Nanda menjelaskan, PLTA Batangtoru merupakan proyek pembangkitan berbasis energi baru terbarukan. Sumber energi yang dipastikan sangat ramah lingkungan karena menggunakan air sebagai pemutar turbin pembangkit bukan menggunakan BBM yang menghasilkan polusi. Hal ini mendukung komitmen Presiden RI dalam Paris Agreemen untuk mengurangi karbon dioksida sebesar 20 persen pada tahun 2030, dengan capaian pengurangan emisi karbon dioksida minimal 1,6 juta ton/tahun setara dengan 123 juta pohon.
\"Nah kalau kita mengandalkan pembangkit tenaga BBM, yang rusak ya lingkungan juga kan. Maka dari itu kita sangat berharap tidak ada pihak yang menyatakan bahwa proyek ini akan merusak lingkungan,\" ujarnya.
Korps Indonesia Muda menurut Nanda sangat heran dengan berbagai statemen dari sejumlah LSM seperti Walhi dan beberapa LSM lainnya Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Sumatera Orangutan Conservation Program-Orangutan Information Center (SOCP-OIC) yang selalu menyampaikan lewat media bahwa pembangunan PLTA Batangtoru tidak layak didukung karena merusak lingkungan dan memicu kepunahan orangutan. Bukan hanya karena isu mereka kontraproduktif dengan fakta bahwa sumber energi yang dibangun sangat ramah lingkungan, namun juga karena proyek ini akan membuat penghematan keuangan negara hingga Rp 5,6 triliun per tahun.
\"Pembangkit tenaga air ini menghemat begitu besar anggaran negara dibanding pembangkit yang menggunakan BBM. Saya kira alasan pihak-pihak LSM tersebut tidak masuk akal, dan kuat dugaan itu karena mereka juga diboncengi kepentingan pihak yang tidak ingin Indonesia dapat mengembangkan sumber energi baru terbarukan dan tidak ingin Indonesia menjadi negara yang hebat karena hemat anggaran,\" sebutnya.
\"DPRD Sumatera Utara kami minta agar mensosialisasikan hal ini juga kepada seluruh konstituen mereka di Sumatera Utara,\" demikian Nanda. " itemprop="description"/>
Nanda menjelaskan, PLTA Batangtoru merupakan proyek pembangkitan berbasis energi baru terbarukan. Sumber energi yang dipastikan sangat ramah lingkungan karena menggunakan air sebagai pemutar turbin pembangkit bukan menggunakan BBM yang menghasilkan polusi. Hal ini mendukung komitmen Presiden RI dalam Paris Agreemen untuk mengurangi karbon dioksida sebesar 20 persen pada tahun 2030, dengan capaian pengurangan emisi karbon dioksida minimal 1,6 juta ton/tahun setara dengan 123 juta pohon.
\"Nah kalau kita mengandalkan pembangkit tenaga BBM, yang rusak ya lingkungan juga kan. Maka dari itu kita sangat berharap tidak ada pihak yang menyatakan bahwa proyek ini akan merusak lingkungan,\" ujarnya.
Korps Indonesia Muda menurut Nanda sangat heran dengan berbagai statemen dari sejumlah LSM seperti Walhi dan beberapa LSM lainnya Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Sumatera Orangutan Conservation Program-Orangutan Information Center (SOCP-OIC) yang selalu menyampaikan lewat media bahwa pembangunan PLTA Batangtoru tidak layak didukung karena merusak lingkungan dan memicu kepunahan orangutan. Bukan hanya karena isu mereka kontraproduktif dengan fakta bahwa sumber energi yang dibangun sangat ramah lingkungan, namun juga karena proyek ini akan membuat penghematan keuangan negara hingga Rp 5,6 triliun per tahun.
\"Pembangkit tenaga air ini menghemat begitu besar anggaran negara dibanding pembangkit yang menggunakan BBM. Saya kira alasan pihak-pihak LSM tersebut tidak masuk akal, dan kuat dugaan itu karena mereka juga diboncengi kepentingan pihak yang tidak ingin Indonesia dapat mengembangkan sumber energi baru terbarukan dan tidak ingin Indonesia menjadi negara yang hebat karena hemat anggaran,\" sebutnya.
\"DPRD Sumatera Utara kami minta agar mensosialisasikan hal ini juga kepada seluruh konstituen mereka di Sumatera Utara,\" demikian Nanda. "/>
Nanda menjelaskan, PLTA Batangtoru merupakan proyek pembangkitan berbasis energi baru terbarukan. Sumber energi yang dipastikan sangat ramah lingkungan karena menggunakan air sebagai pemutar turbin pembangkit bukan menggunakan BBM yang menghasilkan polusi. Hal ini mendukung komitmen Presiden RI dalam Paris Agreemen untuk mengurangi karbon dioksida sebesar 20 persen pada tahun 2030, dengan capaian pengurangan emisi karbon dioksida minimal 1,6 juta ton/tahun setara dengan 123 juta pohon.
\"Nah kalau kita mengandalkan pembangkit tenaga BBM, yang rusak ya lingkungan juga kan. Maka dari itu kita sangat berharap tidak ada pihak yang menyatakan bahwa proyek ini akan merusak lingkungan,\" ujarnya.
Korps Indonesia Muda menurut Nanda sangat heran dengan berbagai statemen dari sejumlah LSM seperti Walhi dan beberapa LSM lainnya Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Sumatera Orangutan Conservation Program-Orangutan Information Center (SOCP-OIC) yang selalu menyampaikan lewat media bahwa pembangunan PLTA Batangtoru tidak layak didukung karena merusak lingkungan dan memicu kepunahan orangutan. Bukan hanya karena isu mereka kontraproduktif dengan fakta bahwa sumber energi yang dibangun sangat ramah lingkungan, namun juga karena proyek ini akan membuat penghematan keuangan negara hingga Rp 5,6 triliun per tahun.
\"Pembangkit tenaga air ini menghemat begitu besar anggaran negara dibanding pembangkit yang menggunakan BBM. Saya kira alasan pihak-pihak LSM tersebut tidak masuk akal, dan kuat dugaan itu karena mereka juga diboncengi kepentingan pihak yang tidak ingin Indonesia dapat mengembangkan sumber energi baru terbarukan dan tidak ingin Indonesia menjadi negara yang hebat karena hemat anggaran,\" sebutnya.
\"DPRD Sumatera Utara kami minta agar mensosialisasikan hal ini juga kepada seluruh konstituen mereka di Sumatera Utara,\" demikian Nanda. "/>
Gabungan elemen mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi damai menyatakan dukungan mereka terhadap pembangunan pembangkit listrik hemat energi di Sumatera Utara, Senin (29/4/2019). Aksi ini mereka lakukan pada beberapa tempat seperti DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol dan Bank Of China di Jalan Raden Saleh.
Koordinator aksi Nanda mengatakan aksi ini mereka lakukan sebagai bentuk dukungan atas upaya pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi listrik di dalam negeri.
"Kita tau listrik itu menjadi salah satu kebutuhan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lantas apa alasan kita menolak pembangunan PLTA Batangtoru yang notabene merupakan bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan listrik," katanya.
Nanda menjelaskan, PLTA Batangtoru merupakan proyek pembangkitan berbasis energi baru terbarukan. Sumber energi yang dipastikan sangat ramah lingkungan karena menggunakan air sebagai pemutar turbin pembangkit bukan menggunakan BBM yang menghasilkan polusi. Hal ini mendukung komitmen Presiden RI dalam Paris Agreemen untuk mengurangi karbon dioksida sebesar 20 persen pada tahun 2030, dengan capaian pengurangan emisi karbon dioksida minimal 1,6 juta ton/tahun setara dengan 123 juta pohon.
"Nah kalau kita mengandalkan pembangkit tenaga BBM, yang rusak ya lingkungan juga kan. Maka dari itu kita sangat berharap tidak ada pihak yang menyatakan bahwa proyek ini akan merusak lingkungan," ujarnya.
Korps Indonesia Muda menurut Nanda sangat heran dengan berbagai statemen dari sejumlah LSM seperti Walhi dan beberapa LSM lainnya Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Sumatera Orangutan Conservation Program-Orangutan Information Center (SOCP-OIC) yang selalu menyampaikan lewat media bahwa pembangunan PLTA Batangtoru tidak layak didukung karena merusak lingkungan dan memicu kepunahan orangutan. Bukan hanya karena isu mereka kontraproduktif dengan fakta bahwa sumber energi yang dibangun sangat ramah lingkungan, namun juga karena proyek ini akan membuat penghematan keuangan negara hingga Rp 5,6 triliun per tahun.
"Pembangkit tenaga air ini menghemat begitu besar anggaran negara dibanding pembangkit yang menggunakan BBM. Saya kira alasan pihak-pihak LSM tersebut tidak masuk akal, dan kuat dugaan itu karena mereka juga diboncengi kepentingan pihak yang tidak ingin Indonesia dapat mengembangkan sumber energi baru terbarukan dan tidak ingin Indonesia menjadi negara yang hebat karena hemat anggaran," sebutnya.
"DPRD Sumatera Utara kami minta agar mensosialisasikan hal ini juga kepada seluruh konstituen mereka di Sumatera Utara," demikian Nanda.
Gabungan elemen mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi damai menyatakan dukungan mereka terhadap pembangunan pembangkit listrik hemat energi di Sumatera Utara, Senin (29/4/2019). Aksi ini mereka lakukan pada beberapa tempat seperti DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol dan Bank Of China di Jalan Raden Saleh.
Koordinator aksi Nanda mengatakan aksi ini mereka lakukan sebagai bentuk dukungan atas upaya pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi listrik di dalam negeri.
"Kita tau listrik itu menjadi salah satu kebutuhan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lantas apa alasan kita menolak pembangunan PLTA Batangtoru yang notabene merupakan bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan listrik," katanya.
Nanda menjelaskan, PLTA Batangtoru merupakan proyek pembangkitan berbasis energi baru terbarukan. Sumber energi yang dipastikan sangat ramah lingkungan karena menggunakan air sebagai pemutar turbin pembangkit bukan menggunakan BBM yang menghasilkan polusi. Hal ini mendukung komitmen Presiden RI dalam Paris Agreemen untuk mengurangi karbon dioksida sebesar 20 persen pada tahun 2030, dengan capaian pengurangan emisi karbon dioksida minimal 1,6 juta ton/tahun setara dengan 123 juta pohon.
"Nah kalau kita mengandalkan pembangkit tenaga BBM, yang rusak ya lingkungan juga kan. Maka dari itu kita sangat berharap tidak ada pihak yang menyatakan bahwa proyek ini akan merusak lingkungan," ujarnya.
Korps Indonesia Muda menurut Nanda sangat heran dengan berbagai statemen dari sejumlah LSM seperti Walhi dan beberapa LSM lainnya Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Sumatera Orangutan Conservation Program-Orangutan Information Center (SOCP-OIC) yang selalu menyampaikan lewat media bahwa pembangunan PLTA Batangtoru tidak layak didukung karena merusak lingkungan dan memicu kepunahan orangutan. Bukan hanya karena isu mereka kontraproduktif dengan fakta bahwa sumber energi yang dibangun sangat ramah lingkungan, namun juga karena proyek ini akan membuat penghematan keuangan negara hingga Rp 5,6 triliun per tahun.
"Pembangkit tenaga air ini menghemat begitu besar anggaran negara dibanding pembangkit yang menggunakan BBM. Saya kira alasan pihak-pihak LSM tersebut tidak masuk akal, dan kuat dugaan itu karena mereka juga diboncengi kepentingan pihak yang tidak ingin Indonesia dapat mengembangkan sumber energi baru terbarukan dan tidak ingin Indonesia menjadi negara yang hebat karena hemat anggaran," sebutnya.
"DPRD Sumatera Utara kami minta agar mensosialisasikan hal ini juga kepada seluruh konstituen mereka di Sumatera Utara," demikian Nanda.