Apa yang diutarakan Gus ini sangat masuk akal. Toh semua partai menginginkan kemenangan. Tapi pada tataran inilah terkadang, putusan akhir menjadi tidak sejalan dengan niat partai.
Berkaca dari Pilkada Medan sebelumnya, hasrat ingin menang ini justru membuat pilihan-pilihan yang jauh dari perkataan. Sebut saja misalnya saat Pilkada 2015 lalu, PDI Perjuangan hanya menempatkan kadernya Akhyar Nasution di posisi calon wakil walikota, hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Gerindra yang juga menempatkan kadernya Edy Kusuma di posisi calon wakil. Tentu ini juga berdasarkan pertimbangan soal hitung-hitungan menang meskipun pada akhirnya tetap hanya ada 1 pemenang.
Nah jelang Pilkada Medan 2020 ini partai-partai politik juga sepertinya masih gamang. Sejumlah nama yang sudah menghiasi berbagai survey tak resmi dan juga menjadi konsumsi media sepertinya terus dipantau, sebut saja misalnya Dzulmi Eldin, Bobby Nasution, Ihwan Ritonga, Edy Ikhsan, Sakhyan Asmara dan lainnya.
Tapi bukan Medan namanya kalau tanpa manuver-manuver yang kadang dibahas ala warung kopi. Sebut saja misalnya pertemuan Ketua DPC Gerindra Kota Medan Bobby Octavianus Zulkarnain dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Japorman Saragih kemarin. Meski disebut hanya pertemuan silaturahmi dalam bentuk makan siang, tapi tetap saja atribut pengurus parpol yang melekat pada mereka akan membuat berbagai prediksi, yang sekali lagi tetap masih dalam tataran pembahasan ala warung kopi.
Ada yang menyebut ini sinyal Gerindra akan koalisi dengan PDI Perjuangan, ada juga yang menyebut pertemuan ini untuk membicarakan nama akan diusung oleh kedua parpol hingga pada \'manuver opini\' yang menyebut Bobby Zulkarnain ingin minta dukungan ke Japorman untuk ikut bertarung. Kenapa saya sebut \'Manuver Opini\' karena sebelumnya sudah jelas ada Ikhwan Ritonga yang ramai disebut menyatakan keinginannya untuk maju.
Tapi itulah politik. Hemat saya tak ada yang salah dengan opini-opini itu. Toh pada akhirnya saat pendaftaran calon ke KPU Medan-lah yang menentukan siapa berpasangan dengan siapa. Atas dasar itu pula saya menduga, bisa saja Bobby Zulkarnain berharap menjadi nama terdepan untuk calon wakil walikota, jika PDI Perjuangan pada akhirnya memutuskan mengusung non kadernya untuk yang maju jadi calon walikota. Toh hitungannya kan untuk menang. Bisa jadi mereka jatuhkan pilihanya misalnya ke Bobby Nasution, sosok menantu presiden Jokowi yang notabene tentu punya keterikatan hubungan dengan PDI Perjuangan.
Jika itu terjadi maka Bobby Nasution dan Bobby Zulkarnain, kenapa tidak?*** " itemprop="description"/>
Apa yang diutarakan Gus ini sangat masuk akal. Toh semua partai menginginkan kemenangan. Tapi pada tataran inilah terkadang, putusan akhir menjadi tidak sejalan dengan niat partai.
Berkaca dari Pilkada Medan sebelumnya, hasrat ingin menang ini justru membuat pilihan-pilihan yang jauh dari perkataan. Sebut saja misalnya saat Pilkada 2015 lalu, PDI Perjuangan hanya menempatkan kadernya Akhyar Nasution di posisi calon wakil walikota, hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Gerindra yang juga menempatkan kadernya Edy Kusuma di posisi calon wakil. Tentu ini juga berdasarkan pertimbangan soal hitung-hitungan menang meskipun pada akhirnya tetap hanya ada 1 pemenang.
Nah jelang Pilkada Medan 2020 ini partai-partai politik juga sepertinya masih gamang. Sejumlah nama yang sudah menghiasi berbagai survey tak resmi dan juga menjadi konsumsi media sepertinya terus dipantau, sebut saja misalnya Dzulmi Eldin, Bobby Nasution, Ihwan Ritonga, Edy Ikhsan, Sakhyan Asmara dan lainnya.
Tapi bukan Medan namanya kalau tanpa manuver-manuver yang kadang dibahas ala warung kopi. Sebut saja misalnya pertemuan Ketua DPC Gerindra Kota Medan Bobby Octavianus Zulkarnain dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Japorman Saragih kemarin. Meski disebut hanya pertemuan silaturahmi dalam bentuk makan siang, tapi tetap saja atribut pengurus parpol yang melekat pada mereka akan membuat berbagai prediksi, yang sekali lagi tetap masih dalam tataran pembahasan ala warung kopi.
Ada yang menyebut ini sinyal Gerindra akan koalisi dengan PDI Perjuangan, ada juga yang menyebut pertemuan ini untuk membicarakan nama akan diusung oleh kedua parpol hingga pada \'manuver opini\' yang menyebut Bobby Zulkarnain ingin minta dukungan ke Japorman untuk ikut bertarung. Kenapa saya sebut \'Manuver Opini\' karena sebelumnya sudah jelas ada Ikhwan Ritonga yang ramai disebut menyatakan keinginannya untuk maju.
Tapi itulah politik. Hemat saya tak ada yang salah dengan opini-opini itu. Toh pada akhirnya saat pendaftaran calon ke KPU Medan-lah yang menentukan siapa berpasangan dengan siapa. Atas dasar itu pula saya menduga, bisa saja Bobby Zulkarnain berharap menjadi nama terdepan untuk calon wakil walikota, jika PDI Perjuangan pada akhirnya memutuskan mengusung non kadernya untuk yang maju jadi calon walikota. Toh hitungannya kan untuk menang. Bisa jadi mereka jatuhkan pilihanya misalnya ke Bobby Nasution, sosok menantu presiden Jokowi yang notabene tentu punya keterikatan hubungan dengan PDI Perjuangan.
Jika itu terjadi maka Bobby Nasution dan Bobby Zulkarnain, kenapa tidak?*** "/>
Apa yang diutarakan Gus ini sangat masuk akal. Toh semua partai menginginkan kemenangan. Tapi pada tataran inilah terkadang, putusan akhir menjadi tidak sejalan dengan niat partai.
Berkaca dari Pilkada Medan sebelumnya, hasrat ingin menang ini justru membuat pilihan-pilihan yang jauh dari perkataan. Sebut saja misalnya saat Pilkada 2015 lalu, PDI Perjuangan hanya menempatkan kadernya Akhyar Nasution di posisi calon wakil walikota, hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Gerindra yang juga menempatkan kadernya Edy Kusuma di posisi calon wakil. Tentu ini juga berdasarkan pertimbangan soal hitung-hitungan menang meskipun pada akhirnya tetap hanya ada 1 pemenang.
Nah jelang Pilkada Medan 2020 ini partai-partai politik juga sepertinya masih gamang. Sejumlah nama yang sudah menghiasi berbagai survey tak resmi dan juga menjadi konsumsi media sepertinya terus dipantau, sebut saja misalnya Dzulmi Eldin, Bobby Nasution, Ihwan Ritonga, Edy Ikhsan, Sakhyan Asmara dan lainnya.
Tapi bukan Medan namanya kalau tanpa manuver-manuver yang kadang dibahas ala warung kopi. Sebut saja misalnya pertemuan Ketua DPC Gerindra Kota Medan Bobby Octavianus Zulkarnain dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Japorman Saragih kemarin. Meski disebut hanya pertemuan silaturahmi dalam bentuk makan siang, tapi tetap saja atribut pengurus parpol yang melekat pada mereka akan membuat berbagai prediksi, yang sekali lagi tetap masih dalam tataran pembahasan ala warung kopi.
Ada yang menyebut ini sinyal Gerindra akan koalisi dengan PDI Perjuangan, ada juga yang menyebut pertemuan ini untuk membicarakan nama akan diusung oleh kedua parpol hingga pada \'manuver opini\' yang menyebut Bobby Zulkarnain ingin minta dukungan ke Japorman untuk ikut bertarung. Kenapa saya sebut \'Manuver Opini\' karena sebelumnya sudah jelas ada Ikhwan Ritonga yang ramai disebut menyatakan keinginannya untuk maju.
Tapi itulah politik. Hemat saya tak ada yang salah dengan opini-opini itu. Toh pada akhirnya saat pendaftaran calon ke KPU Medan-lah yang menentukan siapa berpasangan dengan siapa. Atas dasar itu pula saya menduga, bisa saja Bobby Zulkarnain berharap menjadi nama terdepan untuk calon wakil walikota, jika PDI Perjuangan pada akhirnya memutuskan mengusung non kadernya untuk yang maju jadi calon walikota. Toh hitungannya kan untuk menang. Bisa jadi mereka jatuhkan pilihanya misalnya ke Bobby Nasution, sosok menantu presiden Jokowi yang notabene tentu punya keterikatan hubungan dengan PDI Perjuangan.
Jika itu terjadi maka Bobby Nasution dan Bobby Zulkarnain, kenapa tidak?*** "/>
BINCANG politik jelang Pilkada Medan 2020 semakin ramai saja. Keakraban yang dipertontonkan oleh Prabowo dan Megawati serta Jokowi bahkan terus 'diseret' dengan pembicaraan soal agenda politik 5 tahunan yang akan digelar pada 270 daerah se-Indonesia tersebut.
Medan yang notabene menjadi salah satu daerah yang ikut menggelar Pilkada pada tahun 2020 kini juga tak lepas dari hiruk-pikuk soal pilkada walikota. Sepeti biasa, kaum kuli tinta alias Jurnalis juga masih kerap menjadikan isu ini sebagai bahan untuk wawancara dengan para pengurus partai politik yang secara umum saya kira jawabannya masih relatif sama yakni menunggu petunjuk pimpinan dari pengurus pusat, menjalin komunikasi dengan partai lain, koalisi terbuka untuk seluruh partai politik hingga pada niat untuk mengutamakan kader internal.
Nah, pada tataran soal niat mengusung kader internal ini, dua partai politik yakni PDI Perjuangan dan Gerindra sepertinya menjadi partai yang punya hasrat paling tinggi. Perolehan kursi yang membuat keduanya memenuhi syarat mengusung calon sendiri tanpa berkoalisi dengan parpol lain menjadi alasan paling klasik membuat mereka sangat percaya diri. Meskipun pintu koalisi tetap terbuka, seperti kata Ketua DPD Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu beberapa waktu lalu disela Acara Pembekalan Caleg Gerindra Terpilih se Sumatera Utara di Hotel Madani.
"Kita bisa mengusung sendiri calon, tapi kan untuk semakin memperbesar peluang menang kita juga perlu berkoalisi dengan partai lain," katanya waktu itu.
Apa yang diutarakan Gus ini sangat masuk akal. Toh semua partai menginginkan kemenangan. Tapi pada tataran inilah terkadang, putusan akhir menjadi tidak sejalan dengan niat partai.
Berkaca dari Pilkada Medan sebelumnya, hasrat ingin menang ini justru membuat pilihan-pilihan yang jauh dari perkataan. Sebut saja misalnya saat Pilkada 2015 lalu, PDI Perjuangan hanya menempatkan kadernya Akhyar Nasution di posisi calon wakil walikota, hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Gerindra yang juga menempatkan kadernya Edy Kusuma di posisi calon wakil. Tentu ini juga berdasarkan pertimbangan soal hitung-hitungan menang meskipun pada akhirnya tetap hanya ada 1 pemenang.
Nah jelang Pilkada Medan 2020 ini partai-partai politik juga sepertinya masih gamang. Sejumlah nama yang sudah menghiasi berbagai survey tak resmi dan juga menjadi konsumsi media sepertinya terus dipantau, sebut saja misalnya Dzulmi Eldin, Bobby Nasution, Ihwan Ritonga, Edy Ikhsan, Sakhyan Asmara dan lainnya.
Tapi bukan Medan namanya kalau tanpa manuver-manuver yang kadang dibahas ala warung kopi. Sebut saja misalnya pertemuan Ketua DPC Gerindra Kota Medan Bobby Octavianus Zulkarnain dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Japorman Saragih kemarin. Meski disebut hanya pertemuan silaturahmi dalam bentuk makan siang, tapi tetap saja atribut pengurus parpol yang melekat pada mereka akan membuat berbagai prediksi, yang sekali lagi tetap masih dalam tataran pembahasan ala warung kopi.
Ada yang menyebut ini sinyal Gerindra akan koalisi dengan PDI Perjuangan, ada juga yang menyebut pertemuan ini untuk membicarakan nama akan diusung oleh kedua parpol hingga pada 'manuver opini' yang menyebut Bobby Zulkarnain ingin minta dukungan ke Japorman untuk ikut bertarung. Kenapa saya sebut 'Manuver Opini' karena sebelumnya sudah jelas ada Ikhwan Ritonga yang ramai disebut menyatakan keinginannya untuk maju.
Tapi itulah politik. Hemat saya tak ada yang salah dengan opini-opini itu. Toh pada akhirnya saat pendaftaran calon ke KPU Medan-lah yang menentukan siapa berpasangan dengan siapa. Atas dasar itu pula saya menduga, bisa saja Bobby Zulkarnain berharap menjadi nama terdepan untuk calon wakil walikota, jika PDI Perjuangan pada akhirnya memutuskan mengusung non kadernya untuk yang maju jadi calon walikota. Toh hitungannya kan untuk menang. Bisa jadi mereka jatuhkan pilihanya misalnya ke Bobby Nasution, sosok menantu presiden Jokowi yang notabene tentu punya keterikatan hubungan dengan PDI Perjuangan.
Jika itu terjadi maka Bobby Nasution dan Bobby Zulkarnain, kenapa tidak?***
BINCANG politik jelang Pilkada Medan 2020 semakin ramai saja. Keakraban yang dipertontonkan oleh Prabowo dan Megawati serta Jokowi bahkan terus 'diseret' dengan pembicaraan soal agenda politik 5 tahunan yang akan digelar pada 270 daerah se-Indonesia tersebut.
Medan yang notabene menjadi salah satu daerah yang ikut menggelar Pilkada pada tahun 2020 kini juga tak lepas dari hiruk-pikuk soal pilkada walikota. Sepeti biasa, kaum kuli tinta alias Jurnalis juga masih kerap menjadikan isu ini sebagai bahan untuk wawancara dengan para pengurus partai politik yang secara umum saya kira jawabannya masih relatif sama yakni menunggu petunjuk pimpinan dari pengurus pusat, menjalin komunikasi dengan partai lain, koalisi terbuka untuk seluruh partai politik hingga pada niat untuk mengutamakan kader internal.
Nah, pada tataran soal niat mengusung kader internal ini, dua partai politik yakni PDI Perjuangan dan Gerindra sepertinya menjadi partai yang punya hasrat paling tinggi. Perolehan kursi yang membuat keduanya memenuhi syarat mengusung calon sendiri tanpa berkoalisi dengan parpol lain menjadi alasan paling klasik membuat mereka sangat percaya diri. Meskipun pintu koalisi tetap terbuka, seperti kata Ketua DPD Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu beberapa waktu lalu disela Acara Pembekalan Caleg Gerindra Terpilih se Sumatera Utara di Hotel Madani.
"Kita bisa mengusung sendiri calon, tapi kan untuk semakin memperbesar peluang menang kita juga perlu berkoalisi dengan partai lain," katanya waktu itu.
Apa yang diutarakan Gus ini sangat masuk akal. Toh semua partai menginginkan kemenangan. Tapi pada tataran inilah terkadang, putusan akhir menjadi tidak sejalan dengan niat partai.
Berkaca dari Pilkada Medan sebelumnya, hasrat ingin menang ini justru membuat pilihan-pilihan yang jauh dari perkataan. Sebut saja misalnya saat Pilkada 2015 lalu, PDI Perjuangan hanya menempatkan kadernya Akhyar Nasution di posisi calon wakil walikota, hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Gerindra yang juga menempatkan kadernya Edy Kusuma di posisi calon wakil. Tentu ini juga berdasarkan pertimbangan soal hitung-hitungan menang meskipun pada akhirnya tetap hanya ada 1 pemenang.
Nah jelang Pilkada Medan 2020 ini partai-partai politik juga sepertinya masih gamang. Sejumlah nama yang sudah menghiasi berbagai survey tak resmi dan juga menjadi konsumsi media sepertinya terus dipantau, sebut saja misalnya Dzulmi Eldin, Bobby Nasution, Ihwan Ritonga, Edy Ikhsan, Sakhyan Asmara dan lainnya.
Tapi bukan Medan namanya kalau tanpa manuver-manuver yang kadang dibahas ala warung kopi. Sebut saja misalnya pertemuan Ketua DPC Gerindra Kota Medan Bobby Octavianus Zulkarnain dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut Japorman Saragih kemarin. Meski disebut hanya pertemuan silaturahmi dalam bentuk makan siang, tapi tetap saja atribut pengurus parpol yang melekat pada mereka akan membuat berbagai prediksi, yang sekali lagi tetap masih dalam tataran pembahasan ala warung kopi.
Ada yang menyebut ini sinyal Gerindra akan koalisi dengan PDI Perjuangan, ada juga yang menyebut pertemuan ini untuk membicarakan nama akan diusung oleh kedua parpol hingga pada 'manuver opini' yang menyebut Bobby Zulkarnain ingin minta dukungan ke Japorman untuk ikut bertarung. Kenapa saya sebut 'Manuver Opini' karena sebelumnya sudah jelas ada Ikhwan Ritonga yang ramai disebut menyatakan keinginannya untuk maju.
Tapi itulah politik. Hemat saya tak ada yang salah dengan opini-opini itu. Toh pada akhirnya saat pendaftaran calon ke KPU Medan-lah yang menentukan siapa berpasangan dengan siapa. Atas dasar itu pula saya menduga, bisa saja Bobby Zulkarnain berharap menjadi nama terdepan untuk calon wakil walikota, jika PDI Perjuangan pada akhirnya memutuskan mengusung non kadernya untuk yang maju jadi calon walikota. Toh hitungannya kan untuk menang. Bisa jadi mereka jatuhkan pilihanya misalnya ke Bobby Nasution, sosok menantu presiden Jokowi yang notabene tentu punya keterikatan hubungan dengan PDI Perjuangan.
Jika itu terjadi maka Bobby Nasution dan Bobby Zulkarnain, kenapa tidak?***