Hak prerogtif yang dimiliki oleh gubernur dalam menetapkan pimpinan Organiasi Perangkat Daerah (OPD) harus disertai dengan transparansi.
Transparansi dalam hal ini menyangkut penilaian yang ojektif yang mendasari keputusan dalam menentukan seseorang untuk menduduki jabatan baik pada tingkat eselon II maupun eselon III.
Begitu dikatakan pengamat kebijakan dan pemerintahan Universitas Negeri Medan (Unimed) Dr Bakhrul Khair Amal terkait perombakan besar-besaran pejabat utama Pemprov Sumut yang dilakukan oleh Gubernur Edy Rahmayadi.
“Tidak melulu hanya kriteria naik dan turun jabatan. Yang lebih penting dibuka ke publik adalah alasan objektif yang mendasari penempatan pejabat pada posisi tersebut,” katanya saat berbicang dengan RMOLSumut, Jumat (6/1/2023).
Bakhrul tidak membantah bahwa hak prerogatif membuat Edy Rahmayadi dapat dengan mudah menentukan sosok pejabat yang akan membantunya dalam mewujudkan visi misi Sumut Bermartabat. Akan tetapi, ia perlu memahami bahwa jabatan Gubernur merupakan jabatan politis yang diamanatkan oleh rakyat Sumatera Utara kepadanya. Dengan begitu, Edy perlu mempertanggungjawabkan keputusannya tersebut dengan memberikan penjelasan objektif terkait penempatan pejabat tersebut.
“Prerogatif itu bukan berarti semau gue, karena dia itu pejabat publik yang duduk karena mendapat amanah dari rakyat. Jelaskan saja pejabat ini ditempatkan pada jabatan ini karena apa karena prestasi atau karena apa? dengan begitu masyarakat menilai penempatan tersebut sebagai hal yang objektif, bukan subjektif karena kepentingan pribadi sang Gubernur,” ujarnya.
Menurut Bakhrul, tanpa penjelasan yang objektif maka masyarakat akan dengan mudah mengaitkan perombakan pejabat eselon II dan eselon III sebagai bagian politik untuk kepentingan Edy Rahmayadi terkait kontestasi Pilgubsu 2024. Ucapan Edy yang menyebut perombakan tersebut untuk akselerasi pembangunan di Sumatera Utara bahkan akan menjadi ambigu tanpa penjelasan yang terukur.
“Percepatan pembangunan, akselerasi, efisiensi dan lain itu bahasa kamuflase yang tidak mengkonkritkan pernyataan. Dalam hal ini Edy Rahmayadi perlu memahami dia bukan politisi, melainkan gubernur. Jabatannya memang lahir dari proses politik, namun saat berbicara dalam kapasitas gubernur dia bukanlah politisi melainkan pengemban amanah rakyat Sumatera Utara,” demikian Bakhrul Khair Amal.
Diketahui perombakan pejabat eselon II dan III dilakukan oleh Gubernur Edy Rahmayadi. Beberapa pejabat ada yang naik dan bahkan ada yang turun jabatan. Beberapa diantara pejabat tersebut juga ada yang kembali ke jabatan yang beberapa tahun lalu ditinggalkannya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved