RMOLSumut, Sabtu (3/8).
Marga yang disandang, menurut pria kelahiran Aceh Tamiang, 10 April 1982 ini merupakan simbol kebanggaan terakhir yang bisa diwariskan kepada generasi penerusnya untuk mengingatkan bahwa Batak adalah identitas.
\"Saya adalah bagian dari generasi Indonesia yang akan datang. Dimana akulturasi budaya terus terjadi dan menjadi hal biasa. Bagi saya penting menunjukkan identitas dan mewariskannya,\" lanjut Dahnil.
Menurut Dahnil, untuk bisa memahami perbedaan dan akulturasi budaya dibutuhkan mutual understanding. Dimana perbedaan dipahami sebagai hal yang harus didialogkan dan bukan untuk dibuat sama.
\"Mutual understanding bisa menjawab
tantangan kita bernegara. Itu sebab bagi saya upaya menyamakan perbedaan itu adalah ancaman serius dan berbahaya. Padahal perbedaan itu memang harus ada dan saling memahami.
\"Sebagai contoh, saya aktivis Muhammadiyah, istri saya ketua KOHATI, HMI. Latar belakang tradisi dan organisasi kami berbeda, tapi kami bisa saling memahami dan bekerja sama dalam sebuah keluarga,\" demikian Dahnil. [hta]
" itemprop="description"/>
RMOLSumut, Sabtu (3/8).
Marga yang disandang, menurut pria kelahiran Aceh Tamiang, 10 April 1982 ini merupakan simbol kebanggaan terakhir yang bisa diwariskan kepada generasi penerusnya untuk mengingatkan bahwa Batak adalah identitas.
\"Saya adalah bagian dari generasi Indonesia yang akan datang. Dimana akulturasi budaya terus terjadi dan menjadi hal biasa. Bagi saya penting menunjukkan identitas dan mewariskannya,\" lanjut Dahnil.
Menurut Dahnil, untuk bisa memahami perbedaan dan akulturasi budaya dibutuhkan mutual understanding. Dimana perbedaan dipahami sebagai hal yang harus didialogkan dan bukan untuk dibuat sama.
\"Mutual understanding bisa menjawab
tantangan kita bernegara. Itu sebab bagi saya upaya menyamakan perbedaan itu adalah ancaman serius dan berbahaya. Padahal perbedaan itu memang harus ada dan saling memahami.
\"Sebagai contoh, saya aktivis Muhammadiyah, istri saya ketua KOHATI, HMI. Latar belakang tradisi dan organisasi kami berbeda, tapi kami bisa saling memahami dan bekerja sama dalam sebuah keluarga,\" demikian Dahnil. [hta]
"/>
RMOLSumut, Sabtu (3/8).
Marga yang disandang, menurut pria kelahiran Aceh Tamiang, 10 April 1982 ini merupakan simbol kebanggaan terakhir yang bisa diwariskan kepada generasi penerusnya untuk mengingatkan bahwa Batak adalah identitas.
\"Saya adalah bagian dari generasi Indonesia yang akan datang. Dimana akulturasi budaya terus terjadi dan menjadi hal biasa. Bagi saya penting menunjukkan identitas dan mewariskannya,\" lanjut Dahnil.
Menurut Dahnil, untuk bisa memahami perbedaan dan akulturasi budaya dibutuhkan mutual understanding. Dimana perbedaan dipahami sebagai hal yang harus didialogkan dan bukan untuk dibuat sama.
\"Mutual understanding bisa menjawab
tantangan kita bernegara. Itu sebab bagi saya upaya menyamakan perbedaan itu adalah ancaman serius dan berbahaya. Padahal perbedaan itu memang harus ada dan saling memahami.
\"Sebagai contoh, saya aktivis Muhammadiyah, istri saya ketua KOHATI, HMI. Latar belakang tradisi dan organisasi kami berbeda, tapi kami bisa saling memahami dan bekerja sama dalam sebuah keluarga,\" demikian Dahnil. [hta]
"/>