik. Harus disederhanakan syarat untuk maju jadi calon walikota, tak perlu harus 20 persen kursi atau pembatasan jumlah minimal dukungan bagi calon independen. Saya hal seperti itu akan membuat iklim demokrasi benar-benar berjalan baik,\" pungkasnya."/>
Hasim menjelaskan salah satu hal yang mudah untuk melihat tingginya hegemoni partai politik yakni dengan munculnya berbagai aturan menjadi peserta pemilu yang sangat berat bagi sosok yang ingin ikut bertarung. Salah satunya yakni dengan regulasi 20 persen kursi di dewan yang wajib dikantongi oleh seseorang untuk dapat diterima mendaftar ke KPU. Hal ini ditambah lagi syarat yang juga lebih berat untuk sosok yang maju dari kalangan perorangan yang nyaris hampir sulit untuk dipenuhi.
\"Di Medan misalnya harus ada sekitar 105 ribu dukungan dari masyarakat berupa KTP. Itu kan syarat yang sangat berat. Akhirnya sosok yan gingin maju akan tetap mengandalkan dukungan parpol, disinilah cost politik itu menjadi sangat tinggi,\" sebutnya.
Kondisi ini menurut Hasim memperlihatkan bahwa partai politik yang selama ini selalu mendengungkan demokrasi sebenarnya melakukan praktik-praktik yang mengarah pada hal yang otoriter. Dalam kondisi seperti ini, hanya masyarakat secara massif yang dapat melakukan perlawanan untuk mengubahnya.
\"Masyarakat perlu ada keberanian agar ada revolusi dibidang regulasi politik. Harus disederhanakan syarat untuk maju jadi calon walikota, tak perlu harus 20 persen kursi atau pembatasan jumlah minimal dukungan bagi calon independen. Saya hal seperti itu akan membuat iklim demokrasi benar-benar berjalan baik,\" pungkasnya."/>
Hegemoni partai politik menjadi faktor utama yang menyebabkan tingginya biaya politik di Indonesia. Tidak hanya untuk urusan pemilu tingkat pusat, biaya politik yang besar juga terjadi hingga di pemilihan kepala daerah tingkat kota dan kabupaten.
Demikian disampaikan guru besar USU, Prof Dr Hasim pada Social Infinity Meet up 'Menuju Medan Bagus' di Kantor Redaksi com, Jalan Tempua, Komplek Taman Tempua Residence, Blok A6, Medan, akhir pekan lalu.
"Hegemoni partai politik masih sangat tinggi, perilaku pengurus parpol itu masih sangat transaksional," katanya.
Hasim menjelaskan salah satu hal yang mudah untuk melihat tingginya hegemoni partai politik yakni dengan munculnya berbagai aturan menjadi peserta pemilu yang sangat berat bagi sosok yang ingin ikut bertarung. Salah satunya yakni dengan regulasi 20 persen kursi di dewan yang wajib dikantongi oleh seseorang untuk dapat diterima mendaftar ke KPU. Hal ini ditambah lagi syarat yang juga lebih berat untuk sosok yang maju dari kalangan perorangan yang nyaris hampir sulit untuk dipenuhi.
"Di Medan misalnya harus ada sekitar 105 ribu dukungan dari masyarakat berupa KTP. Itu kan syarat yang sangat berat. Akhirnya sosok yan gingin maju akan tetap mengandalkan dukungan parpol, disinilah cost politik itu menjadi sangat tinggi," sebutnya.
Kondisi ini menurut Hasim memperlihatkan bahwa partai politik yang selama ini selalu mendengungkan demokrasi sebenarnya melakukan praktik-praktik yang mengarah pada hal yang otoriter. Dalam kondisi seperti ini, hanya masyarakat secara massif yang dapat melakukan perlawanan untuk mengubahnya.
"Masyarakat perlu ada keberanian agar ada revolusi dibidang regulasi politik. Harus disederhanakan syarat untuk maju jadi calon walikota, tak perlu harus 20 persen kursi atau pembatasan jumlah minimal dukungan bagi calon independen. Saya hal seperti itu akan membuat iklim demokrasi benar-benar berjalan baik," pungkasnya.
Hegemoni partai politik menjadi faktor utama yang menyebabkan tingginya biaya politik di Indonesia. Tidak hanya untuk urusan pemilu tingkat pusat, biaya politik yang besar juga terjadi hingga di pemilihan kepala daerah tingkat kota dan kabupaten.
Demikian disampaikan guru besar USU, Prof Dr Hasim pada Social Infinity Meet up 'Menuju Medan Bagus' di Kantor Redaksi com, Jalan Tempua, Komplek Taman Tempua Residence, Blok A6, Medan, akhir pekan lalu.
"Hegemoni partai politik masih sangat tinggi, perilaku pengurus parpol itu masih sangat transaksional," katanya.
Hasim menjelaskan salah satu hal yang mudah untuk melihat tingginya hegemoni partai politik yakni dengan munculnya berbagai aturan menjadi peserta pemilu yang sangat berat bagi sosok yang ingin ikut bertarung. Salah satunya yakni dengan regulasi 20 persen kursi di dewan yang wajib dikantongi oleh seseorang untuk dapat diterima mendaftar ke KPU. Hal ini ditambah lagi syarat yang juga lebih berat untuk sosok yang maju dari kalangan perorangan yang nyaris hampir sulit untuk dipenuhi.
"Di Medan misalnya harus ada sekitar 105 ribu dukungan dari masyarakat berupa KTP. Itu kan syarat yang sangat berat. Akhirnya sosok yan gingin maju akan tetap mengandalkan dukungan parpol, disinilah cost politik itu menjadi sangat tinggi," sebutnya.
Kondisi ini menurut Hasim memperlihatkan bahwa partai politik yang selama ini selalu mendengungkan demokrasi sebenarnya melakukan praktik-praktik yang mengarah pada hal yang otoriter. Dalam kondisi seperti ini, hanya masyarakat secara massif yang dapat melakukan perlawanan untuk mengubahnya.
"Masyarakat perlu ada keberanian agar ada revolusi dibidang regulasi politik. Harus disederhanakan syarat untuk maju jadi calon walikota, tak perlu harus 20 persen kursi atau pembatasan jumlah minimal dukungan bagi calon independen. Saya hal seperti itu akan membuat iklim demokrasi benar-benar berjalan baik," pungkasnya.