Perhatian Presiden Joko Widodo terhadap persoalan agraris di Sumatera Utara, khususnya terkait konflik tanah eks HGU PTPN2, cukup menghentakkan berbagai lapisan masyarakat. Apalagi bagi komunitas kelompok Tani Cinta Tanah Sumatera (CTS) yang selama concern menyoroti persoalan yang sudah sangat menguras tenaga dan merenggut jiwa. "Kami sangat terkejut begitu mengetahui bahwa Presiden Joko Widodo memberi perhatian khusus untuk penyelesaian terkait tanah Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) seluas 5.873 hektare (ha). Itu jumlah total yang diperuntahkan Presiden, walau baru 2.768 ha yang sudah memperoleh izin penghapus bukuan dari Kementerian BUMN," ungkap Muhammad Amin, Ketua komunitas CTS kepada wartawan, Kamis (12/3/2020). Dikatakan Amin, itu kebijakan yang sangat luar biasa, sehingga sosok Presiden Jokowi baru teruji membela rakyat dari kebijakan sebelum-sebelumnya terkait pertanahan. "Untuk kebijakan yang sehumanis ini, kami sangat memberi hormat kepada Presiden. Kami terkesima," ucapnya. Masih terkait tanah eks HGU itu, Amin jadi teringat saat pihaknya menyurati Menteri BUMN berisi desakan agar segera meminta persetujuan Menkeu supaya lahan eks HGU itu dihapus bukukan dari aset negara pada tanggal 5 September 2016 lalu. "Kami juga secara tertib sudah menyerahkan data-data tanah garapan di eks HGU PTPN II untuk diinventarisir oleh Kepala Desa, Camat, Bupati Deliserdang, Gubernur Sumut dan Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut pada tanggal 27 April 2017. Itu adalah bukti dari niat baik masyarakat yang tergabung di CTS dalam ikut tertata kelola saat negara akan melepaskan asetnya," urai pria berlatar belakang pendidikan sarjana ekonomi itu. Sayangnya, kata Amin, saat Ketua Inventarisir itu dipegang oleh Kepala Kanwil BPN Sumut, surat dari CTS salama sekali tidak diapresiasi. "Ditimpali pula oleh Gubernur Sumut yang bersama-sama dengan perangkat daerah lainnya malah hanya melepas tanah eks HGU itu tidak dilakukan dengan cara-cara fair atau terbuka. Sehingga wajar saja ada komponen masyarakat yang melaporkan persoalan penyerahan tanah eks HGU itu dengan cara dibeli oleh Pemda Sumut ke Komisi Pemberantasaan Korupsi. Itu sampai membuat Gubernur Sumut berkeluh kesah," sebutnya. "Jadi saran kami, Gubernur Sumut yang bertugas untuk inventarisir para penggarap di eks HGU PTPN II itu melahirkan rekomendasi untuk pelepasan dengan cara-cara yang baik dan benar. Masyarakat penggarap yang patuh terhadap undang-undang harus diapresiasi ketimbang yang melakukan perbuatan melawan hukum ataupun berkomplot dengan mafia tanah. Percayalah, masyarakat Sumut adalah komunitas yang melek hukum, bukan buta peraturan. Sekali lagi, kami apresiasi sebesarnya terhadap Presiden dan semoga saja Gubernur Sumut juga bisa berkinerja dengan baik untuk merealisir hal itu agar kami warganya juga bisa apresiasi setara untuk Presiden tersebut," tutup Muhammad Amin.[R]
Perhatian Presiden Joko Widodo terhadap persoalan agraris di Sumatera Utara, khususnya terkait konflik tanah eks HGU PTPN2, cukup menghentakkan berbagai lapisan masyarakat. Apalagi bagi komunitas kelompok Tani Cinta Tanah Sumatera (CTS) yang selama concern menyoroti persoalan yang sudah sangat menguras tenaga dan merenggut jiwa. "Kami sangat terkejut begitu mengetahui bahwa Presiden Joko Widodo memberi perhatian khusus untuk penyelesaian terkait tanah Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) seluas 5.873 hektare (ha). Itu jumlah total yang diperuntahkan Presiden, walau baru 2.768 ha yang sudah memperoleh izin penghapus bukuan dari Kementerian BUMN," ungkap Muhammad Amin, Ketua komunitas CTS kepada wartawan, Kamis (12/3/2020). Dikatakan Amin, itu kebijakan yang sangat luar biasa, sehingga sosok Presiden Jokowi baru teruji membela rakyat dari kebijakan sebelum-sebelumnya terkait pertanahan. "Untuk kebijakan yang sehumanis ini, kami sangat memberi hormat kepada Presiden. Kami terkesima," ucapnya. Masih terkait tanah eks HGU itu, Amin jadi teringat saat pihaknya menyurati Menteri BUMN berisi desakan agar segera meminta persetujuan Menkeu supaya lahan eks HGU itu dihapus bukukan dari aset negara pada tanggal 5 September 2016 lalu. "Kami juga secara tertib sudah menyerahkan data-data tanah garapan di eks HGU PTPN II untuk diinventarisir oleh Kepala Desa, Camat, Bupati Deliserdang, Gubernur Sumut dan Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut pada tanggal 27 April 2017. Itu adalah bukti dari niat baik masyarakat yang tergabung di CTS dalam ikut tertata kelola saat negara akan melepaskan asetnya," urai pria berlatar belakang pendidikan sarjana ekonomi itu. Sayangnya, kata Amin, saat Ketua Inventarisir itu dipegang oleh Kepala Kanwil BPN Sumut, surat dari CTS salama sekali tidak diapresiasi. "Ditimpali pula oleh Gubernur Sumut yang bersama-sama dengan perangkat daerah lainnya malah hanya melepas tanah eks HGU itu tidak dilakukan dengan cara-cara fair atau terbuka. Sehingga wajar saja ada komponen masyarakat yang melaporkan persoalan penyerahan tanah eks HGU itu dengan cara dibeli oleh Pemda Sumut ke Komisi Pemberantasaan Korupsi. Itu sampai membuat Gubernur Sumut berkeluh kesah," sebutnya. "Jadi saran kami, Gubernur Sumut yang bertugas untuk inventarisir para penggarap di eks HGU PTPN II itu melahirkan rekomendasi untuk pelepasan dengan cara-cara yang baik dan benar. Masyarakat penggarap yang patuh terhadap undang-undang harus diapresiasi ketimbang yang melakukan perbuatan melawan hukum ataupun berkomplot dengan mafia tanah. Percayalah, masyarakat Sumut adalah komunitas yang melek hukum, bukan buta peraturan. Sekali lagi, kami apresiasi sebesarnya terhadap Presiden dan semoga saja Gubernur Sumut juga bisa berkinerja dengan baik untuk merealisir hal itu agar kami warganya juga bisa apresiasi setara untuk Presiden tersebut," tutup Muhammad Amin.© Copyright 2024, All Rights Reserved