Kelas Online Perkaderan Anti Korupsi Forhati (KPK Forhati) digelar perdana hari ini, Senin (13/4/2020) secara online. Pesertanya terdiri dari berbagai unsur masyarakat. Kegiatan ini diikuti oleh Pengurus KOHATI HMI cabang Medan (Halimah/Ketua Umum dan Vita Anggri Ayu/Sekretaris Umum), Sofiani, praktisi guru dan alumni Kohati dari Labuhan batu Selatan/Kota Pinang, Syahrial Arif Hutagalung dari UINSU, dan Edi Dharmawan Lumban Gaol, Aparat Negeri Sipil dari Dolok Sanggul. Kelas online dibuka dengan pemaparan tentang Dampak Korupsi dan Biaya Sosial Korupsi oleh Ainun Mardhiah. Dimoderatori oleh Peranita Sagala, Penyuluh AntiKorupsi LSP-KPK sekaligus Pengurus Forhati Sumut yang mejadi penyelenggara kegiatan ini. Dilaksakan secara daring melalui aplikasi Zoom. Sesi tanya-jawab berkembang cukup hangat dan akrab. Diawali dengan Sofiani yang semangat ingin memberantas korupsi. Kemudian saudara Edi yang memberikan gambaran dari sudut pandang pemerintah. Edi memaparkan bahwa terkadang korupsi dilakukan karena tidak tahu sistem. "Ada pula kondisi masyarakat yang mendorong terjadinya koropsi," katanya. Halimah dan Vita dari Kohati lebih mengangkat fenomena korupsi yang terjadi di Desa. Bagaimana melakukan gerakan antikorupsi di desa. Sementara Syahrial dari UINSU membahas tentang tindak korupsi yang "berjamaah" dan sistem negara yang ruwet dan cenderung membuka peluang korupsi. Para narasumber sepakat bahwa masih sangat dibutuhkan pemahaman tentang anti korupsi secara lebih meluas. Ketika seseorang menjabat di pemerintahan, baik ASN maupun Lurah mau tidak mau pejabat harus paham sistem. Strategi pemberantasan korupsi ada 3 cara yaitu: represif, perbaikan sistem, dan kampanye/pencegahan. Pemerintah melakukan upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan dan sistem, seperti lelang online, e-budgeting pelayanan satu pintu dan lain-lain. Pencegahan dilakukan salah satunya dengan kelas online ini. Ketiga strategi tersebut harus dilakukan secara sinergis. Mengenai desa, sebagai penggerak anti korupsi di desa perlu menguasai UU desa terlebih dahulu. Strateginya bisa dengan komunikasi yang baik ataupun melakukan pendidikan antikorupsi. Masyarakat harus dilatih mengenali anggaran desa dan mengkritisi penggunaannya. Kesimpulan diskusi tersebut yakni melawan korupsi yang "berjamaah" harusnya dengan melakukan Gerakan Anti Korupsi Berjemaah. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang berdampak kepada semua orang. Mirip seperti narkoba, namun berdampak nyata dibidang ekonomi dan kesejahteraan. Oleh karena itu, melawan korupsi tidak cukup berjemaah, tapi juga harus bersinergi. Diharapkan dari kelas online ini terbentuk komunitas-komunitas anti korupsi yang dibangun oleh para pesertanya. Kelas Online ini terbuka umum dilakukan melalui aplikasi WhatsApp Grup dan Zoom. Pendaftaran senantiasa dibuka dengan mendaftar di tautan bit.ly/kpkforhati2020. Peserta mendapatkan e-sertifikat dan di pandu untuk menjadi penyuluh KPK yang berkompetensi melalui Lembaga Sertifikasi Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (LSP-KPK).[R]
Kelas Online Perkaderan Anti Korupsi Forhati (KPK Forhati) digelar perdana hari ini, Senin (13/4/2020) secara online. Pesertanya terdiri dari berbagai unsur masyarakat. Kegiatan ini diikuti oleh Pengurus KOHATI HMI cabang Medan (Halimah/Ketua Umum dan Vita Anggri Ayu/Sekretaris Umum), Sofiani, praktisi guru dan alumni Kohati dari Labuhan batu Selatan/Kota Pinang, Syahrial Arif Hutagalung dari UINSU, dan Edi Dharmawan Lumban Gaol, Aparat Negeri Sipil dari Dolok Sanggul. Kelas online dibuka dengan pemaparan tentang Dampak Korupsi dan Biaya Sosial Korupsi oleh Ainun Mardhiah. Dimoderatori oleh Peranita Sagala, Penyuluh AntiKorupsi LSP-KPK sekaligus Pengurus Forhati Sumut yang mejadi penyelenggara kegiatan ini. Dilaksakan secara daring melalui aplikasi Zoom. Sesi tanya-jawab berkembang cukup hangat dan akrab. Diawali dengan Sofiani yang semangat ingin memberantas korupsi. Kemudian saudara Edi yang memberikan gambaran dari sudut pandang pemerintah. Edi memaparkan bahwa terkadang korupsi dilakukan karena tidak tahu sistem. "Ada pula kondisi masyarakat yang mendorong terjadinya koropsi," katanya. Halimah dan Vita dari Kohati lebih mengangkat fenomena korupsi yang terjadi di Desa. Bagaimana melakukan gerakan antikorupsi di desa. Sementara Syahrial dari UINSU membahas tentang tindak korupsi yang "berjamaah" dan sistem negara yang ruwet dan cenderung membuka peluang korupsi. Para narasumber sepakat bahwa masih sangat dibutuhkan pemahaman tentang anti korupsi secara lebih meluas. Ketika seseorang menjabat di pemerintahan, baik ASN maupun Lurah mau tidak mau pejabat harus paham sistem. Strategi pemberantasan korupsi ada 3 cara yaitu: represif, perbaikan sistem, dan kampanye/pencegahan. Pemerintah melakukan upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan dan sistem, seperti lelang online, e-budgeting pelayanan satu pintu dan lain-lain. Pencegahan dilakukan salah satunya dengan kelas online ini. Ketiga strategi tersebut harus dilakukan secara sinergis. Mengenai desa, sebagai penggerak anti korupsi di desa perlu menguasai UU desa terlebih dahulu. Strateginya bisa dengan komunikasi yang baik ataupun melakukan pendidikan antikorupsi. Masyarakat harus dilatih mengenali anggaran desa dan mengkritisi penggunaannya. Kesimpulan diskusi tersebut yakni melawan korupsi yang "berjamaah" harusnya dengan melakukan Gerakan Anti Korupsi Berjemaah. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang berdampak kepada semua orang. Mirip seperti narkoba, namun berdampak nyata dibidang ekonomi dan kesejahteraan. Oleh karena itu, melawan korupsi tidak cukup berjemaah, tapi juga harus bersinergi. Diharapkan dari kelas online ini terbentuk komunitas-komunitas anti korupsi yang dibangun oleh para pesertanya. Kelas Online ini terbuka umum dilakukan melalui aplikasi WhatsApp Grup dan Zoom. Pendaftaran senantiasa dibuka dengan mendaftar di tautan bit.ly/kpkforhati2020. Peserta mendapatkan e-sertifikat dan di pandu untuk menjadi penyuluh KPK yang berkompetensi melalui Lembaga Sertifikasi Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (LSP-KPK).© Copyright 2024, All Rights Reserved