Tim Seleksi (Timsel) calon anggota Komisi Informasi (KI) Sumatera Utara resmi mengumumkan tahapan pendaftaran sebagai syarat untuk menjadi peserta seleksi. Hal ini sekaligus menggantikan pengumuman tahapan pendaftaran yang 'menyalahi aturan' yang sebelumnya dilakukan oleh Kadis Kominfo Sumut, Irman Oemar dengan mengatasnamakan Panitia Seleksi.
Pada pengumuman dengan nomor 001/TIMSEL-KI-PROVSU/VI/2021 tanggal 9 Juni 2021 yang ditandatangai oleh Ketua Tim Seleksi Calon KI Sumut periode 2021-2025 Prof Dr Subhilhar terdapat perbedaan persyaratan calon anggota KI Sumut dan dokumen kelengkapan administrasi yang harus mereka penuhi. Ironisnya, syarat-syarat yang dicantumkan terlihat banyak perbedaan dibandingkan dengan syarat yang dicantumkan dalam Peraturan Komisi Informasi (PerKI) nomor 4 tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi.
Pengamat hukum tata negara, Pandapotan Tamba menilai perbedaan ini menjadi hal yang fatal. Sebab, PerKI tersebut merupakan turunan dari UU keterbukaan informasi publik yang menjadi petunjuk teknis dalam seleksi calon anggota Komisi Informasi baik tingkat pusat maupun daerah.
"Dalam UU itu, persyaratan itulah yang harus diturunkan untuk mengatur seleksi calon Komisi Informasi. Tidak bisa ditambahi ataupun dikurangi, kalau ada penambahan frasa atau klausal dalam petunjuk teknis itu melanggar aturan. Itu melebihi kewenangan dari pembuat UU," katanya kepada RMOLSumut, Jumat (11/6/2021).
Tamba menjelaskan, pelanggaran terhadap aturan seperti ini akan membuat produknya menjadi tidak sah. Bahkan, orang yang keberatan dengan syarat-syarat baru yang tidak sesuai dengan PerKI tersebut dapat mengajukan keberatannya sebab aturan itu diluar UU yang sah dan resmi untuk menyeleksi calon anggota Komisi Informasi.
"Timsel tidak punya kewenangan dan hak untuk menambahi dan mengurangi persyaratan yang diatur dalam Perki 4 tahun 2016 itu. Sebab, mereka adalah orang yang ditunjuk untuk melaksanakan aturan yang tertera, bukan pembuat UU. Pihak yang boleh mengubah itu hanyalah pembuat UU itu sendiri yakni DPR," sebutnya.
Selain terindikasi melampaui kewenangan, pada beberapa poin persyaratan yang dibuat oleh Timsel juga berpotensi membuat anggota Komisi Informasi menjadi pihak yang nantinya tidak independen ketika terpilih. Hal ini merujuk pada dokumen kelengkapan administrasi pada huruf C poin 4 dimana pendaftar harus melampirkan Surat Rekomendasi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kualitas dan kredibilitas minimal dari 2 (dua) tokoh masyarakat atau organisasi.
"Ini salah satu syarat yang fatal. Komisi Informasi itu adalah lembaga independen. Rekomendasi dari tokoh masyarakat ataupun ormas itu berpotensi membuat si anggota Komisi Informasi menjadi tidak independen ketika di kemudian hari ormas yang memberinya rekomendasi tersebut bermasalah terkait keterbukaan informasi," ungkapnya.
Tamba meyakni, tidak adanya poin ini dalam Perki nomor 4 tahun 2016 merupakan esensi dari keinginan pembuat UU maupun Perki tersebut untuk menjaga independensi Komisi Informasi.
"Harusnya itu juga bisa dilihat oleh anggota Tim Seleksi sehingga tidak berbuat fatal seperti ini," demikian Pandapotan Tamba.
Terkait beberapa syarat yang berbeda dengan yang tercantum pada Perki nomor 4 tahun 2016 ini, pihak Timsel belum memberikan tanggapan. Hingga berita ini diturunkan, konfirmasi kepada Prof Subhilhar belum mendapat jawaban.
© Copyright 2024, All Rights Reserved