Perusahaan asing GMR Airport Consortium resmi terlibat dalam mengelola Bandara Kuala Namu International (Kuala Namu International Airport/KNIA) di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Hal ini ditandai dengan pembagian saham antara PT Angkasa Pura (AP) II dengan GMR Airport Consortium (AC) yang persentasenya nyaris sama yakni AP II memiliki saham 51 persen dan GMR AC memiliki 49 persen.
"Memang saham mayoritas masih pada AP II, yang berarti dalam kebijakan bisnis mereka masih dominan. Tapi, saham mencapai 49 persen GMR AC itu bisa diartikan bahwa AP II tidak mampu untuk mengelola KNIA secara penuh," kata pengamat ekonomi UNIMED, Armensyah Nasution, Kamis (25/11/2021).
Armin Rahmansyah Nasution menjelaskan, kerjasama pengelolaan sebuah aset negara merupakan hal yang biasa terjadi. Akan tetapi, dalam kerjasama antara AP II dengan GMR AC ini, ia menilai ada hal yang perlu dikritisi di tubuh PT AP II (Persero) selaku salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang usaha pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara.
"Banyak sisi yang perlu disoroti, apa tidak ada mitra strategis dari dalam negeri yang mampu diajak kerjasama? Kemudian bagaimana skema pengelolaan dan strategi bisnis mereka dalam pengelolaan KNIA?. Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab sehingga kerjasama ini bisa dianggap logis," ujarnya.
Armin meyakini masih banyak pertanyaan di benak publik pasca kerjasamaAP II dan GMR AC dalam pengelolaan KNIA. Bahkan tidak tertutup kemungkinan hal ini akan diseret ke persoalan kedaulatan Indonesia dari sisi ekonomi.
"Jangan sampai publik menilai bahwa kerjasama ini menunjukkan Indonesia tidak memiliki kemampuan mengelola asetnya secara mandiri. Karena pengelolaan-pengelolaan sumber ekonomi selama ini sudah banyak yang harus dikerjakan dengan campur tangan asing seperti pengelolaan sumur-sumur minyak dan bahan tambang," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved