Adi Mansar menjelaskan hal ini juga terindikasi muncul dalam kasus gugatan terhadap SK Gubernur Nomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017 tertanggal 31 Januari 2017 tentang pemberian izin lingkungan kepada PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) untuk membangun PLTA Batang Toru yang memiliki kepadatan keanekragaman hayati di lokasi pengerjaan proyek. Dalam hal ini menurutnya keputusan yang diambil oleh PTUN Medan belum memperlihatkan adanya pertimbangan yang detail mengenai dalil gugatan yang diajukan oleh Walhi Sumut.
\"SK perizinan itu dalam konsideratnya memasukkan beberapa peraturan perundang-undangan. Kalau itu aturan perundang-undangna itu dimasukkan, kenapa kemudian tidak semua peraturan perundang-undangan dijadikan sebagai \'pisau bedah\' oleh majelis untuk membenarkan terbitnya objek sengketa. Majelis hakim tidak membuat pertimbangan ini sesuai ketentuan sebuah putusan,\" ujarnya.
Atas kondisi ini menurut Adi Mansar, Walhi Sumut harus kembali memasukkan bukti baru dan saksi baru dalam pengajuan banding. Karena pada dasarnya menurutnya, putusan tanpa mempertimbangkan seluruh pertimbangan hukum yang diajukan harusnya dapat menjadi hal yang akan menganulir keputusan oleh hakim tinggi.
\"Kita minta penggugat untuk mengajukan permohonan banding dan membuat memori banding dan ditambahi alat bukti. karena pengadilan tingkat pertama, yang dilihat juga faktar. Jika saat ini PTUN Menolak berarti asumsi perkara yang kita ajukan itu tidak mampu kita membuktikannya. Maka kita harus yang menambahi buktinya yang membatalkan pernyataan atau pertimbangan hakim yang menyatakan kita tidak dapat membuktikan itu,\" pungkasnya.
Eksaminasi ini dihadiri oleh beberapa kalangan akademisi lainnya seperti Dekan Fakultas Hukum UMSU Ida Hanafiah, Dekan FH UPH Alum Simbolon, Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Tarigan, Tim Kuasa Hukum Walhi Sumut Golfrid Siregar dan kalangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Unika St Thomas, Universitas HKBP Nommensen termasuk juga kalangan LSM." itemprop="description"/>
Adi Mansar menjelaskan hal ini juga terindikasi muncul dalam kasus gugatan terhadap SK Gubernur Nomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017 tertanggal 31 Januari 2017 tentang pemberian izin lingkungan kepada PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) untuk membangun PLTA Batang Toru yang memiliki kepadatan keanekragaman hayati di lokasi pengerjaan proyek. Dalam hal ini menurutnya keputusan yang diambil oleh PTUN Medan belum memperlihatkan adanya pertimbangan yang detail mengenai dalil gugatan yang diajukan oleh Walhi Sumut.
\"SK perizinan itu dalam konsideratnya memasukkan beberapa peraturan perundang-undangan. Kalau itu aturan perundang-undangna itu dimasukkan, kenapa kemudian tidak semua peraturan perundang-undangan dijadikan sebagai \'pisau bedah\' oleh majelis untuk membenarkan terbitnya objek sengketa. Majelis hakim tidak membuat pertimbangan ini sesuai ketentuan sebuah putusan,\" ujarnya.
Atas kondisi ini menurut Adi Mansar, Walhi Sumut harus kembali memasukkan bukti baru dan saksi baru dalam pengajuan banding. Karena pada dasarnya menurutnya, putusan tanpa mempertimbangkan seluruh pertimbangan hukum yang diajukan harusnya dapat menjadi hal yang akan menganulir keputusan oleh hakim tinggi.
\"Kita minta penggugat untuk mengajukan permohonan banding dan membuat memori banding dan ditambahi alat bukti. karena pengadilan tingkat pertama, yang dilihat juga faktar. Jika saat ini PTUN Menolak berarti asumsi perkara yang kita ajukan itu tidak mampu kita membuktikannya. Maka kita harus yang menambahi buktinya yang membatalkan pernyataan atau pertimbangan hakim yang menyatakan kita tidak dapat membuktikan itu,\" pungkasnya.
Eksaminasi ini dihadiri oleh beberapa kalangan akademisi lainnya seperti Dekan Fakultas Hukum UMSU Ida Hanafiah, Dekan FH UPH Alum Simbolon, Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Tarigan, Tim Kuasa Hukum Walhi Sumut Golfrid Siregar dan kalangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Unika St Thomas, Universitas HKBP Nommensen termasuk juga kalangan LSM."/>
Adi Mansar menjelaskan hal ini juga terindikasi muncul dalam kasus gugatan terhadap SK Gubernur Nomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017 tertanggal 31 Januari 2017 tentang pemberian izin lingkungan kepada PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) untuk membangun PLTA Batang Toru yang memiliki kepadatan keanekragaman hayati di lokasi pengerjaan proyek. Dalam hal ini menurutnya keputusan yang diambil oleh PTUN Medan belum memperlihatkan adanya pertimbangan yang detail mengenai dalil gugatan yang diajukan oleh Walhi Sumut.
\"SK perizinan itu dalam konsideratnya memasukkan beberapa peraturan perundang-undangan. Kalau itu aturan perundang-undangna itu dimasukkan, kenapa kemudian tidak semua peraturan perundang-undangan dijadikan sebagai \'pisau bedah\' oleh majelis untuk membenarkan terbitnya objek sengketa. Majelis hakim tidak membuat pertimbangan ini sesuai ketentuan sebuah putusan,\" ujarnya.
Atas kondisi ini menurut Adi Mansar, Walhi Sumut harus kembali memasukkan bukti baru dan saksi baru dalam pengajuan banding. Karena pada dasarnya menurutnya, putusan tanpa mempertimbangkan seluruh pertimbangan hukum yang diajukan harusnya dapat menjadi hal yang akan menganulir keputusan oleh hakim tinggi.
\"Kita minta penggugat untuk mengajukan permohonan banding dan membuat memori banding dan ditambahi alat bukti. karena pengadilan tingkat pertama, yang dilihat juga faktar. Jika saat ini PTUN Menolak berarti asumsi perkara yang kita ajukan itu tidak mampu kita membuktikannya. Maka kita harus yang menambahi buktinya yang membatalkan pernyataan atau pertimbangan hakim yang menyatakan kita tidak dapat membuktikan itu,\" pungkasnya.
Eksaminasi ini dihadiri oleh beberapa kalangan akademisi lainnya seperti Dekan Fakultas Hukum UMSU Ida Hanafiah, Dekan FH UPH Alum Simbolon, Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Tarigan, Tim Kuasa Hukum Walhi Sumut Golfrid Siregar dan kalangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Unika St Thomas, Universitas HKBP Nommensen termasuk juga kalangan LSM."/>
Praktisi hukum di Kota Medan, DR Adi Mansar mengatakan saat ini rakyat sedang dihadapkan dengan berbagai kesulitan saat berhadapan hukum dengan penguasa. Hal ini disampaikannya dalam 'Eksaminasi Putusan Nomor 110/LH/2018/TUN-MDN' yang digelar Walhi Sumut dengan melibatkan kalangan akademisi dan mahasiswa di Kampus Fakultas Hukum UMSU, Medan, Kamis (28/3/2019).
"Sulit bagi rakyat ketika berhadapan dengan penguasa dan pengusaha, ketika mereka berkolaborasi maka keputusan itu sesuai kehendak mereka bukan kehendak hukum," katanya.
Adi Mansar menjelaskan hal ini juga terindikasi muncul dalam kasus gugatan terhadap SK Gubernur Nomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017 tertanggal 31 Januari 2017 tentang pemberian izin lingkungan kepada PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) untuk membangun PLTA Batang Toru yang memiliki kepadatan keanekragaman hayati di lokasi pengerjaan proyek. Dalam hal ini menurutnya keputusan yang diambil oleh PTUN Medan belum memperlihatkan adanya pertimbangan yang detail mengenai dalil gugatan yang diajukan oleh Walhi Sumut.
"SK perizinan itu dalam konsideratnya memasukkan beberapa peraturan perundang-undangan. Kalau itu aturan perundang-undangna itu dimasukkan, kenapa kemudian tidak semua peraturan perundang-undangan dijadikan sebagai 'pisau bedah' oleh majelis untuk membenarkan terbitnya objek sengketa. Majelis hakim tidak membuat pertimbangan ini sesuai ketentuan sebuah putusan," ujarnya.
Atas kondisi ini menurut Adi Mansar, Walhi Sumut harus kembali memasukkan bukti baru dan saksi baru dalam pengajuan banding. Karena pada dasarnya menurutnya, putusan tanpa mempertimbangkan seluruh pertimbangan hukum yang diajukan harusnya dapat menjadi hal yang akan menganulir keputusan oleh hakim tinggi.
"Kita minta penggugat untuk mengajukan permohonan banding dan membuat memori banding dan ditambahi alat bukti. karena pengadilan tingkat pertama, yang dilihat juga faktar. Jika saat ini PTUN Menolak berarti asumsi perkara yang kita ajukan itu tidak mampu kita membuktikannya. Maka kita harus yang menambahi buktinya yang membatalkan pernyataan atau pertimbangan hakim yang menyatakan kita tidak dapat membuktikan itu," pungkasnya.
Eksaminasi ini dihadiri oleh beberapa kalangan akademisi lainnya seperti Dekan Fakultas Hukum UMSU Ida Hanafiah, Dekan FH UPH Alum Simbolon, Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Tarigan, Tim Kuasa Hukum Walhi Sumut Golfrid Siregar dan kalangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Unika St Thomas, Universitas HKBP Nommensen termasuk juga kalangan LSM.
Praktisi hukum di Kota Medan, DR Adi Mansar mengatakan saat ini rakyat sedang dihadapkan dengan berbagai kesulitan saat berhadapan hukum dengan penguasa. Hal ini disampaikannya dalam 'Eksaminasi Putusan Nomor 110/LH/2018/TUN-MDN' yang digelar Walhi Sumut dengan melibatkan kalangan akademisi dan mahasiswa di Kampus Fakultas Hukum UMSU, Medan, Kamis (28/3/2019).
"Sulit bagi rakyat ketika berhadapan dengan penguasa dan pengusaha, ketika mereka berkolaborasi maka keputusan itu sesuai kehendak mereka bukan kehendak hukum," katanya.
Adi Mansar menjelaskan hal ini juga terindikasi muncul dalam kasus gugatan terhadap SK Gubernur Nomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017 tertanggal 31 Januari 2017 tentang pemberian izin lingkungan kepada PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) untuk membangun PLTA Batang Toru yang memiliki kepadatan keanekragaman hayati di lokasi pengerjaan proyek. Dalam hal ini menurutnya keputusan yang diambil oleh PTUN Medan belum memperlihatkan adanya pertimbangan yang detail mengenai dalil gugatan yang diajukan oleh Walhi Sumut.
"SK perizinan itu dalam konsideratnya memasukkan beberapa peraturan perundang-undangan. Kalau itu aturan perundang-undangna itu dimasukkan, kenapa kemudian tidak semua peraturan perundang-undangan dijadikan sebagai 'pisau bedah' oleh majelis untuk membenarkan terbitnya objek sengketa. Majelis hakim tidak membuat pertimbangan ini sesuai ketentuan sebuah putusan," ujarnya.
Atas kondisi ini menurut Adi Mansar, Walhi Sumut harus kembali memasukkan bukti baru dan saksi baru dalam pengajuan banding. Karena pada dasarnya menurutnya, putusan tanpa mempertimbangkan seluruh pertimbangan hukum yang diajukan harusnya dapat menjadi hal yang akan menganulir keputusan oleh hakim tinggi.
"Kita minta penggugat untuk mengajukan permohonan banding dan membuat memori banding dan ditambahi alat bukti. karena pengadilan tingkat pertama, yang dilihat juga faktar. Jika saat ini PTUN Menolak berarti asumsi perkara yang kita ajukan itu tidak mampu kita membuktikannya. Maka kita harus yang menambahi buktinya yang membatalkan pernyataan atau pertimbangan hakim yang menyatakan kita tidak dapat membuktikan itu," pungkasnya.
Eksaminasi ini dihadiri oleh beberapa kalangan akademisi lainnya seperti Dekan Fakultas Hukum UMSU Ida Hanafiah, Dekan FH UPH Alum Simbolon, Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Tarigan, Tim Kuasa Hukum Walhi Sumut Golfrid Siregar dan kalangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Unika St Thomas, Universitas HKBP Nommensen termasuk juga kalangan LSM.