Konstalasi politik yang mengalami tensi yang terus meningkat mendekat 17 April mendatang, dirasakan begitu 'memaksa' rakyat untuk ikut merasakan atmosfer yang sedang berlangsung saat ini. Berbagai dinamika politik yang didominasi isu-isu strategis menyangkut kontestasi Pilpres diakui atau tidak tidak lebih 'seksi' dibandingkan dialektika seputar Pileg apalagi kontestasi senator (DPD).
Pertarungan 'semu' yang seyogianya hanya melibatkan unsur-unsur demokrasi seperti partai politik dan aktor-aktornya, kini malah sudah melibatkan rakyat dengan saling membangun emosional publik yang difasilitasi oleh media-media massa mainstreame dan jauh lebih bebas yang terkadang tanpa aturan etika di sosial media.
Tapi sebagai masyarakat yang mulai 'melek' pemanfaatan teknologi informasi, (information society) untuk mendapat advantage dalam interaksi sosialnya, sebagai sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Apalagi bagi mereka-mereka yang punya ‘afiliasi’ dalam politik praktis baik secara langsung atau tidak.
Pertarungan opini dan simbol-simbol politik yang terkadang tidak sejalan dengan filosofi politik†diantara kekuatan politik, yang sedang menapaki mencapai tujuan akhir politik bernama kekuasaan, ironisnya kini mulai bergeser dari budaya dialektika menjadi budaya 'saling lapor'.
© Copyright 2024, All Rights Reserved