Banjir yang masih menjadi persoalan yang serius dimusim penghujan ini perlu adanya perhatian yang serius dan konsistensi dari pemerintah.
Demikian disampaikan Samsul Bahri Pane putra daerah asal Madina (Mandailing Natal).
"Mengantisipasi banjir ke depan pemerintah untuk wilayah sungai nasional, Gubernur wilayah sungai provinsi dan kepala daerah Kabupaten/Kota untuk wilayah sungai yang menjadi kewajibannya melakukan pemetaan dan penetapan batas sepadan sungai sebagaimana PP 38 Tahun 2011," kata Samsul kepada Kantor Berita RMOLSumut, Selasa (21/12/2021).
Dijelaskan Samsul, pemerintah wajib melakukan kajian dan pemetaan batas sungai sesuai Peraturan Pemerintah No.38 tahun 2011 Tahun 2011 Tentang Sungai. Bahwa pasal 9 menyebutkan garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (2) huruf a "Paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, yang mana kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 m (tiga meter); huruf (b) Paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, kedalaman sungai lebih dari 3 m sampai dengan 20 m; dan huruf c. Paling sedikit berjarak 30 m dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter).
Lebih lanjut Samsul menyebutkan, pada pasal 10 diatur Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b terdiri atas sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 Km2; dan Sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan 500 Km2. Untuk garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan kata Samsul, telah diatur lebih lanjut pada ayat (1) huruf a ditentukan paling sedikit berjarak 100 m dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan paling sedikit 50 m dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
Jelasnya lagi, PP tersebut pada Pasal 11 bahwa garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c ditentukan paling sedikit berjarak 3 m dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Pasal 12 Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d ditentukan paling sedikit berjarak 5 m dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
"Jika ada kesungguhan untuk mengatasi banjir seperti yang terjadi sekarang ini, ketentuan sebagaimana PP 38 tersebut harus di implementasikan, alih fungsi lahan di kawasan sungai harus ditertibkan, penebangan hutan ilegal serta penambangan liar (galian C) harus dihentikan," tegas Samsul sembari mengingatkan galian C yang sudah ada izin harus dikontrol dan diberi sangsi jika melebihi pengambilan material berlebih dan merusak ekosistem sungai.
Terkait banjir 14 Kecamatan di Natal dan Tapsel, Samsul kembali menegaskan, bahwa banjir yang merendam 1000an rumah itu dikarenakan ekosistem sungai rusak. Ekosistem dimaksud kata Samsul karena alih fungsi lahan dikawasan sungai, perambahan hutan di hulu serta penambang liar yang kebablasan disepanjang sungai.
"Hentikan dan beri sangsi bagi pelaku ilegal khususnya aktor intelektual. Aparatur pemerintah diminta untuk tidak melindungi mereka yang bersifat serakah, jangan hanya berani menindak pelaku yang kroco saja," jelasnya.
Kedepan kata Samsul masyarakat harus ikut memberikan pengawasan dan menjaga kawasan sungai supaya aktor intelektual tidak terus merusak ekosistem sungai.
"Bukankah masyarakat yang menanggung resiko akibat banjir sekarang ini," katanya sembari perlu ide kreatif untuk mendesain kawasan sungai yang lebih produktif dengan menjadikan sungai menjadi potensi ekonomi.
Samsul yang juga pengamat kebijakan publik dari UISU ini menjelaskan sepanjang bantaran sungai yang ditentukan PP NO 38 itu dilakukan penghijauan dengan menanam pohon yang perakaran mengikat seperti aren, bambu dan lain-lain sesuai habitatnya. Masyarakat dikelompokkan untuk mengelola lahan bantaran sungai untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan sungai yang begitu potensial bisa dikelola sebagai wisata sungai dan bila menginginkan sungai dapat dikelola untuk budidaya ikan.
"Sungai selain berpotensi sebagai sumber kebutuhan akan ketersediaan air untuk air bersih, mengairi persawahan juga dapat dikelola menjadi lahan budidaya ikan. Jika sungai dan bantaran sungai dikelola maka memungkinkan untuk sumber ekonomi dan wisata sungai," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved