Elfenda menjelaskan, saat ini BPJS sedang berada dalam situasi yang sangat dilematis. Hal ini sejak awal BPJS dihadirkan dengan didasarkan pada beberapa azas yakni azas kemanusiaan, azas manfaat dan azas keadilan sosial. Tiga azas ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan BPJS ini sepenuhnya tidak membicarakan soal keuntungan.
\"Artinya negara benar-benar harus memberikan jaminan terwujudnya ketiga azas tersebut,\" ujarnya.
Akan tetapi kata Elfenda, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya seluruh operasional yang terjadi tetap membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini membuat penyelenggaraan BPJS ini sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat melalui iuran yang juga besarannya didasarkan pada berbagai kriteria termasuk soal pendapatan. Artinya menurut Elfenda, selama pendapatan ini juga tidak dapat diperbaiki, maka partisipasi masyarakat dalam pembayaran iuran juga menjadi hal yang sulit jika harus ditingkatkan.
\"Pada satu sisi ketika pembayaran meningkat, maka banyak hal yang harus menjadi pertimbangan mulai dari jaminan kualitas layanan, hingga pada bagaimana pemerintah juga berkomitmen untuk menerapkan azas keadilan. Jangan masyarakat diminta iurannya naik, tapi pada saat yang sama misalnya dana insentif biaya perjalanan anggota dewan misalnya tidak bisa dikurangi. Itu akan selalu menjadi sorotan,\" pungkasnya." itemprop="description"/>
Elfenda menjelaskan, saat ini BPJS sedang berada dalam situasi yang sangat dilematis. Hal ini sejak awal BPJS dihadirkan dengan didasarkan pada beberapa azas yakni azas kemanusiaan, azas manfaat dan azas keadilan sosial. Tiga azas ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan BPJS ini sepenuhnya tidak membicarakan soal keuntungan.
\"Artinya negara benar-benar harus memberikan jaminan terwujudnya ketiga azas tersebut,\" ujarnya.
Akan tetapi kata Elfenda, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya seluruh operasional yang terjadi tetap membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini membuat penyelenggaraan BPJS ini sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat melalui iuran yang juga besarannya didasarkan pada berbagai kriteria termasuk soal pendapatan. Artinya menurut Elfenda, selama pendapatan ini juga tidak dapat diperbaiki, maka partisipasi masyarakat dalam pembayaran iuran juga menjadi hal yang sulit jika harus ditingkatkan.
\"Pada satu sisi ketika pembayaran meningkat, maka banyak hal yang harus menjadi pertimbangan mulai dari jaminan kualitas layanan, hingga pada bagaimana pemerintah juga berkomitmen untuk menerapkan azas keadilan. Jangan masyarakat diminta iurannya naik, tapi pada saat yang sama misalnya dana insentif biaya perjalanan anggota dewan misalnya tidak bisa dikurangi. Itu akan selalu menjadi sorotan,\" pungkasnya."/>
Elfenda menjelaskan, saat ini BPJS sedang berada dalam situasi yang sangat dilematis. Hal ini sejak awal BPJS dihadirkan dengan didasarkan pada beberapa azas yakni azas kemanusiaan, azas manfaat dan azas keadilan sosial. Tiga azas ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan BPJS ini sepenuhnya tidak membicarakan soal keuntungan.
\"Artinya negara benar-benar harus memberikan jaminan terwujudnya ketiga azas tersebut,\" ujarnya.
Akan tetapi kata Elfenda, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya seluruh operasional yang terjadi tetap membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini membuat penyelenggaraan BPJS ini sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat melalui iuran yang juga besarannya didasarkan pada berbagai kriteria termasuk soal pendapatan. Artinya menurut Elfenda, selama pendapatan ini juga tidak dapat diperbaiki, maka partisipasi masyarakat dalam pembayaran iuran juga menjadi hal yang sulit jika harus ditingkatkan.
\"Pada satu sisi ketika pembayaran meningkat, maka banyak hal yang harus menjadi pertimbangan mulai dari jaminan kualitas layanan, hingga pada bagaimana pemerintah juga berkomitmen untuk menerapkan azas keadilan. Jangan masyarakat diminta iurannya naik, tapi pada saat yang sama misalnya dana insentif biaya perjalanan anggota dewan misalnya tidak bisa dikurangi. Itu akan selalu menjadi sorotan,\" pungkasnya."/>
Pengamat anggaran Elfenda Ananda mengatakan wacana kenaikan iuran BPJS untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi saat ini merupakan hal yang sulit untuk diterapkan. Hal ini karena hingga saat ini kualitas layanan rumah sakit penyelenggara atau provider BPJS masih kerap dikeluhkan oleh masyarakat.
"Nah persoalannya apa bisa diterima kalau iurannya dinaikkan? meskipun tidak menyebut angka, saya yakin itu akan sulit dilaksanakan," katanya dalam diskusi 'Mencari Solusi Alternatif Pembiayaan Defisit BPJS Kesehatan' yang digelar Suluh Muda Indonesia (SMI) dan Prakarsa di Hotel Madani, Medan, Selasa (27/8/2019).
Elfenda menjelaskan, saat ini BPJS sedang berada dalam situasi yang sangat dilematis. Hal ini sejak awal BPJS dihadirkan dengan didasarkan pada beberapa azas yakni azas kemanusiaan, azas manfaat dan azas keadilan sosial. Tiga azas ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan BPJS ini sepenuhnya tidak membicarakan soal keuntungan.
"Artinya negara benar-benar harus memberikan jaminan terwujudnya ketiga azas tersebut," ujarnya.
Akan tetapi kata Elfenda, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya seluruh operasional yang terjadi tetap membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini membuat penyelenggaraan BPJS ini sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat melalui iuran yang juga besarannya didasarkan pada berbagai kriteria termasuk soal pendapatan. Artinya menurut Elfenda, selama pendapatan ini juga tidak dapat diperbaiki, maka partisipasi masyarakat dalam pembayaran iuran juga menjadi hal yang sulit jika harus ditingkatkan.
"Pada satu sisi ketika pembayaran meningkat, maka banyak hal yang harus menjadi pertimbangan mulai dari jaminan kualitas layanan, hingga pada bagaimana pemerintah juga berkomitmen untuk menerapkan azas keadilan. Jangan masyarakat diminta iurannya naik, tapi pada saat yang sama misalnya dana insentif biaya perjalanan anggota dewan misalnya tidak bisa dikurangi. Itu akan selalu menjadi sorotan," pungkasnya.
Pengamat anggaran Elfenda Ananda mengatakan wacana kenaikan iuran BPJS untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi saat ini merupakan hal yang sulit untuk diterapkan. Hal ini karena hingga saat ini kualitas layanan rumah sakit penyelenggara atau provider BPJS masih kerap dikeluhkan oleh masyarakat.
"Nah persoalannya apa bisa diterima kalau iurannya dinaikkan? meskipun tidak menyebut angka, saya yakin itu akan sulit dilaksanakan," katanya dalam diskusi 'Mencari Solusi Alternatif Pembiayaan Defisit BPJS Kesehatan' yang digelar Suluh Muda Indonesia (SMI) dan Prakarsa di Hotel Madani, Medan, Selasa (27/8/2019).
Elfenda menjelaskan, saat ini BPJS sedang berada dalam situasi yang sangat dilematis. Hal ini sejak awal BPJS dihadirkan dengan didasarkan pada beberapa azas yakni azas kemanusiaan, azas manfaat dan azas keadilan sosial. Tiga azas ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan BPJS ini sepenuhnya tidak membicarakan soal keuntungan.
"Artinya negara benar-benar harus memberikan jaminan terwujudnya ketiga azas tersebut," ujarnya.
Akan tetapi kata Elfenda, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaannya seluruh operasional yang terjadi tetap membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini membuat penyelenggaraan BPJS ini sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat melalui iuran yang juga besarannya didasarkan pada berbagai kriteria termasuk soal pendapatan. Artinya menurut Elfenda, selama pendapatan ini juga tidak dapat diperbaiki, maka partisipasi masyarakat dalam pembayaran iuran juga menjadi hal yang sulit jika harus ditingkatkan.
"Pada satu sisi ketika pembayaran meningkat, maka banyak hal yang harus menjadi pertimbangan mulai dari jaminan kualitas layanan, hingga pada bagaimana pemerintah juga berkomitmen untuk menerapkan azas keadilan. Jangan masyarakat diminta iurannya naik, tapi pada saat yang sama misalnya dana insentif biaya perjalanan anggota dewan misalnya tidak bisa dikurangi. Itu akan selalu menjadi sorotan," pungkasnya.