Fungsi pembinaan dan pengawasan harus tetap melekat pada pucuk pimpinan dalam memimpin institusi penegak hukum. Sebab, tanpa fungsi tersebut maka institusi tersebut justru akan menjadi sangat rawan dalam penyelewengan hukum
Demikian disampaikan Sekretaris Pusat Studi Pembaharuan Hukum dan Peradilan (Pushpa), Nuriono SH terkait terungkapnya kasus oknum personil kepolisian di Sumatera Utara yang tersangkut kasus narkoba.
"Oknum polisi 'main' narkoba, oknum polisi menerima uang suap dari hasil narkoba. Ini merupakan rentetan cerita buruk bagi institusi Korps Bhayangkara di Sumatera Utara," katanya dalam rilisnya yang diterima redaksi, Rabu (26/1/2022).
Kasus yang dimaksudkan Nuriono adalah kasus 11 personil Polri di Polresta Tanjung Balai dalam penggelapan barang haram jenis sabu. Lebih santer lagi, skandal suap istri terduga bandar narkoba yang melibatkan beberapa personel kepolisian di Polrestabes Medan.
"Nah, dari kasus perkasus, ini memperlihatkan citra buruk polisi. Yang jadi sorotan adalah pucuk pimpinan wilayah, seperti di Sumatera Utara itu, ya Kapoldasu. Artinya apa, di situ ada kegagalann Kapoldasu melakukan pembinaan, pengawasan serta koordinasi dengan bawahan. Kalau sudah gagal, ya layak diganti!" tegas
Dalam hal ini, lanjut mantan Direktur LBH Medan tersebut, adalah seorang Kapoldasu yang harus dan nyata bertanggung jawab. Apalagi visi misi Polri yang presisi sebagai amanah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajaran.
Diketahui bahwa Presisi merupakan singkatan dari Prediktif, Responsibilitas, Transparasi, dan Berkeadilan, membuat pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.
Karena itu, Nuriono yang juga sebagai pengacara sekaligus pengamat hukum ini menilai terdapat ketegasan dari Kapolri melalui visi Presisi tersebut.
"Ini yang perlu dicermati semua pihak termasuk Kapolri sendiri. Jangan hukum itu tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Apalagi kalau berkaca dari kasus skandal suap dan penggelapan uang oleh oknum Polrestabes Medan sangat memalukan sekali. Jelas ini merupakan tamparan dan gambaran kebobrokan mental aparat," papar pria
berkacama tersebut.
Untuk itu, katanya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo layak mengevaluasi kinerja Kapoldasu Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak. Jangan sampai hal-hal seperti ini merugikan kepolisian dan menjadi preseden buruk terhadap kinerja Kapolri, sebagai pimpinan tertinggi.
Hal senada disuarakan Ketua Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) Sumut Gerson Siringoringo.
"Kelakuan anggotanya itu membuat Kapoldasu terindikasi gagal dalam membina anggotanya," kata Gerson.
Menurutnya, Kapolri harus jeli melihat kasus narkoba di Sumut.
"Kalau memang sudah tidak layak lagi, ganti saja Kapoldasu. Kita tagih janji Kapolri untuk menciptakan polisi yang presisi. Janji menindak pimpinan alias 'potong kepala' bukan potong badan atau pun ekor. Karena akan menjadi contoh bagi pimpinan lainnya, agar tidak main-
main dalam membina anggota terutama menyangkut kasus narkoba," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved