Gelar Diskusi Publik, BEMSI Sumut Sepakat Tidak Ada Politisasi Identitas

Foto/Ist
Foto/Ist

Masyarakat Indonesia yang sangat beragam dipastikan tidak akan mudah dalam melepaskan diri dari politik identitas.


Sebab, berbagai kepentingan masing-masing golongan juga melekat dengan identitas masing-masing.

Hal ini mengemuka dalam Diskusi Publik Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEMSI) Sumatera Utara yang berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Politeknik Negeri Medan (Polmed) dengan judul “Menakar Kerawanan Konflik Pada Pemilu 2024, Studi Literasi Politik Identitas di Indonesia”, di Aula BPMP Kota Medan, Senin (21/11/2022).

Kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber seperti Muhammad Taufikurahman Dalimunte (Bawaslu Kota Medan),Mahmudin Hamzah Sinaga, S.Sos (Wakil Sekretaris DPD Partai Hanura), Fuad Ginting, S.Sos., M.IP, Dr. Rudiawan (Anggota DPRD Kota Medan Praksi PKS) dan ratusan peserta dari berbagai kampus di Kota Medan.

Mahmudin Hamzah mengatakan politik identitas merupakan politik yang menggunakan identitas sebagai alat untuk mencapai kekuasaan. Kita yang ada diindonesia tak terlepas dari etnisiti yang variatif.

“Kita memiliki agama yang berbeda beda , suku yang bermacam-macam jadi politik identitas adalah hal yang lumrah terjadi. Manusia itu juga tak luput dari identitas karena manusia adalah makhluk sosial. Namun demikian, potensi polarisasi yang akut harus dihindari pada pemilu mendatang karena hal tersebut dapat memecahbelah bangsa,” katanya.

Sementara itu, Anggota Fraksi PKS Kota Medan Dr. Rudiawan mengatakan politik identitas bukan hanya ada di Indonesia saja, di eropa juga demikian. Setiap orang berhak memilih golongannya masing-masing.

“Yang tidak boleh itu Politik Identitas yang di Politisasi secara ekstrem sehingga sentimen antar etnis bisa sangat tinggi,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Dosen Ilmu Politik USU, Fuad Ginting, mengemukakan bahwa setiap orang yang memiliki identitas pasti ingin memilih sesuai dengan identitasnya. Ia juga menyoroti perihal politik identitas yang dimanipulasi dan hal ini yang tidak dibenarkan.

“Semisal ada paslon yang ikut dalam kontestasi politik sama sama beragama muslim. Ia mempolitisir satu isu bahwa paslon yang lain itu keislamannya diragukan. Contoh tersebut ialah merupakan wujud dari Politik Identitas yang dimanipulasi. Ia juga menyoroti bahayanya potitik identitas. Politik identitas bahaya dikarenakan identitas adalah satu elemen yang merujuk pada kesetiaan,” sebutnya.

Sementara itu, Taufikurahman Dalimunthe mengaku optimis bahwa pemilu 2024 akan berjalan sebagaimana mestinya. Bawaslu juga sudah melakukan survey kerawanan konflik identitas dan dengan basis data tersebut. Ia memprediksi jenis politik yang akan muncul pada pemilu 2024 nanti diantaranya, politik uang, identitas (SARA), dan golongan.

“Masyarakat harus tau suara yang dibeli tidak dapat ditagih kembali. Ketika terpilih  orang yang dibeli suaranya pun tak kuasa untuk menuntut sang penguasa untuk menuntaskan janjinya karena penguasa memiliki otoritas yang lebih besar dibantingkan manusia yang dibeli suaranya,” ungkapnya.

Dari diskusi tersebut disimpulkan, politik identitas merupakan hal yang berpotensi kembali muncul di Pemilu 2024. Karena itu, seluruh pembicara dan peserta sepakat menolak politik tersebut karena sangat berpotensi memecah persatuan bangsa.

Diakhir kegiatan seluruh peserta dan pembicara mendeklarasikan diri untuk melawan politik identitas atas dasar agama serta mendeklarasikan pemilu damai.