Banyak hal menarik dari cerita Irjen Wahyu Widada saat menjabat sebagai Kapolda Aceh selama 1 tahun 6 bulan. Mulai dari pengungkapan kasus narkoba hingga bagaimana mengoptimalkan layanan kepolisian 110.
Dalam bincang santai yang diselenggarakan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Aceh, secara daring, Rabu (4/8). Acara tersebut dihadiri oleh 58 orang partisipan, di moderatori oleh Sekretaris JMSI Aceh Akhiruddin Mahjuddin, dan juga diikuti langsung oleh Ketua Umum JMSI Pusat Teguh Santosa.
Irjen Wahyu menyampaikan bahwa dirinya justru kurang begitu bangga dengan banyaknya pengungkapan narkoba yang dilakukan oleh jajaran.
Awalnya Nasrul Zaman, salah satu peserta bincang santai mengapresiasi dengan banyaknya narkoba yang berhasil diungkap oleh Wahyu selama memimpin Polda Aceh, yang dianggap telah menyelamatkan ribuan generasi muda Kota Serambi Mekkah itu.
“Terkait narkoba disatu sisi saya bangga saat jadi Kapolda Aceh bisa mengungkap begitu banyak narkoba, tahun 2020 890 Kg, 2021 1,5 ton. Belum lagi yang diungkap Mabes Polri lebih dari 3,5 ton. Tapi disisi lain kan keprihatinan, ini kita harus prihatin. Ini harus jadi PR kita bersama dan harus diperangi bersama,” kata Wahyu.
Untuk itu, sepeninggalanya berdinas di Aceh, karena mendapat amanah baru di Mabes Polri sebagai AsSDM ia berharap agar timbul sikap bersama seluruh unsur masyarakat maupun stake holder terkait khususnya di Provinsi Aceh agar Aceh tidak menjadi pintu masuk peredaran gelap barang haram perusak anak bangsa itu.
“(Narkoba) daya destruktifnya sangat luar biasa. Amat sangat menghancurkan terutama bagi generasi-generasi muda,” tekan Wahyu.
Dengan narkoba, Wahyu mengingatkan bisa menjadi pola untuk menjajah satu negara. Ia memberi gambaran bagimana saat perang candu, dimana saat itu China salah satu negara yang cukup sulit dikalahkan, namun karena intervensi narkoba akhirnya berhasil ditaklukan.
“China dulu sulit dikalahkan Inggris, tapi begitu di drop dengan candu, semangat bertempurnya berkurang. Akhirnya down, gampang untuk dijajah gampang untuk dikalahkan,” tandasnya.
Disisi lain, Alumnus Akpol 1991 peraih Adhi Makayasa itu menyampaikan bahwa saat ini Polri di bawah komando Jenderal Listyo Sigit Prabowo terus berbenah, terutama dalam hal pelayanan kepada masyarakat melaui single nomor atau nomor tunggal pelayanan kepolisian 110. Wahyu yang juga bagian tim perumus Polri Presisi ini mengatakan kalau sistem yang telah dibangun tanpa ada mindset dari SDM atau personel yang menyesuaikan maka akan jadi sia-sia.
“Alatnya sudah baik, tapi kalau ditelpon sama masyrakat tidak diangkat kan percuma juga. Inilah PR yang masih terus kita lakukan perbaikan-perbaikan;” ungkap Wahyu.
Dalam hal ini, lanjutnya, Mabes Polri telah membentuk satu posko yang tugasnya memantau pelaksanaan seluruh Program Presisi apakah sudah optimal dan berjalan hingga kendala yang dihadapi di lapangan.
“Ada desk khusus yang memantau sejauh mana Polri Presisi ini berjalan. Selalu Kapolri memantau secara langsung,” pungkas Wahyu.
Layanan 110 ini sebelumnya diharapkan agar masyarakat bisa mendapatkan layanan kepolisian semudah memesan pizza. Layanan kepolisian ini merupakan program prioritas Presisi atau Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan dari Kapolri.
Melalui Hotline 110 masyarakat benar-benar merasakan kemudahan untuk mendapatkan informasi dan dapat melakukan sharing informasi kepada polisi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved