Pergunjingan soal perubahan konsep Festival Danau Toba (FDT) kini menjadi topik terhangat di Sumatera Utara. Gubernur Edy Rahmayadi banjir kritik karena statemennya yang menyebut akan mengubah konsep agenda tahunan tersebut dengan alasan kegiatan yang dilakukan masih belum mampu untuk meningkatkan kunjungan wisata yang memang menjadi tujuan utama. Pada media-media yang ada, Edy menyebut bentuknya mau dibuat lain misalnya triatlon, lomba lari, berenang dan sepeda dan lain-lain. Yang intinya kata dia bukan ditiadakan kegiatannya, tetapi bentuknya (seperti) apa, metodenya. Agar wisatawan itu datang ke Danau Toba. Saya tentu tidak tau apakah konsep ini sudah dipikirkan matang atau hanya statemen-statemen yang khas ala Edy Rahmayadi yang memang selama ini sering menuai kontroversi. Namun hemat saya, statemen ini terlalu dini untuk disampaikan ke media. Masih teringat di kepala saya saat aksi memasang 'Bulang Sulappei' penutup kepala perempuan khas Simalungun menjadi salah satu agenda pada FDT 2019 di Parapat. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadis Budpar) Sumatera Utara, Ria Telaumbanua dengan semangatnya memberikan keterangan bahwa ini kegiatan yang sangat menarik, karena 'Bulang Sulappei' sudah hampir tidak pernah lagi muncul sehingga berpotensi hilang. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga akan dicatatkan di Rekor Muri dengan kategori jumlah terbanyak melipat dan memakai Bulang Sulappei. Saya sempat tersenyum kala itu mendengar pertanyaan saya yang dijawab ala kadarnya oleh Ria. Kenapa hanya Bulang Sulappei, kenapa tidak sekalian dengan Gotong Sulappei yang notabene adalah pasangan dari Bulang Sulappei itu?. Ria hanya senyum, kok tau? mungkin kedepanyalah kita akan buat kegiatannya lagi. Begitu katanya. Pada akhirnya setelah FDT menjadi pergunjingan yang bisa dikatakan masuk kategori aduhai beberapa hari terakhir ini, saya baru menyadari. Sebenarnya banyak pikiran-pikiran dari 'orang luar' yang bisa memberi masukan bagi Pemerintah Daerah selaku penyelenggara. Pertanyaan 'Kenapa Tidak Sekalian dengan Gotong Sulappei' sesungguhnya hanyalah masukan yang sangat kecil yang mungkin bisa membuat kegiatan itu lebih menarik. Tapi bu Kadis yang menurut saya adalah representasi dari Pemprov Sumut dalam kapasitas penyelenggaraan FDT, sepertinya tidak peka. Atau bahkan memang sudah terlanjur berfikir hal-hal yang membuat kegiatan per kegiatan menjadi lebih menarik. Lantas sekarang, FDT mau diubah dengan konsep lain? apa bisa membuatnya menarik?? Kesimpulan saya Pemda Harus Ngaca.***
Pergunjingan soal perubahan konsep Festival Danau Toba (FDT) kini menjadi topik terhangat di Sumatera Utara. Gubernur Edy Rahmayadi banjir kritik karena statemennya yang menyebut akan mengubah konsep agenda tahunan tersebut dengan alasan kegiatan yang dilakukan masih belum mampu untuk meningkatkan kunjungan wisata yang memang menjadi tujuan utama. Pada media-media yang ada, Edy menyebut bentuknya mau dibuat lain misalnya triatlon, lomba lari, berenang dan sepeda dan lain-lain. Yang intinya kata dia bukan ditiadakan kegiatannya, tetapi bentuknya (seperti) apa, metodenya. Agar wisatawan itu datang ke Danau Toba. Saya tentu tidak tau apakah konsep ini sudah dipikirkan matang atau hanya statemen-statemen yang khas ala Edy Rahmayadi yang memang selama ini sering menuai kontroversi. Namun hemat saya, statemen ini terlalu dini untuk disampaikan ke media. Masih teringat di kepala saya saat aksi memasang 'Bulang Sulappei' penutup kepala perempuan khas Simalungun menjadi salah satu agenda pada FDT 2019 di Parapat. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadis Budpar) Sumatera Utara, Ria Telaumbanua dengan semangatnya memberikan keterangan bahwa ini kegiatan yang sangat menarik, karena 'Bulang Sulappei' sudah hampir tidak pernah lagi muncul sehingga berpotensi hilang. Tidak hanya itu, kegiatan ini juga akan dicatatkan di Rekor Muri dengan kategori jumlah terbanyak melipat dan memakai Bulang Sulappei. Saya sempat tersenyum kala itu mendengar pertanyaan saya yang dijawab ala kadarnya oleh Ria. Kenapa hanya Bulang Sulappei, kenapa tidak sekalian dengan Gotong Sulappei yang notabene adalah pasangan dari Bulang Sulappei itu?. Ria hanya senyum, kok tau? mungkin kedepanyalah kita akan buat kegiatannya lagi. Begitu katanya. Pada akhirnya setelah FDT menjadi pergunjingan yang bisa dikatakan masuk kategori aduhai beberapa hari terakhir ini, saya baru menyadari. Sebenarnya banyak pikiran-pikiran dari 'orang luar' yang bisa memberi masukan bagi Pemerintah Daerah selaku penyelenggara. Pertanyaan 'Kenapa Tidak Sekalian dengan Gotong Sulappei' sesungguhnya hanyalah masukan yang sangat kecil yang mungkin bisa membuat kegiatan itu lebih menarik. Tapi bu Kadis yang menurut saya adalah representasi dari Pemprov Sumut dalam kapasitas penyelenggaraan FDT, sepertinya tidak peka. Atau bahkan memang sudah terlanjur berfikir hal-hal yang membuat kegiatan per kegiatan menjadi lebih menarik. Lantas sekarang, FDT mau diubah dengan konsep lain? apa bisa membuatnya menarik?? Kesimpulan saya Pemda Harus Ngaca.***© Copyright 2024, All Rights Reserved