Berbagai kejanggalan terkait pembangunan jalan raya selebar 3 meter oleh Pemko Pematangsiantar di atas lahan milik Paima Simatupang mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di DPRD Kota Pematangsiantar, awal pekan lalu.
RDP ini digelar oleh Komisi III DPRD Kota Pematangsiantar atas permohonan dari Paima Simatupang selaku warga yang menjadi korban penyerobotan lahan melalui kuasa hukumnya Apri Budi dari Aliansi Masyarakat Sumatera Utara Bersih (AMSUB).
Hadir dalam RPD tersebut Kepala Kajari Pematangsiantar Jurist Pricesely dan jajarannya, Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar AKP Banuara Manurung, Plt Kepala BPN Pematangsiantar Pangasian H Sirait serta pihak Pemko Pematangsiantar yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bidang Aset BKAD Pematangsiantar Alwi Andrian Lumbangaol.
Apri Budi mengatakan, awalnya para anggota Komisi III DPRD Pematangsiantar terlihat ngotot mempertanyakan dasar Pemko Pematangsiantar melakukan pembangunan jalan selebar 3 meter diatas lahan milik Paima Simatupang di Jalan Pdt J Wismar Saragih, Gang Masjid, Kelurahan Tanjungpinggir. Sebab, Paima selaku pemilik lahan berdasarkan sertifikat SHM nomor 552 seluas 15.462 meter persegi mengaku tidak pernah menerima ganti rugi atas lahannya tersebut.
“Pertanyaan dari Komisi III DPRD Pematangsiantar yang dipimpin oleh Ketua Komisi pak Denny TH Siahaan itu sendiri hanya dijawab dengan jawaban yang berkelit oleh Pemko Pematangsiantar melalui Kabid Aset BKAD Alwi Andrian. Mereka mengatakan dalam catatan mereka tidak ada anggaran pengadaan tanah di atas lahan milik bu Paima, hanya pencatatan aset secara digital tahun 2019,” kata Apri Budi kepada redaksi, Selasa (14/2/2023).
Jawaban ini menurut Apri bertolak belakang dengan penelusuran mereka terhadap dokumen pengadaan tanah tersebut. Dimana, mereka menemukan ada 2 mata anggaran terkait pengadaan lahan yang lokasinya tepat berada di lahan milik kliennya tersebut yakni sebesar Rp 11,7 juta dan Rp 102,8 juta.
“Mata anggarannya itu notulennya adalah pembelian, jadi bukan pencatatan seperti yang mereka sebutkan. Nah, dibeli kepada siapa? itu yang kemudian menjadi pertanyaan. Dan itu terjawab ternyata ada dokumen yang kami dapat bahwa dana ganti ruginya diserahkan kepada seseorang bermarga Panjaitan. Nah, kok bisa ganti rugi tanah klien kami diberikan kepada orang lain, bu Paima tidak kenal dengan seseorang bermarga Panjaitan ini,” ujar Apri.
Setelah melalui perdebatan panjang, sikap anggota dewan yang awalnya ngotot mengejar dasar pembangunan jalan diatas lahan milik Paima tersebuttiba-tiba berubah setelah beberapa kali Kabid Aset BKAD Alwi Andrian keluar ruangan rapat dengan alasan ke kamar mandi. Para anggota dewan juga kerap melirik ponsel masing-masing saat Alwi berada di luar ruangan sehingga Apri Budi menilai hal itu patut diduga sebagai bentuk komunikasi antara Alwi dan para anggota dewan.
“Pada akhirnya kami merasa seperti terhipnotis, setelah pembicaraan diawal hingga menjelang keputusan pihak Pemko Pematangsiantar tetap tidak bisa menunjukkan dasar mereka membangun jalan, termasuk proses ganti rugi dan siapa sosok bermarga Panjaitan yang menerima uang ganti rugi atas lahan klien kami. Namun, pada kesimpulannya dewan menyebut tidak ada kerugian dan tidak ada penyerobotan lahan,” ujar Apri Budi.
Atas putusan itu, Apri Budi dan kliennya mengaku sangat kecewa karena harapan mereka untuk mendapatkan pembelaan dari wakil rakyat ternyata jauh dari harapan. Meski begitu, Apri Budi mengaku sangat bersyukur atas pernyataan dari Kajari Pematangsiantar Jurist Precisely yang meminta agar dilakukan ploting ulang di lokasi tanah tersebut. Menurut Kajari, hal ini untuk membuktikan berbagai hal yang menjadi persoalan atas dugaan penyerobotan lahan sebagaimana yang diadukan oleh Paima Simatupang.
“Kami sangat mengapresiasi kejelian dari Kajari yang melihat dinamika dan fakta-fakta selama RDP berlangsung. Kehadiran pak Kajari dalam RDP itu menjadi titik cerah bagi kami, bahwa persoalan ini akan bisa dibawa ke ranah hukum. Apalagi pak Kajari saat itu memastikan bahwa mereka akan memberi perhatian khusus terkait persoalan klien kami tersebut,” ungkap Apri Budi.
Diberitakan sebelumnya, dugaan penyerobotan tanah terjadi di atas lahan milik Paima Simatupang yang dibuktikan dengan sertifikat nomor M 552 seluas 15.462 meter persegi. AMSUB telah melakukan penelusuran terkait pembangunan jalan raya oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Pematangsiantar pada tahun 2016.
“Kami mendapatkan dokumen bahwa pembangunan tersebut dilakukan setelah proses ganti rugi. Ironisnya ganti rugi diberikan kepada seseorang bermarga Panjaitan yang tidak mempunyai hak atas lahan tersebut. Ada kami temukan 2 mata anggaran terkait pengadaan lahan tersebut yakni sebesar Rp 11,7 juta dan Rp 102,8 juta. Nah, kok bisa ganti rugi tanah klien kami diberikan kepada orang lain?,” ujar Apri.
Pada sisi lain kata Apri, mereka juga telah mengadukan hal ini ke Polda Sumatera Utara. Karena mereka menilai ada perbuatan pidana terkait penyerobotan lahan yang didukung dengan bukti-bukti dokumen yang sudah mereka kumpulkan.
“Artinya selain jalur politis, kami juga melakukan upaya hukum. Intinya kami ingin ada keadilan bagi klien kami,” demikian Apri Budi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved