Lalu dengan gegap gempita kita buka pintu yang lain, dengan membelah bukit, mengikis lereng dan mengeruk pasir untuk memuluskan jalur ekspres pembangunan. Dari pesisir sampai puncak pegunungan, jalan dilebarkan dan diaspal. Perjalanan dari satu kawasan ke kawasan lain makin cepat tak terbendung. Mau tak mau kita wajib mengikuti arus zaman. Substansinya tetap sama; kita adalah pejalan yang sering kesasar dan kehilangan arah.
Tentang kehilangan arah, tak perlu gunakan kompas. Kita sudah memiliki pembawa arah, Almasar namanya. Sebuah bus berkapasitas 18 penumpang lincah bergerak dari Bandara Internasional Kualanamu ke Melam Coffee & Resto untuk menikmati kuliner khas Medan, bila hendak menginap akan diantar ke The K Hotel. Dari titik ini perjalanan berlanjut ke arah Karo Vulkano Park yang berada di antara 280-1.420 meter di atas permukaan laut.
Alasan itulah yang mendorong rombongan Tour The Karo Vulkano Park mempercayakan masa depan produksi Film Layar Lebar Perik Sidua-dua pada kelincahan Almasar meliuk-liuk di jalanan menikung yang terjal dan merangsek ke lereng-lereng pegunungan. Kesiapan fisik dan psikis para pejalan adalah sebuah keniscayaan agar mampu mengarungi bentangan luas rumpun gunung vulkanik di tanah Karo Simalem. Untuk menjaga vitalitas tubuh, kita tak perlu cemas karena tanah Karo adalah rahim rempah-rempah.
Sebagai pejalan, apalagi menyusuri taman pegunungan vulkanik, jalannya tidak ada yang rata, mulus dan panjang. Kita harus siap berada di antara ruang kematian dan kehidupan sekaligus. Dengan senyum atau tanpa senyum sekalipun kita harus terus berjalan hingga ke hulu peradaban. Kenyataan inilah yang kami sadari pada siang 26 Desember 2022 di Melam Coffee & Resto. Ini bukan sekedar euforia jalan-jalan wisata untuk ngaso. Tujuan konkret yang kami lakukan adalah upaya memasuki dan mendedah kata per kata dari skenario Perik Sidua-dua. Tour ini pada hakekatnya adalah sebuah perjuangan menyatukan jiwa pasukan produksi film dengan kondisi lapangan yang ekstrim.
Tapi tunggu dulu. Sebelum kami berhadapan dengan kondisi lapangan yang esktrim di pegunungan sana, ternyata kami sudah diuji dengan situasi berbahaya. Apabila menghadapinya tidak waspada akan melemahkan spirit dan kekuatan fisik. Situasi berbahaya itu adalah kebosanan, kejenuhan dan prediksi kecemasan yang laten. Tiga situasi ini semacam psywar yang harus dengan gagah dan kesadaran tinggi kami hadapi sepanjang penantian di Melam Coffee & Resto pada 26 Desember 2022.
Satu peristiwa jadi pembuka teror adalah saat prosesi sesi foto calon aktor bule Karindo dimulai. Ibu dari calon aktor berkali-kali menelepon saudaranya yang ditugaskan mendampingi bule Karindo untuk segera pulang dan sarapan di Jeqita. Kesepakatan yang terjadi di malam sebelumnya antara tim produksi lewat juru bicara Darwin Ginting dengan pihak keluarga bule Karindo tak terealisasi dengan mulus. Pada malam itu, pihak keluarga yang diwakili ibu kandung bule Karindo menyetujui dan bersedia tidak mencampuri proses ‘pengenalan’ dengan tim produksi dan suasana lapangan dalam Tour The Karo Vulkano Park.
Prediksi laten yang aku rasakan dengan pengalaman menyutradarai puluhan pertunjukan teater selama 17 tahun di Teater Rumah Mata menyatakan bule Karindo tidak siap mengikuti proses Tour The Karo Vulkano Park. Dia belum memiliki kedaulatan tubuh bersebab segala hal masih harus ditentukan persetujuan orang tua, bahkan untuk menghisap sebatang rokok saja meminta izin. Sikap manja dan kekanak-kanakan masih kental terlihat lewat gesture, cara bicara dan beberapa gimik halus yang tertangkap.
Sebenarnya aku terkejut dan hampir tidak percaya karena latar belakang budaya yang membentuk bule Karindo ini adalah budaya Eropa yang sangat menekankan kemandirian dan keterbukaan. Aku melihat sosok yang mental dan pemikirannya masih level SMA dan tidak layak memerankan tokoh Max dalam film Perik Sidua-dua; seorang jurnalis investigasi yang mencintai kesendirian dan selalu percaya diri dalam kesunyian. Bila bule Karindo ini dipaksakan memerankan sosok Max, dia harus siap melewati proses latihan keaktoran yang berat. Ujian pertamanya adalah lulus menjalani Tour The Karo Vulkano Park.
Hal kedua yang menjadi teror mental adalah bosan dan jenuh menunggu Almasar tiba untuk membawa kami ke jalur pegunungan. Rencana berangkat pukul 1 siang, baru bisa terwujud pukul 6 sore. Kita pasti pernah merasakan terperangkan dalam suasana ini; menunggu! Ya, walaupun secara hakekatnya kita berjalan dalam perangkap di alam ini semata-mata untuk menunggu. Baiklah, untuk melewati fase ini aku dan tim mengisinya dengan berdialog apa saja. Lalu muncullah ahli geologi dan kegunungapian kita, pak Jonathan Tarigan.
Suasana yang semula beku, menghangat Kembali dengan letupan-letupan pemikiran pak Jonathan Tarigan. Beliau memberiku peta Karo Vulkano Park yang akan kami susuri menggunakan Almasar nantinya. Visual peta itu mirip dengan bola mata yang ditopang dengan susunan jaringan urat dan syaraf, juga mirip dengan susunan akar pada sebatang pohon. Melihat peta itu aku semakin yakin kedudukan Karo Vulkano Park bukan hanya sebagai kawasan ekowisata, namun sumber gerak kehidupan di Sumatera Utara dan sekitarnya. Bagaimana kita bisa melihat tanpa bola mata dan sebatang pohon hidup tanpa akar? Mustahil!
Almasar pun tiba. Bersamanya kami menyusuri garis-garis tidak lurus yang ada dalam peta Karo Vulkano Park dari bawah ke atas. Menerobos malam dan suhu udara yang semakin menanjak semakin membeku. Seperti pengembara yang mencari kawasan baru untuk mengembakbiakkan kehidupan kami tinggalkan Melam Coffee & Resto, melewati The K Hotel tetap di jalur perjalanan. Almasar tiba di Vila Tebu Manis Berastagi sekitar pukul 9 malam.
Kawasan Karo Vulkano Park telah kami masuki, udara yang berbeda dari Medan. Bunyi kesunyian mengental dengan sangat cepat dan selanjutnya menggiring kami ke alam imajinasi masing-masing. Almasar dengan gagah, siap siaga di depan villa. Satu dinding telah kami lewati. Keberadaan kami di hamparan akar peradaban Sumatera akan berdampak pada ekosistem kehidupan selanjutnya. Menguatkan atau menghancurkan, tergantung niat dan tujuan yang kami hamparkan sepanjang perjalananan Bersama Almasar.
Bersambung....
Sebundel Catatan Tim Artistik, Tour The Karo Vulkano Park, 26-30 Desember 2022 Film Layar Lebar Perik Sidua-dua (Inseparable Souls In Tongging) ditulis oleh pemimpin teater rumah mata
© Copyright 2024, All Rights Reserved